wawancara bersama Dr. Abul 'Ala Al-Madi *)
Abul-Ala Madi bergabung bersama Jama'ah Islamiyah (sebuah organisasi Islam berhaluan Jihadist, red) ketika ia baru menjadi mahasiswa di Fakultas Teknik, Universitas Minya, Mesir. Pada tahun 1979, ia pindah ke Ikhwanul Muslimin. Ia kemudian menjadi anggota, lalu Deputi Sekretaris Jenderal dari Perhimpunan Para Insinyur yang dikelola aktivis-aktivis Ikhwan. Ia kemudian mendirikan Partai Wasat pada tahun 1995 bersama aktivis-aktivis Ikhwan yang laoin. Ia mengajukan dua kali permohonan pendirian Partai Politik kepada Komite Partai Politik yang berhubungan langsung dengan Majelis Syura (parlemen, red), namun ditolak. Berikut wawancaranya dengan jurnalis Umayma Abdul Latif dari Harian Ahram pada tahun 1999.
Pejabat pemerintahan berulang-kali menyatakan bahwa partai politik berlatar belakang agama takkan diperbolehkan?
Ini adalah kebijakan klasik negara terhadap partai-partai religius. Saya ingin mengklarifikasi bahwa kami tidak ingin mendirikan sebuah partai agama per se. Kami sedang berbicara tentang sebuah partai sipil yang dengan referensi pandangan Islam. Ada dua interpretasi mengenai 'partai agama': Pertama, ia adalah partai teokratis yang menyerukan penegakan hukum-hukum agama, seperti di Iran, atau Kedua, ia adalah partai yang anggotanya berasal dari satu agama atau satu sekte dan menolak keanggotaan dari agama lain. Jika menggunakan premis ini, saya akan menyatakan menolak label partai agama. Harus diketahui secara lebih jelas bahwa Partai Wasat menggunakan dasar konsepsi 'kewarganegaraan' (citizenship).
Tapi mengapa permohonaan lisensi partai anda ditolak dua kali oleh Komite Partai Politik?
Kita punya dua masalah dalam partisipasi politik di Mesir. Pertama, gagasan demokrasi dan fleksibilitas dari apa yang kita sebut sebagai 'batas demokrasi'. Pemerintah telah membatasi kemungkinan semua partai untuk berpartisipasi dalam politik, tak hanya kaum Islamis. Kita mesti ingat bahwa partai terakhir yang dilegalkan oleh Komite Partai Politik adalah Partai Nasserist, sekitar delapan tahun silam, itupun harus melalui sebuah proses pengadilan. Kedua, latar belakang kami sebagai 'Islamis'. Walaupun kami punya orang-orang koptik yang turut terlibat mendirikan partai, beberapa orang mengatakan itu hanya sebuah pengecoh untuk menyembunyikan motif-motif kami yang sebenarnya. Artinya, banyak yang masih tidak bisa menerima sebuah gagasan partai sipil dengan orientasi Islamis. Ada semacam konsensus di antara elite-elite politik untuk menghentikan kelompok Islam Politik dalam mencapai eksistensi hukum.
Apakah anda berpikir bahwa sebuah assessment terhadap karya anda tentang 'negara' dapat mendekatkan anda pada legitimasi, terutama setelah komitmen kaum Islamis tentang demokrasi dipertanyakan?
Ada tiga hal penting di sini: Gerakan Islam, Negara, dan Masyarakat. Semuanya harus mempertimbangkan kembali pandangan umum mereka tentang politik dan visi tentang tindakan mereka dalam politik Mesir. Kita tidak bisa hanya menggantungkan tanggung jawab pada satu partai tertentu atas apa yang terjadi sekarang. Tetapi saya percaya bahwa kami -kaum Islamis- harus mengambil inisiatif, karena kami memang punya sikap negatif dalam karya-karya kami tentang 'negara --apa yang kami anggap 'Yang Lain',-- maupun konsep-konsep pluralisme dan demokrasi. Dengan mengambil peran dalam kehidupan politik melalui saluran-saluran yang legitimate, kita ingin menawarkan bukti bahwa kita tidak menggunakan konsep Taqiyyah a la Syiah yang memperbolehkan orang-orang untuk menyembunyikan niat yang sebenarnya untuk menutupi ketakutan akan tuduhan dsb. Jika otoritas negara menolak kami, ini justru akan membuat posisi mereka lemah. Maka dari itu, negara seharusnya tidak memperlakukan gerakan-gerakan Islam secara monolitik. Negara harus merevisi kebijakan mereka terkait siapapun yang ingin bekerja di dalam sistem dan menggunakan jalur-jalur yang resmi.
Apakah eksistensi dari partai Islamis yang lebih dari satu akan membawa pada perpecahan dalam gerakan?
Seperti saya katakan sebelumnya, Gerakan Islam tidaklah monolitik. Ada perbedaan besar dari pengalaman mantan anggota Gerakan Jihad yang saat ini membuat partai-partai politik (seperti Syariah dan Al-Islah) dengan pengalaman kami. Kami tidak pernah menganjurkan kekerasan dan selama ini bekerja dengan cara-cara yang damai dan melalui saluran yang legal pula. Ini tidak bisa dianggap enteng. Mereka memilih untuk jalur koeksistensi secara damai setelah berperang melawan negara selama dua dekade terakhir. Wacana politik kami berbeda dari mereka, walaupun kami sama-sama berasal dari platform Islam. Bagaimanapun juga, saya akan menyatakan bahwa proyek politik kami merepresentasikan resep terakhir untuk koeksistensi damai antara 'negara' dan 'kaum Islamis'.
Apakah anda akan mengajukan permohonan lisensi (partai politik) kembali?
Kami mempertimbangkan hal ini secara serius. Kami telah melalui masa-masa yang tak mudah, tetapi kami akan tetap melanjutkan pengajuan sebanyak yang diperlukan untuk mendapatkan lisensi partai. Kami tahu, menjadi moderat adalah pilihan yang paling berat, dan pilihan yang paling mudah adalah menjadi ekstremis. Kami telah memilihnya sebelum ini. Negara harus tahu bahwa kami tidak akan menjadi alternatif atas sistem yang ada. Kami ingin menjadi bagian dari lanskap politik Mesir di abad yang mendatang. Dengan kata lain, kami ingin menjadi sebuah kekuatan oposisi dan bukan gerakan perlawanan. Oposisi adalah bagian dari sistem sementara perlawanan bertujuan meruntuhkannya -yang mana kami sama sekali tidak ingin melakukannya. [ARM]
*) Abul 'Ala Madi sekarang adalah Pemimpin Partai Wasat yang berhaluan Islamis Moderat, dan pernah aktif sebagai anggota dan pemimpin intelektual Ikhwanul Muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar