28 Agustus 2014

Tanah Untuk Rakyat *)

Dharma Setyawan. 
Ketua Komunitas Hijau, Alumnus S2 UGM
Pegiat Forum Diskusi KAMMI Kultural, menetap di Bandar Lampung.



Hiruk pikuk pilpres menjadikan kita absen terhadap isu-isu yang terjadi di berbagai daerah. Konflik sengketa tanah terjadi antara warga dan petani pemilik tanah di Karawang dengan salah satu perusahaan pengembang, PT. Sumber Air Mas Pratama (PT SAMP). Perusahaan mengklaim kepemilikan tanah seluas 350 hektar yang berlokasi di 4 Desa; Margamulya, Wanakerta, dan Wanasari, Telukjambe Barat di Kabupaten Karawang. Pihak-pihak yang peduli terhadap hak-hak rakyat ini, harus mendesak Capres terpilih untuk memberi keadilan dan ketegasan presiden ke depan bicara ‘Tanah”.

Sepanjang bulan Juni sudah ada beberapa kasus dimana warga mendapat tindakan diskriminasi, intimidasi, dan kriminalisasi terhadap masyarakat diantaranya yaitu penggusuran paksa, penangkapan terhadap 8 orang, dan kekerasan terhadap warga Karawang yang bersengketa dengan pengembang yang terkenal dengan sebutan Agung Podomoro Land tersebut. Di tempat lain, Kriminalisasi juga terjadi terhadap 6 orang warga Ulu Kabupaten Musi Banyu Asin di Taman Marga Satwa Danku (Sumatera Selatan). Kejadian ini mengakibatkan 1 orang meninggal buntut berlarutnya kasus sengketa tanah antara warga dengan PT Agro Bukit (Agro Indomas Grup). Konflik tanah di daerah lainnya membutuhkan upaya bersama untuk mengungkap konflik tanah yang tidak ada ujung keadilan bagi rakyat miskin.

Tanah Milik Siapa?

Sejarah kerajaan di Nusantara tidak ada gagasan kepemilikan tanah secara individu. Seorang tuan tanah tidak memiliki tanah, dia memiliki petani-petani dan kelompok pengiring. Ketika sang Raja menjatahkan tanah kepada bawahannya, maka dia akan membawa petani dan rombongannya untuk mengusir penduduk dan menguasai tanah. Dengan hasil dari pertanian tersebut petani dan rombongan pengiring membayar pajak per kepala. (Onghokham: 2008). Gagasan kepemilikan tanah baru diperkenalkan oleh kekuasaan kolonial. VOC (Verenigden Oostindische Compaqnie) sebagai penguasa perdagangan hasil rempah-rempah memperkenalkan tantang kepemilikan tanah, dimana VOC memaksa tuan tanah untuk membayar pajak. Baru Inggris kemudian memperkenalkan hukum Barat bahwa seluruh tanah diserahkan kepada negara, dimana negara dapat menyewakan kepada kepala desa dan kepala desa menyewakannya kepada petani (Bernhard H.M Vlekke: 1961).

27 Agustus 2014

100 Ribu Kader KAMMI Penggerak Kebangkitan Indonesia


Adhe Nuansa Wibisono, S.IP
Ketua Bidang Perguruan Tinggi dan Kemahasiswaan – Pengurus Pusat KAMMI
Pegiat Forum Diskusi KAMMI kultural Yogyakarta.


  Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia!
[Ir. Soekarno]

Menjemput Momentum



Momentum Orientasi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) dan Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) pada bulan Agustus hingga September 2014 menjadi satu momentum penting bagi organisasi mahasiswa baik organisasi mahasiswa ekstra kampus dan intra kampus di seluruh Indonesia. Pada saat inilah proses pengenalan dunia aktivisme kemahasiswaan dapat dilakukan oleh berbagai organisasi mahasiswa seiring dengan masuknya mahasiswa baru ke berbagai kampus yang ada di Indonesia. Hal inipun tidak luput dari perhatian Pengurus Pusat (PP) KAMMI yang juga memberikan perhatian besar kepada momentum OSPEK dan PMB yang sedang berjalan di berbagai kampus saat ini. PP KAMMI melihat pengenalan dunia aktivisme kepada para mahasiswa baru akan menjadi satu titik penting bagi proses regenerasi aktivis mahasiswa Indonesia, iron stock bagi kepemimpinan bangsa Indonesia ke depannya.  



Anggota KAMMI di seluruh Indonesia saat ini diperkirakan berjumlah sebesar 40.000 orang, sedangkan jumlah mahasiswa Indonesia pada tahun 2012 tercatat sebanyak 4.273.000 orang (DIKTI, 2012). Jika dihitung berdasarkan data DIKTI maka jumlah anggota KAMMI dibandingkan jumlah mahasiswa Indonesia hanyalah berkisar 0,93 persen atau tidak mencapai 1 persen dari jumlah seluruh mahasiswa Indonesia. Tentunya jumlah ini adalah jumlah yang sangat sedikit dan dirasa akan mempengaruhi signifikansi KAMMI dalam percaturan gerakan mahasiswa secara nasional. Jika kita melihat infrastruktur gerakan KAMMI yang saat ini telah memiliki 400 struktur komisariat, 80 struktur daerah dan tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia, maka jumlah anggota sebesar 40.000 orang terlihat menjadi sedikit dan sudah satnya dibutuhkan peningkatan jumlah anggota secara masif.



Selain itu, setiap tahunnya diperkirakan KAMMI secara nasional hanya mampu melakukan rekrutmen sebesar 10.000 orang mahasiswa baru dari sekitar 1 juta orang mahasiswa baru seluruh Indonesia. Angka ini menunjukkan bahwa KAMMI baru berhasil menyentuh sekitar 1 persen dari jumlah mahasiswa baru secara nasional. Padahal jika ingin memberikan satu perubahan bagi bangsa ini maka paling tidak KAMMI harus memperbesar daya rekrutmennya sehingga mampu mencapai angka minimal 10 persen dari jumlah mahasiswa baru Indonesia yang diperkirakan berjumlah sebesar 1 juta orang setiap tahunnya. Oleh karena itulah PP KAMMI mencanangkan program “100 Ribu Kader KAMMI Penggerak Kebangkitan Indonesia” sebagai target rekrutmen nasional KAMMI yang secara serentak akan dilaksanakan di seluruh universitas dan perguruan tinggi di seluruh Indonesia.