Oleh : Amin Fahrudin*
“Kehidupan merupakan perubahan, dan perubahan pada dasarnya merupakan ketidaksempurnaan” ( Muhammad Iqbal )
Di tengah desakan arus reformasi yang kunjung tiada henti terhadap rezim yang berkuasa sejak rezim Soeharto, KAMMI cukup menjadi salah satu aktor penentu perubahan. Dalam hal spesifik, KAMMI punya peran penting sebagai pengguling rezim.
Jatuhnya Rezim Soehartodam Gus Dur menjadi satu catatan penting dalam sejarah KAMMI. Bahkan Rezim Mega-Haz sekarang juga sedang bertahan, bahkan sesekali menyerang terhadap gerakan mahasiswa yang akhir-akhir ini cukup mengusik posisinya.
Mungkin, di sinilah peran KAMMI sebagai salah satu variabel dari kekuatan pressure group atau oposan. Kekuatan yang memang tidak pernah akan merasa tenang bila kondisi bangsanya tidak kunjung berubah menuju perbaikan.
Akan tetapi, di tengah karya-karya monumental tersebut, saya punya pertanyaan yang cukup menggelitik: “Apakah hasil dari penggulingan rezim-rezim tersebut? Apakah ada perbaikan, atau justru sebaliknya ?. Mungkin pertanyaan ini juga ada pada benak sebagian besar rekan-rekan atau boleh jadi sebaliknya, karena kultur KAMMI yang lebih sering patuh tanpa reserve pada perintah menjadi kurang kritis dalam menganalisis kebijakan yang diambil institusinya.
Memang, sudah merupakan tugas kita -yang berada pada posisi pengurus- untuk melakukan perbaikan sistem, tapi apakah kita juga sudah punya kesiapan ketika memang pengelola sistem yang sekarang berkuasa tidak mampu lagi memimpin ? Apakah kita punya kader-kader yang mampu menggantikan kepemimpinan kita saat ini? Ataukah, justru kita akan memasrahkannya kepada orang lain lagi untuk mengelola negara ini ?
Jawabannya boleh jadi sangat beragam, mungkin ada yang menhjawab dengan jawaban yang apologetik : “ KAMMI kan masih muda, jadi belum dapat melahirkan pemimpin-pemimpin” atau “secara sosial historis KAMMI kan lahir dari rahim gerakan yang lebih besar, jadi jangan salahkan KAMMI sendiri dong!
Dalam konteks Indonesia yang masih carut marut dan kondisi KAMMI yang masih balita dan terkadang masih perlu “ditatih”, mungkin ada benarnya ungkapan Muhammad Iqbal, filosof kenamaan asal Pakistan diatas. Karena Indonesia maupun KAMMI belum mencapai titik kesempurnaan atau minimal mendekati titik ideal, maka perubahan kemudian menjadi sebuah keniscayaan. Dalam konteks internal saya menyuarakan “Mari bergerak tuntaskan perubahan di KAMMI !”
Kita sebenarnya bisa memahami orientasi KAMMI dari visi dan misi KAMMI ditambah juga dengan prinsip gerakannya. Tapi kalau saya pahami secara mendalam, susunan teks identitas itu lebih nampak sebagai konsep abstrak yang masih utopis, karena kita masih membutuhkan manifestonya dalam bentuk konsep kaderisasi yang jelas untuk merealisasikan platform yang besar itu.
Di sini, penulis ingin mencoba menawarkan satu gagasan yang semoga bisa menggugah untuk berubah, meskipun baru hanya menggeliat.
Saya memulainya dari dari beberapa masalah yang cukup pelik tapi cukup startegis yang kalau tidak kunjung ditemukan atau dirubah ini akan menyulitkan KAMMI dalam proses pencapaian tujuannya.
Pertama, masalah reposisi KAMMI, baik dalam lingkup internal maupun eksternal.
KAMMI harus segera menentukan posisinya, pada titik ordinat mana KAMMI menempati posisi perjuangan Islam. KAMMI harus tampil dengan sebuah format gerakan yang jelas. Apakah dia akan tampil sebagai gerakan mahasiswa Islam dengan style transformatif progresif, atau islam moderat, atau Islam modernis, atau Islam liberal, atau Islam fundamentalis atau Islam yang seperti apa? Penentuan posisi ini akan membantu KAMMI menemukan ideologi sejatinya, menemukan identitas dirinya ditengah-tengah hiruk pikuk gerakan, karena tanpa ideologi yang jelas maka kita akan kesulitan untuk menentukan orientasi gerakan dan ini sangat ironis, sebuah organisasi yang besar seperti KAMMI belum punya satu format pembentukan kader yang jelas. Jangan sampai kader terbentuk dengan caranya sendiri-sendiri. Ini sebenarnya bukan untuk mengekang kreatifitas kader tapi hanya untuk menentukan orisinalitas kader KAMMI dengan tetap memberi ruang terbuka untuk memupuk kualitas dan potensi kader. Ya memang benar bahwa ideologi KAMMI adalah Islam tapi Islam yang tafsirannya seperti apa?
Kedua, permasalahan Kultur.
Kultur KAMMI yang lebih terkesan dominan “ngeruhi” harus segera ditawazunkan. Peningkatan intelektual wacana dan profesionalitas gerakan menjadi satu kebutuhan mendesak yang harus dilakukan secara massif. Kita hidup di kampus dimana tempat orang beradu argumen dan wacana sehingga penguasaan intelektual dan wacana tak bisa ditunda-tunda lagi. Pemimpin masa depan yang lahir dari KAMMI harus punya integritas moral yang tinggi, kapabilitas intelektual yang tidak diragukan dan profesional dan mengelola gerakannya.
Ketiga, permasalahan kapabilitas pengelola sistem
Dalam membuat konsep-konsep besar dan menurunkan dalam dataran aplikasinya, KAMMI membutuhkan para pengelola sistem yang punya kapasitas dan kapabilitas yang lebih sehingga dia mampu untuk menjadi konseptor, pemberi contoh yang baik dan cerdas, dan penyelesai masalah secara tepat dan berkualitas. Memang kita sekarang sedang belajar bersama di KAMMI, tapi ini menjadi satu kebutuhan yang menyatu dalam merealisasikan konsep, maka para pengelola harus melakukan percepatan proses pembelajaran.
Setelah kita memahami dan mencoba membenahi beberapa permasalahan diatas, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan.
Pertama, ideologisasi.
Ini harus dilakukan secara dini dan massif agar setiap kader mampu memahami identitas diri dan institusinya. Proses ideologisasi yang baik mampu memberikan imunitas kader sehingga di tengah komunitas yang plural yang tidak mungkin kita menutup diri itu dia dapat menyeleksi berbagai macam pemikiran yang masuk. Dengan memahami identitasnya, KAMMI mampu berproses secara bertahap dengan orientasi yang jelas.
Kedua, akselerasi (pemercepatan) penguasaan Intelektualitas dan wacana
Untuk membuat KAMMI besar dan mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang besar, KAMMI harus punya pemikir-pemikir yang besar pula. Kegiatan diskusi, membaca dan menulis harus menjadi santapan tiap harinya. Menguasai Paradigma pemikiran Islam dan wacana lain yang plural menjadi sebuah kebutuhan, agar kader-kader KAMMI mampu mengambil hikmah untuk mememperkokoh bangunan KAMMI di atas landasan ideologinya.
Ketiga, Penjagaan Moralitas dan Ruhiyah
KAMMI harus mampu tampil sebagai gerakan yang punya integritas moral Islam yang tinggi, maka kedekatannya dengan Allah dan manhaj Islam harus senantiasa dijaga, agar Allah dan manhaj Islam juga mampu menjaga kita secara dekat.
Keempat, Spesialisasi disiplin Ilmu
Kebutuhan akan pemimpin-pemimpin publik yang segmentatif sangat banyak dan membutuhkan kepakaran tertentu. Kader KAMMI yang bersumber dari berbagai macam disiplin ilmu harus meningkatkan keahliannya. Pembentukan lokus-lokus akademik mungkin menjadi tawaran yang solutif agar selain kader menguasai wacana gerakan dia juga tidak lepas atau terangkat dari disiplin ilmu di kampusnya masing-masing.
Kelima, Pengalaman Gerakan
Agar menguasai medan perjuangan setelah dan atau bersamaan dia menguasai ilmu dan strategi, kader juga harus diterjunkan di lapangan untuk wahana aktualisasi potensi dan proses pembelajaran. KAMMI akan mencetak kader yang konseptor dan penggerak.
Dari beberapa paparan di atas, semoga KAMMI mampu menjawab sebagian dari tantangan zaman yang selalu berubah seperti kata Muhammad Iqbal di atas. Allah Yang Maha Perubah menjadi faktor paling penting. Maka dari itu, mari berusaha mengubah kondisi zaman ini menuju zaman yang lebih Islami.
Agar, ketika prasyarat itu terpenuhi, Allah tidak ragu lagi merealisasikan janjinya: La yughayyiru biqoumin hatta la yughoyyiru ma bianfusihim....
Viva KAMMI!
*) Mahasiswa Cordova University yang disekolahkan dan menjadi Kabid Pengkajian Strategis KAMMI DIY 2002-2004. Sekarang akitf di dunia politik sebagai Staf Ahli Presiden PKS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar