I. Landasan Filosofis
Siyasah ad-dakwah
Siyasah ad da’wah adalah suatu upaya optimal mendayagunakan semua sumber potensi da’wah atas dasar prinsip-prinsip yang jelas untuk mencapai tujuan tinggi dengan merealisir sasaran-sasaran yang telah ditentukan. (Hilmi, 1998).
Definisi Etimologis : sasa-yasusu-siyasatan artinya mengendalikan. As-Saus yang berarti ar-riasah (kepengurusan). Siyasah berarti pengendalian, kepengurusan.
Konsepsi politik
Perspektif :
- Katagori politik adalah bagian dari akhlak
- Politik adalah aktivitas-aktivitas yang – secara prinsip – afiliasinya terbatas kepada negara
- Mengaitkan politik dengan konotasi kekuatan (power). Konsep ini terlepas sama sekali dari akhlak
Filsof Yunani (Aristoteles) : politik adalah segala hal yang sifatnya dapat merealisasikan kebaikan di tengah masyarakat. Ia meliputi semua urusan yang ada dalam masyarakat. Pembatasan ini mengkatagorikan politik sebagai bagian dari akhlak. (Muhammad Ali Muhammad, As Siyasah baina An Nazhoriyah wa at tathbiq)
Rif’ah at Tathowi mendefinisikan politik sebagai seni mengatur pemerintahan. Politik berarti segala sesuatu yang bersentuhan dengan pemerintahan, hukum-hukum, serta berbagai hal yang berkaitan dan berhubungan dengannya.
Malik bin Nabi membawa konsepsi politik kepada pengertian yang lebih luas. Menurutnya politik adalah aktivitas yang terorganisir dan efektif yang dilakukan oleh umat secara keseluruhan – negara dan rakyat – yang sejalan dengan ideology mayoritas rakyatnya, dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan saling bantu antara pemerintah dan individu dalam aspek social, ekonomi, dan budaya, agar politik memberikan pengaruhnya yang konkret pada realitas social, yang membawa kepada perubahan bingkai kultir dan sebuah orientasi yang akan menumbuhkan kecerdasan bangsa secara harmonis. Artinya, politik pada akhirnya adalah “ penciptaan kultur “ (Shana’ah ats-Tsaqafah).
Dr. Zaki Najib Mahmud berpendapat politik adalah kita melihat bagaimana kondisi tempat kita hidup ini mengalami perubahan. Dengan kata lain, politik itu sendiri adalah ilmu mengubah realitas sosial menuju kondisi yang lebih baik.
Ikhwan (Hasan Al Bana)
Politik adalah hal memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal ummat. Ia memiliki dua sisi, internal dan eksternal. Yang dimaksud dengan sisi internal adalah “ mengurus persoalan pemerintah, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan haknya, melakukan pengawasan terhadap penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan dan dikritik jika mereka melakukan kekeliruan. Sedangkan yang dimaksud sisi eksternal adalah “ memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkannya mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukaannya ditengah-tengah bangsa lain, serta membebaskannya dari pendindasan dan intervensi pihak lain dan urusan-urusannya. “ Dalam hal iini Al Bana mengaitkan antara aqidah dengan aktivitas politik. Ia berkata, “ sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. “
II. Visi Kaderisasi KAMMI: Kader Politik ('Siyasi')
Adanya kesamaan kader ini telah secara riil melahirkan sejumlah persoalan, diantaranya adalah apa perbedaan atau nilai lebih karakter kader KAMMI apabila dibandingkan dengan kader LDK. Dalam bahasa yang lebih egaliter adalah apa ciri khas kader KAMMI?
Ada beberapa point penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan ciri khas kader KAMMI. Pertama, peran (dakwah) yang diharapkan dimainkan oleh KAMMI di tengah-tengah masyarakat pada masa yang akan datang. Kedua, konstituen KAMMI. Konstituen KAMMI adalah mahasiswa yang memiliki sekian banyak potensi atau nilai lebih yang dapat dikembangkan berikut segala keterbatasan yang dimilikinya. Oleh karena itu sifat kemahasiswaan yang melekat di dalamnya harus diperhatikan.
Ketiga, KAMMI sebagai organisasi yang menisbatkan dirinya sebagai organisasi Islam. Konsekuensinya adalah bahwa KAMMI harus peka terhadap isu-isu yang terkait dengan (kepentingan) Islam -membela dan sekaligus memperjuangkannya- dan KAMMI -baik secara organisasional (manajemen dan kultur organoisasi) maupun secara personal pengurus dan anggota- harus mencerminkan watak dan nilai-nilai keislaman. Ketiga point inilah yang seharusnya menjadi dasar pertimbangan untuk menentukan dan memilih karakter khas kader KAMMI.
Kader KAMMI adalah kader politik. Pertanyaannya adalah apa yang dimaksud dengan kader politik? Sebelum menjawab pertanyaan ini terlebih dahulu perlu disepakai pengertian politik yang dimaksud. Secara umum, pengertian politik mengacu pada persoalan yang berhubungan dengan aktifitas pemerintahan atau kenegaraan, terutama persoalan kekuasaan –bagaimana ia di dapat dan seperti apa pemanfaatannya. Politik mengacu pada relasi atau hubungan antara negara dan rakyat.
Pada sisi lain politik juga dipahami sebagai kebijakan (policy), kebijakan yang dihasilkan oleh pemegang kekuasan (pemerintah). Dengan demikian politik tidak semata-mata dipahami bagaimana sebuah kekuasaan didapatkan tetapi juga sekaligus bagaimana kekuasaan tersebut digunakan, dimana salah satunya dapat dilihat dari produk atau output yang dihasilkan oleh kekuasaan tersebut.
Kader politik adalah kader yang memiliki kepekaan terhadap persoalan-persoalan kerakyataan atau keumatan. Kader KAMMI harus memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap berbagai bentuk kemungkaran. Atau dengan kata lain kader KAMMI harus memiliki keshalehan sosial. Kepekaan yang dimaksud disini tidaklah semata-mata bermakna tahu (bahwa ada persoalan) akan tetapi sekaligus juga memiliki keberanian untuk memberikan pemikiran solutifnya dan mengamalkannya.
Kader KAMMI tidak boleh memiliki kerelaan terhadap semua bentuk kemungkaran. “Barang siapa melihat kemungkaran maka ubahlah (kemungkaran itu) dengan kedua tanggannya, apabila tidak mampu (dengan kedua tangan itu) ubahlah dengan lisannya, apabila tidak mampu (dengan lisannya) ubahlah dengan hatinya, dan ini (perubahan dengan hati) adalah serendah-rendahnya keimanan.” (Al Hadist). Kedzaliman adalah musuh abadi KAMMI.
Semua orang sepakat bahwa saat ini kemungkaran telah ada dalam semua bidang kehidupan. Oleh karena itu, dengan pemahaman politik seperti ini, aktivitas politik yang dilakukan kader KAMMI harus menyentuh semua bidang kehidupan. Setiap kader KAMMI dapat beraktifitas politik, apa pun background akademik yang ia miliki. Setiap kader KAMMI dapat menjadikan background akademik yang dimilikinya sebagai tools politik. Dengan demikian KAMMI akan menjadi milik semua mahasiswa. Seorang kader KAMMI yang berasal dari Fakultas Pertanian misalnya, dapat berfikir dan beraktifitas politik dengan bekal pengetahuan pertanian yang ia miliki. Pun demikian pula halnya dengan kader-kader KAMMI dari fakultas lain.
Adalah benar bahwa kader KAMMI adalah kader politik, akan tetapi KAMMI adalah organisasi yang menjadikan Islam sebagai basis ideologinya. Oleh karena itu ada koridor-koridor keislmanan yang akan memandu aktifitas politik yang dijalankan oleh (kader) KAMMI. Baik secara personal kader maupun isntitusi, KAMMI harus mencerminkan Islam itu sendiri. Kultur yang terbangun di dalam tubuh KAMMI adalah kultur Islam, pemikiran-pemikiran yang berkembang di tubuh KAMMI adalah pemikiran-pemikiran yang tunduk atas kaidah-kaidah keislaman. Kepentingan-kepentingan yang dibela KAMMI adalah kepentingan-kepentingan Islam. Salah satu sifat agama Islam adalah universal. Oleh karena itu apa yang dibela KAMMI pada hakikatnya adalah kepentingan ummat manusia secara umum.
Bagaimana KAMMI memperjuangkan kepentingannya? Tentu saja dengan satu prinsip: Tunduk pada aturan-aturan Islam.
Catatan kaki
[1] Hasil Rakernas KAMMI, Yogyakarta 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar