Assalamu’alaykum Wr. Wb.
Awal-awal tahun 2006 ini sepertinya menjadi tonggak baru bagi politik Islam di tingkat global. Januari kemarin, secara telak, Hamas dapat memenagkan Pemilu di Palestina dengan sangat fair dan suasana demokratis. Susul menyusul dengan unggulnya Ikhwanul Muslimin di parlemen Mesir dan makin garangnya Mahmoud Ahmadinejad untuk mengegolkan proyek teknologi nuklirnya di Iran.
Fenomena ini menjadi sangat menarik saat kita membaca tesis dua futurist yang berbasis “ilmiah” dan seringkali dirujuk para ilmuwan politik saat menyimak geliat politik global: Samuel P. Huntington dan Francis Fukuyama. Huntington mengetengahkan tesis The Clash of Civilization sementara Fukuyama memberi gong dengan ramalan The End of History. Benturan peradaban antara Barat dan Islam (plus Konfusianisme) akhirnya akan dimenangkan oleh sistem ideologi politik Demokrasi Liberal made in Barat sebagai sebuah akhir sejarah.
Memahami dua tesis ini dalam konteks globalisasi akan menjadi sangat menarik jika mendudukkan Islam Politik sebagai pemain yang sepertinya saat ini sedang menggiring bola ke gawang kemenangan. Geliat Islam Politik di tingkat global memunculkan peta baru yang sebenarnya un-predictable. Sepertinya, gelaja ini memberikan sebuah harapan baru bagi kebangkitan Islam secara keseluruhan. Selebihnya, para pembaca dapat menyimak paparan para penulis yang cukup punya kapabilitas di bidang tersebut. Itu gagasan pertama, yaitu mengenai Globalisasi dan Islam Politik.
***
Gagasan kedua yang ingin diulas dalam edisi kali ini adalah mengenai Muslim Negarawan yang menjadi orientasi kaderisasi KAMMI sebagaimana yang dibahas dan diputuskan dalam Lokakarya Nasional Kaderisasi di Cisaat Sukabumi tanggal 2 Januari 2006 kemarin. Agaknya, tulisan Rijalul Imam menjadi cukup representatif dan ‘semi-resmi’, mengingat posisinya sebagai anggota Tim Ad Hoc Perumus Pola Kaderisasi Nasional KAMMI Pusat. Jelas, tulisan ini lahir mendahului buku resmi terbitan KAMMI Pusat berkaitan Pola Kaderisasi yang rencananya akan di-launching pada bulan April, yang akan disusul dengan proses sosialisasi ke seluruh daerah di Nusantara dan rangkaian itu akan ditutup dengan diadakannya Training Instruktur Nasional pada bulan Juni 2006 mendatang.
Agaknya akan terjadi perubahan yang radikal dan fundamental berkaitan dengan kaderisasi—dan jelas, ini akan merubah out put dari kader KAMMI. Semisal dengan ditambahkannya draft resmi pengkaderan dengan Indeks Jati Diri Kader (IJDK) yang baru dan Draft 65 Kompetensi Dasar Kader KAMMI. Harapannya, dengan semakin banyaknya instrumen pengkaderan ini, sistem, pola dan arah KAMMI semakin jelas—dan bukan makin membingungkan.
Tulisan berikutnya berbicara tentang modifikasi gerakan KAMMI dan konsep student government yang ideal. KAMMI memang harus berubah jika ingin tetap bisa eksis di lapangan sosial politik bangsa ini—tentunya dengan tetap bergerak di ranah kemahasiswaan. Perubahan itu pun harus sesuai dengan kondisi, artinya bukan sekedar memaksakan sebuah gagasan utopis dan melambung. Gagasan dan tawaran KAMMI juga akan semakin diperhitungkan oleh elit bangsa ini, jika KAMMI mampu membaca persoalan secara komprehensif dan menelurkan solusi alternatif yang cerdas pula.
Edo Segara yang berkolaborasi dengan Fatma mencoba memberi tawaran perubahan internal KAMMI. Tawaran itu misalnya merubah KAMMI dari sekedar pressure group menjadi interest group; dari moral force ke political force. Sebetulnya, tawaran ini pun sebuah wacana yang harus diperdebatkan. Misalnya nanti timbul pertanyaan: jika KAMMI sudah menjadi interest group dan mengedepankan political force, bukankah itu keluar—atau minimal menabrak—rel politik ekstra parlementer KAMMI?
***
Gagasan-gagasan itulah yang ingin kami suguhkan dalam Jurnal IBHAR edisi kali ini. Di tengah segala keterbatasan—baik dana, tenaga, waktu dan pikiran—kami dari redaksi berusaha menghadirkan apa yang bisa kami buat ini. Bukan maksud kami membuka dapur, hanya saja sekiranya masih kekurangan bumbu dan ramuan yang mengurangi kenyamanan pembaca dalam menyimak tulisan di jurnal ini, semata-mata karena segalanya masih sangat minim.
Sekedar kabar saja, bahwa dewan redaksi sekarang diisi oleh orang-orang yang cukup kredibel. Di antaranya terdapat nama Yusuf Maulana, Rijalul Imam dan Adi Purawan yang selama ini dikenal sebagai pemikir dan konseptor KAMMI. Namun, ternyata redaksi IBHAR masih kekurangan tenaga reporter dan perusahaan. Jikalau diantara antum yang pernah tercatat sebagai peserta Daurah Marhalah 1—sebagai mekanisme resmi memperoleh status Anggota Biasa 1 KAMMI—dan memiliki keinginan kuat untuk terjun dalam dunia intelektualisme, tulis menulis dan jurnalistik, sekiranya bersedia bergabung bersama dalam redaksi dan perusahaan Jurnal IBHAR ini. Tentang mekanisme rekrutmen, akan dijelaskan di belakang.
Redaksi juga masih menanti kawan-kawan yang memiliki minat untuk menulis. Tema bulan Maret besok adalah “Refleksi Ke-KAMMI-an, Kemahasiswaan dan Keummatan”. Bertepatan dengan milad (ulang tahun) KAMMI ke-8, maka IBHAR berencana mengangkat topik tersebut. Tulisan cerdas yang akan membaca dan memprediksi arah KAMMI ke depan dengan berpijak pada realitas historis masa lalu serta fenomenologi yang berorientasi ke-ini-an dan ke-disini-an.
Terakhir, kami ucapkan selamat jalan dan terimakasih yang mendalam kepada saudara Yuli Widy Astono, S.P. yang telah membersamai KAMMI selama hampir 1,5 tahun. Posisi beliau sebagai Ketua Umum KAMMI Pusat tentunya telah memberikan sumbangsih begitu besar bagi gerakan KAMMI. Dan, sampai akhir masih terbukti jiwa kepemimpinan saudara Yuli, nampak saat beliau melakukan kesalahan ‘individual’ dan sebagai bentuk pertanggungjawaban, beliau mengundurkan diri. Selamat kepada saudara Febriansayah, S.P. yang secara definitif menggantikan sebagai Ketua Umum KAMMI Pusat, semoga dapat melakukan kinerja organisasi yang lebih sehat, progresif dan terjaga akuntabilitasnya.
Selanjutnya, selamat membaca !
Wassalamu’alaykum Wr. Wb.
[Amin Sudarsono]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar