PENGANTAR: Pada kesempatan ini, editor Jurnal Kultural menerjemahkan sebuah artikel dari Mustafa Akyol, seorang intelektual dan jurnalis Turki, tentang fundamentalisme sekular di Turki. Judul Aslinya adalah "The Threat is Secular Fundamentalism" dan dimuat di The New York Times, 4 Mei 2007. Walaupun kondisi di Turki hari ini agak berbeda, tulisan ini cukup menarik karena menyajikan cara pandang berbeda tentang 'fundamentalisme' yang kerap dilekatkan pada Islam. Jika tidak waspada, bahkan kaum sekular dan liberal bisa terjerembab pada model fundamentalisme yang sama, dan justru kontraproduktif dengan demokrasi. Kuncinya adalah dialog kritis dan sikap saling memahami, dengan menanamkan nilai-nilai kewargaan yang baik pada masyarakat muslim. Indonesia bisa belajar dari hal ini.
Sudah bukan rahasia lagi jika ada yang menyatakan bahwa
fundamentalisme Islam adalah ancaman bagi demokrasi, kebebasan, dan keamanan di
dunia hari ini –terutama di Timur Tengah. Namun, sebetulnya nilai-nilai
tersebut juga bisa diancam oleh fundamentalisme sekular. Laicite khas
Turki –versi yang jauh lebih radikal dari sekularisme a la Perancis— bisa jadi
satu contoh kasus.
Model sekularisme Amerika menggaransi adanya kebebasan
beragama individual. Namun, model Turki justru menggaransi hak negara untuk
mendominasi agama dan menindas praktik-praktik keagamaan sejauh mana dianggap
ancaman (bagi negara). Model semacam ini bermula dari pemujaan (berlebihan) terhadap negara
sebagai “akhir tujuan’” yang harus dimuliakan oleh semua nilai lain.