28 Februari 2013
Menggagas Junta Pemuda*
Yang Lain dan Yang Tersembunyi*
Oleh: Bowo Sugiarto *)
Bagi Anda yang ingin mendapatkan gagasan-jadi tentang masa depan, visi-misi KAMMI atau semacamnya, mungkin akan kecewa bila membaca tulisan ini. Tulisan ini ingin memotret sisi lain KAMMI yang diduga keras tidak akan terekam dalam “sejarah resmi” KAMMI. Saya hanya ingin memunguti pecahan-pecahan dan retakan-retakan yang terhampar di sepanjang jalan sejarah. Dengan pecahan dan retakan itu, semoga kita bisa memahat sosok KAMMI yang “seindah warna aslinya.”
‘The Hidden Transcripts’
Sebut saja namanya Hanif. Beberapa waktu yang lalu ia didakwa oleh kawan seperjuangannya sebagai “tidak lagi sesuai manhaj”. Ia membawa Karl Marx dalam sebuah diskusi di kalangan aktivis KAMMI. Lebih dari itu ia tidak segan membantah pujaan hati kawan-kawannya, Sayyid Qutb. Ia bingung apakah harus marah atau kecewa.
Reposisi dan Daya Hidup KAMMI (2)
Muktamar KAMMI di Samarinda, 26 September 2004 hingga 2 Oktober 2004, menguak kesadaran visi intelektual profetik KAMMI untuk bangsa ini. Kesadaran intelektual profetik adalah daya bangkit bangsa ini dari keterpurukannya.
Melanjutkan ide sebelumnya dalam Reposisi dan Daya Hidup KAMMI (Republika, 4/9) tulisan ini ingin memaparkan planning and action strategic (strategi rencana dan strategi aksi) yang lebih jelas dan detail. Ide ini penulis pikir perlu dituntaskan segera sebagai manifestasi amanat Muktamar KAMMI di Samarinda sekaligus sebagai tugas sejarah yang harus dituntaskan oleh KAMMI untuk rakyat Indonesia.
Reposisi dan Daya Hidup KAMMI (1)
…Bahkan ada kelakar, kalau mau mengundang kader KAMMI diskusi, pakai saja undangan untuk aksi. Insya Allah ia akan datang diskusi…
Tidak mudah mengukur hidup matinya sebuah pergerakan. Sudah tabiat pergerakan untuk mengalami pasang surut. Sebagai bagian dari pergerakan Islam di Indonesia, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) memiliki peran yang besar dalam melakukan akselerasi perbaikan bangsa. Lalu bagaimana dengan kondisi internal pergerakan itu sendiri? Kemampuan melihat kelemahan akan dapat mendorong terciptanya perbaikan di sisi kelemahan itu. Tapi kesombonganlah yang biasanya membuat organisasi buta pada kelemahan diri karena merasa sudah hebat. Dan sebuah kesalahan besar jika kita menganggap diri tanpa cacat.
Menyongsong muktamar nasional di Samarinda 26 September hingga 2 Oktober 2004, sudah sepatutnya KAMMI melakukan repositioning terhadap daras gerakannya. Jika sejak kelahirannya tahun 1998 KAMMI mengandalkan demonstrasi sebagai basis gerakan maka sudah waktunya mengubah paradigma itu.
Dr. Abul 'Ala al-Madi: Menjadi Moderat adalah Pilihan yang Paling Berat
Abul-Ala Madi bergabung bersama Jama'ah Islamiyah (sebuah organisasi Islam berhaluan Jihadist, red) ketika ia baru menjadi mahasiswa di Fakultas Teknik, Universitas Minya, Mesir. Pada tahun 1979, ia pindah ke Ikhwanul Muslimin. Ia kemudian menjadi anggota, lalu Deputi Sekretaris Jenderal dari Perhimpunan Para Insinyur yang dikelola aktivis-aktivis Ikhwan. Ia kemudian mendirikan Partai Wasat pada tahun 1995 bersama aktivis-aktivis Ikhwan yang laoin. Ia mengajukan dua kali permohonan pendirian Partai Politik kepada Komite Partai Politik yang berhubungan langsung dengan Majelis Syura (parlemen, red), namun ditolak. Berikut wawancaranya dengan jurnalis Umayma Abdul Latif dari Harian Ahram pada tahun 1999.
Pejabat pemerintahan berulang-kali menyatakan bahwa partai politik berlatar belakang agama takkan diperbolehkan?
Ini adalah kebijakan klasik negara terhadap partai-partai religius. Saya ingin mengklarifikasi bahwa kami tidak ingin mendirikan sebuah partai agama per se. Kami sedang berbicara tentang sebuah partai sipil yang dengan referensi pandangan Islam. Ada dua interpretasi mengenai 'partai agama': Pertama, ia adalah partai teokratis yang menyerukan penegakan hukum-hukum agama, seperti di Iran, atau Kedua, ia adalah partai yang anggotanya berasal dari satu agama atau satu sekte dan menolak keanggotaan dari agama lain. Jika menggunakan premis ini, saya akan menyatakan menolak label partai agama. Harus diketahui secara lebih jelas bahwa Partai Wasat menggunakan dasar konsepsi 'kewarganegaraan' (citizenship).
Model Masa Depan Gerakan Muda Islam
oleh: Hermawan Eriadi *)
Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, semangat dalam merealisikannya, dan kesiapan untuk beramal serta berkorban dalam mewujudkannya. Keempat rukun ini, yakni iman, ikhlas, semangat dan amal merupakan karakter yang melekat pada pemuda. Karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertakwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora dan dasar amal adalah kemuan yang kuat. Hal itu semua tidak terdapat kecuali pada diri para pemuda. (Hasan Al-Banna)
KAMMI lahir sebagai ekspresi perlawanan terhadap rezim yang otoriter pada saat itu. Dengan basis utamanya Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang sudah marak di perguruan tinggi seluruh Indonesia. Selama ini, LDK lebih dikenal sebagai lembaga kerohanian Islam yang memfokuskan agenda kerjanya pada pembinaan keislaman dan dakwah di kampus.
Karenanya mereka memiliki semacam ‘otoritas moral’ di kampus untuk membicarakan moralitas dan keselamatan umat, meski terbatas geraknya karena lembaga kerohanian dan intra kampus. Sehingga bentuk perlawanan dapat diformulasikan dalam wujud yang lebih masuk dan berdaya tekan besar.
27 Februari 2013
KAMMI dan Pergerakan Mahasiswa Reformasi
oleh: Doni Riyadi *)
BERBEKAL semangat perubahan dan kesadaran sebagai bagian penting dari rakyat Indonesia, mahasiswa yang biasa menjadikan masjid kampus sebagai tempat berkumpul dan beraktivitas, tampil memperjuangkan nasib rakyat dan membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Terbentuk beberapa tahun lalu, bersamaan diselenggarakannya Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) se-Indonesia di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Malang, lewat deklarasi yang disebut Deklarasi Malang.
Dibentuknya KAMMI yang dalam waktu singkat mampu menggerakkan jaringan aksi simultan di seluruh Indonesia dengan jumlah massa luar biasa mencengangkan banyak pihak. Bahkan ada yang menganggap KAMMI adalah federasi atau gabungan dari berbagai lembaga kemahasiswaan.
Kekalahan Kaum Reformis di Tahun 2004
oleh: Yusuf Caesar *)
Sudah baca hasil poling kompas yang diumumkan di HU Kompas pada senin, 14 Juli 2003? Jika belum? bacalah dulu, ada sesuatu yang unik disana!
Ketertarikan masyarakat terhadap pemilu meningkat. Optimisme akan perubahan setelah pemilu meninggi. Meski para analis bicara tentang kecacatan UU Pemilu, Parpol dan Pilpres, meski para politikus amatiran membuat prediksi bahwa jumlah golput akan tinggi karena kekecewaan terhadap kinerja parpol-parpol.
26 Februari 2013
Transformasi Kaum Muda Islam Indonesia
oleh: Bramastyo Bontas Prastowo *)
ZAMAN yang berubah cepat kaum muda Islam di Indonesia sebagai yang terbesar, diminta untuk mengambil tindakan-tindakan yang bertendensi ke masa datang. Setiap kita diminta untuk melibatkan diri dalam suatu kelompok entitas, apakah kita sebagai entitas bangsa atau sebagai entitas kesadaran..
Semua hal tersebut menandakan bahwa ada sebuah persimpangan yang rumit di hadapan kita dan juga suatu pertaruhan yang melibatkan tidak hanya satu generasi saja dari bangsa ini, tetapi juga melibatkan mereka yang belum lahir dalam mimpi kita.
Menyegarkan KAMMI
oleh: Yons Achmad *)
Apa kiprah KAMMI untuk bangsa? Sebuah pertanyaan sederhana, namun pasti terasa sulit menjawabnya. Kenapa? Jelas, membaca perkembangan terkini, organisasi ini diakui atau tidak memang miskin kiprah. Barangkali kiprah terbesar organisasi ini hanya berada pada fase awal kelahiran yaitu ikut menurunkan rezim Soeharto.
Selepasnya, ibarat ada dan tiada. Mungkin pernyataan ini terkesan mengerdilkan dan mengecilkan kiprah KAMMI, tapi apa boleh buat, kenyataan memang demikian. Sebagai organisasi besar, setidaknya secara kuantitas (jumlah anggota), miskinnya kiprah ini menjadi tanda tanya besar, ada apa dengan KAMMI, kemana KAMMI selama ini?
Penerbitan Ulang Jurnal IBHAR Volume 2/Februari 2006!
Setelah menerbitkan volume pertama yang mengambil tema "Strategi dan Paradigma Baru Gerakan KAMMI", Jurnal IBHAR volume kedua mengambil "KAMMI dan Globalisasi" sebagai tema sentral. Kali ini, IBHAR menghadirkan beberapa analisis, dari Islam Politik, Globalisasi, hingga Student Government yang ditulis oleh kader-kader terbaik KAMMI DIY.
Untuk kepentingan pendidikan, Tim redaksi Jurnal KAMMI Kultural berinisiatif menerbitkan ulang Jurnal IBHAR volume kedua ini. Apalagi, perkembangan globalisasi yang kian tak terperi, sudah tidak lagi menggunakan 'negara-bangsa' sebagai medium dan langsung masuk ke lokus-lokus domestik, membuat globalisasi sudah semakin sulit ditangkis. Meminjam bahasa filsuf Slovenia Slavoj Zizek, 'Globalisasi' membuat kapitalisme sekarang sudah beroperasi tanpa jalur ideologi lagi, melainkan dengan mengeksploitasi 'hasrat' manusia dan menjadikannya konsumen utama dari kapitalisme global. Hasil survey Litbang Kompas beberapa waktu lalu mengafirmasi hal ini, dengan menyajikan kecenderungan konsumerisme kelas menengah Indonesia yang semakin kuat.
[IBHAR VOL. 2]"Student Government": Konsep, Fungsi dan Peran
“Aku ingin agar mahasiswa-mahasiswa ini menyadari bahwa mereka adalah “the happy selected few” yang dapat kuliah dan karena itu mereka harus juga menyadari dan melibatkan diri dalam perjuangan bangsanya.”
[Soe Hok Gie, Cacatan Seorang Demonstran]
Menjadi mahasiswa adalah sebuah tanggungjawab, kepada rakyat dan jatidiri mahasiswalah tanggungjawab itu dipertaruhkan. “Bukan mengatakan yang benar kepada kekuasaan.” (Edward W. Said, Peran Intelektual, 1998.) Paling tidak, posisi mahasiswa dan intelektual nantinya menjadi bagian penting dari perubahan peradaban yang “benar” (kata benar dimaksudkan menjadi kelompok kritis perubahan yang melawan bentuk-bentuk otoritas). Identitas mahasiswa, jika boleh digampangkan adalah jiwa perlawanan dan alternatif (lain daripada yang lain). Sebuah identitas yang sebenarnya patut dipertanyakan kepada pemiliknya, apakah jiwa perlawanan, kritis, pemberontakan, kritis terhadap kekuasaan dan kemapanan sudah tumbuh dan menjadi jiwa dan nurani mahasiswa? Jangan-jangan mereka hanya menjadi budak dan mesin-mesin pemikir langgengnya kekuasaan.
[IBHAR VOL. 2] Modifikasi Strategi Gerakan KAMMI di Era Demokratisasi
oleh: Edo Segara Gustanto1 dan Fatma M. A.2
Saat ini kita melihat perkembangan GM kurang memiliki posisi yang signifikan dalam proses penyelenggaraan good governance. Hal ini disebabkan para pelaksana pemerintahan kita yang semakin cerdik dan licik untuk melakukan treatment yang cukup cerdas terhadap gerakan mahasiswa (GM). Ini terbukti selama Pemerintahan ini dipimpin oleh SBY-Kalla kebijakan-kebijakan tidak populis dan tidak pro-rakyat bisa berjalan dengan mulus.
Ada upaya dari banyak kalangan pemerintahan yang paham betul dengan gerakan mahasiswa untuk membusukkan aksi-aksi gerakan dengan cara membiarkan saja teriakan mahasiswa di jalanan. Maka sudah selayaknya KAMMI sebagai salah satu instrumen demokrasi yang cukup penting dalam membangun proses good governance (tata pemerintahan yang lebih baik) harus melakukan upaya menata ulang kembali arah gerakan yang selama ini telah ada. Hadirnya tulisan ini mencoba menjawab tantangan KAMMI saat ini.
[IBHAR VOL. 2] Muslim Negarawan Sebagai Orientasi Kaderisasi KAMMI
oleh: Rijalul Imam, S. Hum *)
“dengan membangun tradisi berpolitik KAMMI pada prinsip politik moral berbasis nalar intelektual..."
Latar Belakang
Kelahiran KAMMI di era reformasi tidak muncul secara tiba-tiba. KAMMI adalah bagian dari rencana gerakan yang dibangun oleh arus kebangkitan Dunia Islam pada umumnya, dan secara khusus berangkat dari kegelisahan anak-anak muda muslim kampus di Indonesia. Perkembangan peran-peran umat Islam dalam perbaikan negara dan masyarakat semakin menuai hasil, terutama dalam pembentukan pandangan publik yang Islami. Indikasi ini nampak dari kecenderungan budaya Islam yang semakin bersaing dengan budaya Barat yang hegemonik, serta pengalihan wacana pengetahuan umum kepada paradigma Islam sebagai sistem keilmuan alternatif dari yang selama ini diterapkan dalam rangka memecahkan problematika kemanusiaan dan alam dalam perspektif yang lebih aplikatif dan holistik, begitu juga dalam realitas fakta sosial dan perkembangan konstelasi politik kehadiran gerakan Islam menjadi salah satu kekuatan bangsa yang diperhitungkan dalam mewujudkan Indonesia baru.
[IBHAR VOL. 2] Menakar Universalitas Tesis Fukuyama
oleh: Akhmad Adi Purawan, S.H.
SEJAK runtuhnya sosialisme sebagai idelogi, yang ditandai dengan runtuhnya negara sosialis Uni Sovyet, masyarakat modern di seluruh penjuru dunia mengerti bahwa perekonomian dunia saat ini tengah dijerat oleh pengaruh kuat tekanan ideologi liberal, ideologi kapitalis. Indikator pertumbuhan atau pergerakan ekonomi suatu Negara saat ini ditentukan oleh pengukuran kinerja oleh panel-panel ideologi tersebut seperti IMF, IDB, World Bank dan WTO. Institusi-institusi itulah yang bertanggung jawab atas penetapan pengukuran kinerja atau pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia.
Masyarakat dunia dalam suatu kawasan kemudian dibedakan menjadi negara maju (High Productivity and Technology Countries) dan negara miskin atau sedang berkembang (Underdevelopment Countries). Negara-negara yang terakhir digolongkan demikian karena mereka dianggap tidak memiliki kemampuan sumber-sumber ekonomi, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, ataupun sumber daya kapital (modal). Sementara instrumen dan indikator yang digunakan dalam tatanan globalisasi ditetapkan menurut standar negara-negara pusat ideologi kapitalis dunia. Kesenjangan pembangunan dan pertumbuhan sosial-ekonomi yang terjadi di negara-negara di dunia didasarkan atas penilaian menggunakan parameter berupa indikator tingkat produktivitas, skill administrasi dan penggunaan teknologi pada sektor produksi.
[IBHAR VOL. 2] Menikmati Globalisasi?
oleh: Bowo Sugiarto *)
GLOBALISASI, kisah Amer Al Roubaie, memang jargon yang tidak mudah untuk ‘ditangkap’. Ia setuju dengan Giddens bahwa Globalisasi “…merupakan proses yang rumit dan bukan merupakan suatu proses tunggal. Proses-proses ini juga berlangsung dalam model yang berlainan dan berlawanan.” Tapi tampaknya ia berusaha ‘menangkapnya’.
Dalam artikelnya ‘Globalisasi dan Peradaban Islam’, Al Roubaie menjelaskan globalisasi dalam konteks budaya dan ekonomi-politik sekaligus. Ia kelihatan begitu pesimistik dengan globalisasi ketika ia mendapatinya ‘…telah meminimalisir perlindungan terhadap budaya lokal melalui proses liberalisasi (swastanisasi) pasar dan perdagangan luas di banyak negara berkembang.’ Mungkin inti pesimisme Al Roubaie dapat kita temukan lewat pendapat Malcolm Waters yang ia kutip, yaitu ‘globalisasi adalah konsekuensi langsung dari ekspansi budaya Eropa yang melintasi seluruh planet ini..’
[IBHAR VOL. 2] Gerakan Islam Merebut Identitas Globalisasi
Oleh: Syarifudin *)
Identitas itu ibarat garmen | Ia dikenakan di atas diri kita yang bugil. (James Baldwin)
Cinta hadir melalui proses identifikasi. (Syarifudin)
BERBICARA globalisasi dan gerakan Islam, yang terlintas dalam benak Antum pertama bisa jadi kesan pertentangan dan pertarungan. Ada hitam dan ada putih. Tak ada wilayah abu-abu, karena menurut sebagian orang itu wilayah subhat dan jelas bid’ah dholalah-nya. Saya tidak ingin membicarakan itu, penulis lebih tertarik untuk membicarakan tema ini dalam konteks identitas.
Bagaimana perebutan identitas terjadi dalam lapangan kehidupan kita. Perebutan identitas itulah yang kemudian memproduksi banyak hal. Bagaimana kerinduan terhadap identitas terjadi dan menggerakkan hidup seseorang atau komunitas tertentu. Aktivitas manusia pun dapat ditarik ulur dalam wilayah pencarian identitas.
[IBHAR VOL. 2]Ketika Pendulum itu Bergeser ke Kanan: Demokrasi Liberal, Islam Politik dan Timur Tengah
oleh: Okta Undang Suhara, SIP
“Demokrasi adalah sistem yang paling buruk, masalahnya pada saat ini tidak ada yang lebih baik dari Demokrasi…”
[Sir Winston Churchill]
PEMILU Legislatif di Palestina tanggal 25 Januari 2006 yang lalu telah menghasilkan Hamas (Harakah al-Muqâwwamah al-Islâmiyah) sebagai pemenang Pemilu (dengan perolehan 57% kursi di legislatif). Sebelumnya, pada akhir Desember 2005, di Mesir, gerakan al- Ikhwan al-Muslimun (IM) dalam Pemilu legislatif—meskipun belum mampu menggeser rezim Hosni Mubarak—mampu mengantongi 88 kursi di parlemen. Suatu hasil yang cukup fantastis dibandingkan 17 kursi pada pemilu tahun 2000 yang lampau. Di belahan dunia yang lain, Pemilu di Iran, telah memenangkan Mahmoud Ahmadinejad yang kini telah melenggang sebagai Presiden Iran.
Dalam lanskap politik global, fenomena-fenomena ini tidak muncul secara tiba-tiba. Para tokoh atau kelompok-kelompok yang muncul sebagai pemenang pemilu tersebut adalah golongan yang selama ini dikenal sangat anti terhadap kebijakan politik luar negeri Amerika, dan pada umumnya, mereka ini berada pada kuadran yang sering disebut sebagai kubu Islamis atau Fundamentalis.
25 Februari 2013
[IBHAR VOL. 2] Iftitah
Assalamu’alaykum Wr. Wb.
Awal-awal tahun 2006 ini sepertinya menjadi tonggak baru bagi politik Islam di tingkat global. Januari kemarin, secara telak, Hamas dapat memenagkan Pemilu di Palestina dengan sangat fair dan suasana demokratis. Susul menyusul dengan unggulnya Ikhwanul Muslimin di parlemen Mesir dan makin garangnya Mahmoud Ahmadinejad untuk mengegolkan proyek teknologi nuklirnya di Iran.
Fenomena ini menjadi sangat menarik saat kita membaca tesis dua futurist yang berbasis “ilmiah” dan seringkali dirujuk para ilmuwan politik saat menyimak geliat politik global: Samuel P. Huntington dan Francis Fukuyama. Huntington mengetengahkan tesis The Clash of Civilization sementara Fukuyama memberi gong dengan ramalan The End of History. Benturan peradaban antara Barat dan Islam (plus Konfusianisme) akhirnya akan dimenangkan oleh sistem ideologi politik Demokrasi Liberal made in Barat sebagai sebuah akhir sejarah.
Shalat Zonder Mabuk: Sebuah Analogi Gerakan KAMMI
"..Adapun perbedaan semisal kita shalat tanpa qunut atau tidak, menggerakkan jari atau tidak, kesemuannya tak bisa menutupi keutamaan shalat berjamaah..."
Lahir dalam konstelasi sosial politik yang tak menentu, KAMMI justru menyedot perhatian publik diawal kemunculannya. Ya, KAMMI telah menemukan momentumnya dikala itu. Saat-saat dimana tribulasi kekuasaan begitu kencang terasa, KAMMI tampil mendobrak status quo dalam sejumlah agenda reformasinya.
KAMMI yang “mencemplungkan” dirinya dalam percaturan sosial politik di Indonesia, sungguh tak disangka-sangka sebagian kalangan. Mengingat genealogi KAMMI berasal dari Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang dikenal 'ketat' dalam ber-Islam, dan cenderung apolitis. Maka semakin menjadi tidak logis ketika KAMMI juga turut mengafirmasi sistem politik yang berlaku (demokrasi).
Sarasehan Nasional Intelegensia KAMMI: Sebuah Komentar
oleh: Adhe Nuansa Wibisono, SIP *)
Pegiat Komunitas KAMMI Kultural di Jakarta
Akhir Desember 2013, beberapa orang aktivis KAMMI berkumpul di Angkringan Pancoran, Jakarta Selatan. Acara kumpul-kumpul yang berawal dari chat via grup facebook ini kemudian melahirkan sebuah acara yang sempat menghangatkan dinamika gerakan KAMMI di tingkat nasional: sarasehan nasional Intelegensia KAMMI.
Saya hadir saat itu, sebagai salah satu penggagas. Awal mula diadakan sarasehan karena kami merasa ada sesuatu yang belum tuntas dalam pembahasan ideologi KAMMI. Banyak aktivis KAMMI di berbagai daerah yang tidak memahami ideologi secara utuh dan terkadang melihat KAMMI secara bias dan tidak jernih. Terutama, dalam pandangannya mengenai hubungan antara KAMMI dengan PKS.
Menggagas KAMMI (di) Surabaya: Catatan Jelang Muktamar
oleh: Gading Aurizki *)
"Persaudaraan adalah Watak Muamalah KAMMI..."
Di malam Kamis ini, izinkan saya untuk berbagi kegelisahan kepada kawan2 semua. Selama hampir 3 tahun di KAMMI, saya memandang bahwa ada tiga daerah yang menjadi basis KAMMI. Tanpa mengecilkan daerah2 lain, tiga daerah ini memang spesial dengan cirinya masing2.
Memahami "Ekstraparlementer": Paradigma Gerakan Politik KAMMI
Nurani Kami
MUNGKIN, pertanyaan yang paling sering menghantui banyak pihak sekarang, terutama pejabat dan aparat negara adalah pertanyaan di seputar aksi mahasiswa: kapan mereka berhenti, dan siapa yang berada di belakang mereka?
Sebenarnya, masih banyak tersimpan pertanyaan lain. Sebab, siapa yang menyangka bahwa mahasiswa yang telah didepolitisasi sedemikian rupa (selama dua dekade, red), tiba-tiba bangkit kembali, menjadi semacam gerakan politik yang mengancam eksistensi banyak pihak, khususnya penguasa?
Mencintai KAMMI dengan Sederhana
"Kami hanya ingin mencintai KAMMI dengan sederhana..."
-KAMMI Kultural-
Sepenggal kalimat itu nampaknya kini menjadi slogan manis khas KAMMI kultural yang katanya ingin 'mencintai KAMMI dengan sederhana'. Agaknya, kalimat itu bisa memiliki beragam makna yang dapat didefinisikan. Mendengar kalimat itu mengingatkan saya akan sepenggal puisi dari penyair ternama Sapardi Djoko Damono,
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana | dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu | Aku ingin mencintaimu dengan sederhana | dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
24 Februari 2013
KAMMI, Mahasiswa, dan Kebangkitan Islam
tulisan dimuat di "Wacana" Suara Merdeka, 26 Oktober 2004. Bisa diakses via http://www.suaramerdeka.com/harian/0410/26/opi04.htm
oleh: Imam Mardjuki *)
Begitu pula momentum kebangkitan di Indonesia, seperti kelahiran Budi Utomo 20 Mei 1908 sebagai fundamen pertama kebangkitan nasional, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, kemunculan Orde Baru 1966, serta Reformasi Mei 1998, semuanya dimotori oleh mahasiswa. Fakta sejarah inilah yang menjadikan mahasiswa sering dijuluki sebagai agent of change (agen perubahan) atau motor kebangkitan.
KAMMI dan Demokrasi: Menyambut Era Baru
oleh: Nana Sudiana *)
Berbicara tentang KAMMI saat ini, laksana berbicara tentang hilangnya sebuah bagian puzzle yang bernama demokrasi. Anehnya, siapapun tidak ada yang merasa kehilangan apa-apa. Ironis sekali.
Bergerak Tuntaskan Perubahan!
oleh: Mukhammad Najib *)
“Bergerak Tuntaskan Perubahan”, begitulah tema yang diusung pada Muktamar KAMMI kedua di Yogyakarta pada tahun 2000. Dulu para peserta Muktamar begitu semangat bahwa cita-cita perubahan yang dibawa pada saat reformasi 1998 akan bisa segera kita selesaikan. Saat ini, setelah hampir 11 tahun reformasi berlalu, perubahan itu belum juga tampak nyata. Korupsi masih saja merajalela, bahkan penyebarannya sampai ke daerah-daerah. Kemiskinan dan pengangguran terus bertambah, cita-cita hidup sejahtera terasa semakin jauh saja bagi sebagian besar anak bangsa.
Bergerak tuntaskan perubahan. Dulu saya juga sempat terhanyut oleh semangat heroik yang terkandung dalam kalimat ini. Namun, setelah lama saya renungkan kalimat itu rasanya memang kurang pas. Karena perubahan memiliki karakter yang dinamis dan terus bergerak. Sehingga tidak mungkin menemukan kata tuntas selama roda kehidupan ini masih berjalan. Perubahan akan terus nampak walau terkadang atau bahkan seringkali tidak memberi dampak.
Menggagas "Limited Group" di KAMMI (Sebuah Ikhtiar Merumuskan Masa Depan Gerakan)
"Jika antum bekerja untuk KAMMI, maka KAMMI akan hidup hari ini, tetapi jika antum berpikir untuk KAMMI, maka KAMMI akan hidup di masa depan.."
Berada di Mihwar Apa KAMMI Sekarang?
Oleh: Ahmad Rizky Mardhatillah Umar
Pegiat Forum Diskusi KAMMI Kultural
Ada satu pertanyaan menarik yang muncul pada sebuah forum diskusi yang suatu ketika saya ikuti bersama kader-kader KAMMI yang lain: berdasarkan teori Mihwar Gerakan KAMMI yang diajukan oleh Rijalul Imam (2010), sedang berada di mana KAMMI sekarang? Benarkah KAMMI sekarang sudah berada pada fase (mihwar) 'rekonstruksi' sebagaimana dihipotesiskan oleh Rijal? Apa buktinya bahwa KAMMI sudah sampai pada fase itu?
Pertanyaan itu sederhana, namun cukup membuat saya dan beberapa kawan berpikir. Jika KAMMI benar sudah mencapai fase 'rekonstruksi', yang berarti langkah gerak KAMMI lebih bersikap aplikatif, akan muncul pertanyaan: 'solusi' apa yang KAMMI tawarkan? Dan mengapa gerakan KAMMI masih mengandalkan aksi-aksi massa jalanan alih-alih forum diskusi yang lebih ilmiah?
23 Februari 2013
Quo Vadis Gerakan KAMMI?
Oleh: Rifadli Kadir
Pegiat Forum Diskusi KAMMI Kultural
Suatu ketika pada tahun 1970-an, ada seorang peneliti bernama James L. Peacock sibuk meneliti gerakan Muhammadiyah. Seperti kebanyakan antropolog, Peacock mencoba melihat Muhammadiyah secara holistik. Dia tidak saja melakukan penelitian kuantitatif –dengan mengukur karakteristik orang Muhammadiyah lewat sikap –tapi juga melakukan penelitian kualitatif.[1]
Dalam laporan penelitiannya Peacock melaporkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan pembaharuan Islam, yang berhasil memasukan semangat modernisasi pada masyarakat Indonesia. Muhammadiyah hadir untuk menjawab tuntutan zaman, karena saat itu Indonesia mengalami kekacauan sosial dan kultural. Muhammadiyah memberikan keteraturan, bagi para pengusaha yang yang tidak mengenal sistem rasional dalam membuat perencanaan. Dengan watak puritannya, Muhammadiyah berhasil melembagakan nilai keteraturan dan prestasi pada lingkungan internal mereka.[2]
Menafsir Prinsip Gerakan KAMMI*
Pegiat Forum Diskusi KAMMI Kultural
"Solusi Islam adalah Jiwa Perjuangan KAMMI..." (Prinsip Gerakan KAMMI)
Muqaddimah
Membicarakan prinsip gerakan KAMMI, sebenarnya akan sedang membicarakan tentang ideologi gerakan. Sebab kalau mau menarik akar historis KAMMI. Prinsip gerakan KAMMI sebenarnya semula disebut sebagai ideologi gerakan KAMMI.
Ideologi gerakan KAMMI lahir pada tahun 1999. Tepatnya pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Departemen Kaderisasi di Parung Bogor tanggal 9-15 Agustus 1999. Rakernas itu menyebut rumusan keenam konsep itu sebagai ideologi gerakan, sedangkan Muktamar III di Lampung tahun 2002 diganti menjadi prinsip gerakan.[1]
Jadi, rumusan terminologis awal dari prinsip gerakan adalah ideologi gerakan. Mengapa disebut sebagai ideologi gerakan? Tampaknya, terma itu dimuat untuk mengafirmasikan bahwa KAMMI bukanlah sebuah organisasi yang sekedar menghimpun basis dukungan sebanyak-banyaknya. Tetapi menghimpun dan mengkader para pendukung yang memiliki pemahaman, keyakinan dan komitmen terhadap prinsip-prinsip tersebut.[2]
Membangkitkan Posisi Tawar Gerakan KAMMI
Rijalul Imam, mantan Ketua Umum PP KAMMI, menulis bahwa ada enam mahawir gerakan KAMMI yang ditafsirkannya dari Prinsip Gerakan KAMMI. Saat ini, jika mengikuti logika dan periodesasi waktu yang dibuat oleh Akh Rijal, KAMMI sekarang masuk pada mihwar rekonstruksi, dengan mentransformasikan demokratisasi prosedural yang dianut oleh Indonesia saat ini menjadi demokratisasi substansial yang berorientasi pada kehendak rakyat (sesuai analisis Amin Fahrudin, red.)
Tidak dipungkiri bahwa dari masing-masing mihwar tersebut yang telah kita lewati hingga saat ini. Jika dikomparasikan dengan konsep mahawir ad-da'wah yang dipahami gerakan Tarbiyah, kita saat ini sudah mencapai mihwar muassasi dan insyaAllah sedang menyongsong mihwar daulah, terkandung di dalamnya berbagai amal siyasi, karena memang demikian adanya, bahwa amal siyasi tak dapat dipisahkan dari amal dakwah.
Hal tersebut di atas sesungguhnya sejalan dengan paradigma gerakan
Pemilu dan Gerakan Mahasiswa*
Agenda politik lima tahunan yang bernama Pemilu akan selalu menjadi sorotan dan kepentingan semua pihak, baik itu pada tingkatan infrastruktur politik apatah lagi di level suprastruktur politik, terutama partai politik. Pemilu merupakan indikator utama dalam negara yang menganut sistem demokrasi, sebab di sanalah rakyat mempunyai hak 'prerogatif' untuk menentukan siapa pemimpinnya melalui bilik suara. Maju mundurnya sebuah negara akan bisa dilihat dari kualitas Pemilunya, baik itu di tingkatan aturan legal, prosedural formal maupun itikad para pemain politik dalam bermain politik di pemilu.
Dengan demikian, Pemilu menjadi sangat penting. Dengan melihat kualitas pemilu kita bisa memprediksikan pemimpin seperti apa yang menjadi produk dari agenda rakyat tersebut, baik pemimpin di wilayah eksekutif maupun para wakil rakyat di legislatif.
22 Februari 2013
Masyarakat Madani sebagai Cita-Cita Gerakan KAMMI
Oleh: Rahman Toha Budiarto *)
Istilah "masyarakat madani" (Civil Society) sudah sering kita dengar, bahkan sering menjadi ‘jargon’ dalam tujuan suatu gerakan. Di KAMMI sendiri, yang baru melangsungkan Muktamar keduanya di Yogyakarta beberapa waktu lalu, terbentuknya masyarakat madani telah menjadi tujuan jangka panjang organisasi (sesuai hasil muktamar). Banyak persepsi dan definisi tentang istilah ini. Namun, dalam khazanah Islam, istilah ini diambil dari sebuah perjanjian antara nabi Muhammad (umat Islam) dengan umat lain di kota Madinah yang kemudian kita kenal dengan istilah 'piagam Madinah'.
Secara historis kondisi masyarakat madani terbentuk ketika Nabi Muhammad saw masih hidup. Namun, setelah beliau wafat kondisi ini tidak bisa dipertahankan. Hal ini dikarenakan perangkat (institusi, hukum, karakter pelaku) yang membentuk kondisi ini tidak mampu lagi mempertahankannya .
KAMMI dalam Politik Sjahrir: Sebuah Renungan
Pegiat Forum Diskusi KAMMI Kultural
“ Ia berjuang untuk Indonesia Merdeka, melarat dalam pembuangan untuk Indonesia Merdeka, ikut serta membina Indonesia Merdeka, tetapi ia sakit dan meninggal dalam tahanan Republik Indonesia yang merdeka. Bukankah itu suatu tragedi?” (Moh. Hatta dalam pemakaman Sutan Sjahrir 19 April 1966)
Politik Bung Kecil
“Houd je mond”(tutup mulutmu), kata itu diucapkan Sjahrir kepada Soekarno saat bernyanyi dengan keras di kamar mandi. Sontak Soekarno marah, “walaupun di pembuangan saya tetap seorang Presiden”. Saat di pembuangan bersama Soekarno dan Hatta itu, Sjahrir telah menunjukkan perbedaannya terhadap Soekarno. Beberapa tahun kemudian sikap berbeda para founding fathers itu muncul dalam perbedaan mengelola negara, perbedaan yang sangat jauh dalam mendefinisikan demokrasi. Tiga kali Sjahrir menjadi perdana menteri Indonesia hingga akhirnya digantikan oleh Amir Syarifudin. Kehidupan Sjahrir berakhir sebagai tahanan politik akibat beroposisi terhadap pemerintahan Soekarno atas demokrasi terpimpin-nya.
Menyambung Lidah Masa Depan KAMMI
Identifikasi tersebut bisa dilakukan dengan melakukan penjelasan terhadap peran KAMMI, agar KAMMI mampu mengidentifikasikan 'diri'-nya secara lebih cermat. Peran KAMMI tersebut dapat dibagi ke dalam tiga pilar penting :
Memahami Jati Diri KAMMI
Oleh: Sofistika Carevy Ediwindra *)
KAMMI itu apa? Mungkin ini menjadi salah satu pertanyaan yang menggeret gerbong pembicaraan diskusi yang berlangsung hari ini (kemarin, red). Diskusi bertemakan Genealogi KAMMI sebagai Gerakan Perlawanan terhadap Kapitalisme Represif Orde Baru ini merupakan awalan dari rangkaian diskusi menyongsong Sarasehan Intelegensia KAMMI 15-17 Maret mendatang di Jakarta.
Beragam pertanyaan menyeruak dalam subjektif pandang saya. Apakah pertanyaan ‘KAMMI itu apa’ relevan untuk dipertanyakan? Apakah dengan menanyakannya berarti kita (KAMMI) belum memiliki identitas jelas, mantap, dan menapak? Apa pula makna ‘genealogi’ yang menjadi tema perbinangan hangat? Apa tujuan 'sarasehan KAMMI' yang diklaim sebagai komunitas kultural ini? Gerakan apa KAMMI kultural itu? Apakah ia sebentuk Gerakan perlawanan, perubahan, atau penghancuran? Ke mana arah gerak komunitas ini?
21 Februari 2013
Akses Gratis! Jurnal IBHAR – Vol. 1/Januari 2006
Jurnal IBHAR diterbitkan di bawah naungan Departemen Kajian Strategis KAMMI Daerah Istimewa Yogyakarta (2004-2006). IBHAR adalah sebuah media yang dimaksudkan sebagai wasilah transfer gagasan, program dan kebijakan KAMMI. Kata Ibhar berasal dari kata bahasa Arab yang berarti navigasi. Dengan menggunakan nama ini, diharapkan ada penuntun arah yang tepat dan benar-benar strategis bagi KAMMI ketika harus bersikap terhadap realitas sosial masyarakatnya.Jurnal ini sempat terbit sebanyak dua penerbitan (VOL.1 dan VOL. 2 Tahun 2006) dan satu penerbitan yang belum selesai karena pergantian kepengurusan KAMMI DIY.
[IBHAR VOL.1] Menjadi Lebih dari Soe Hok Gie
Oleh: Akbar Tri Kurniawan *)
“Kalau ingin bebas, kita harus melawan,” satu petikan kata yang terucap dari mulut Soe Hok Gie dalam film Gie. Menarik membicarakan film ini, dan saya kira masyarakat akan terbelah beberapa faksi dalam memandang film ini. Saya meleburkan diri menjadi bagian dari salah satu faksi, yaitu dari sudut pandang saya sebagai aktivis KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).
Patutlah kita ucapkan terimakasih kepada seluruh tim pembuat film Gie ini, karena penonton akan lebih memiliki imajinasi mengenai aktivitas seorang aktivis mahasiswa, meskipun imajinasi tersebut banyak terpengaruh dengan alur cerita dalam film Gie. Namun cukup bagi saya, bahwa aktivitas aktivis mahasiswa yang diperankan dapat mewakili aktivitas mahasiswa yang otentik, yaitu melawan, membaca, menulis, berdiskusi, nonton film lalu membedahnya, demonstrasi, tapi—maaf—tidak untuk berciuman (sekali lagi ini sudut pandang saya sebagai aktivis KAMMI).
[IBHAR VOL. 1] Senthong Suwung: Sebuah Ekspresi dalam Kosong
Marilah mulai berbareng berfikir, tanpa membuka lembar demi lembar buku berjudul Gerakan Perlawanan Dari Masjid Kampus, tanpa bernostalgia panjang tentang kemenangan masa 1998 lampau, tanpa senyum bangga sebagai salah satu subjek pengguling tirani. Tutup dan putuskan semua kenangan itu, beranjak memasuki senthong suwung pikiran kita. Ruang yang hanya sisi objektif yang menjadi penghuninya.
Terlampau sering memang; kritik, masukan, saran, kecaman, dari pihak manapun juga melayang masuk di atas meja barisan pegiat gerakan mahasiswa yang baru berumur pendek ini. Entah membangun ataupun tidak, diterima atau tidak, menjadi bahan refleksi ataupun tidak. Satu hal yang jelas, tidak pernah gerakan ini berjalan begitu saja, ibarat melaju mulus di atas jalan tol baru, tanpa kritik, pujian, kecaman atau apapun namanya itu. Anehnya, kritikan yang persis sama bisa terus bertahan lama dari tahun ke tahun tanpa perubahan substansi. Hanya person, redaksi, waktu dan tempat munculnya yang berubah. Apakah disebabkan kompleks dan bertumpuknya permasalahan yang ada, atau panjangnya deretan program kerja yang mesti diselesaikan, atau bisa jadi memang belum terfikirkan formula untuk menjawab beragam kritikan yang terungkapkan.
[IBHAR VOL.1] Belajar dari Risalah Muktamar Keenam Ikhwanul Muslimin
Keputusan untuk mendirikan gerakan senantiasa membutuhkan syarat yang berat. Syarat yang pertama ia harus mempunyai ideologi yang jelas. Ideologi adalah ruh bagi sebuah organisasi. Ideologi merupakan gambaran bagaimana tampilan organisasi tersebut bagi pihak lain, dan bagaimana ia berbeda dengan organisasi yang lain.
Syarat yang kedua adalah punya penggerak yang visioner. Penggerak—sang pencipta dan pengejawantah ideologi—adalah sebuah jaminan bahwa gerakan (dan ideologinya) adalah layak untuk hidup dan dipandang. Sehingga orang yang nekad mendirikan sebuah gerakan harus menyediakan diri dan hidupnya, serta menahan diri untuk tetap bertahan dan tegar, plus satu lagi memberikan energi bagi gerakannya.
[IBHAR VOL. 1] Strategi Kebudayaan KAMMI: Risalah Rekonstruksi Ideologi Gerakan KAMMI
Berikan aku seratus pemuda, dan aku akan merubah dunia dengannya
[Soekarno]
Sejarah bangsa adalah sejarah pemudanya
[Hasan al-Banna]
Dalam gerakan mahasiswa kita mendapatkan potensi-potensi yang dapat dikualifikasikan sebagai modernizing agents. Praduga bahwa di kalangan mahasiswa kita semata-mata menemukan transforman sosial berupa label-label penuh amarah, tetapi juga ada kenyataan bahwa dalam gerakan mahasiswa ini terdapat pahlawan-pahlawan damai yang dalam kegiatan pengabdiannya terutama didorong oleh aspirasi-aspirasi murni dan semangat yang ikhlas.
Dalam kehidupan gerakan mahasiswa terdapat adagium patriotik yang bakal membius semangat juang lebih radikal. Semisal, ungkapan “menentang ketidakadilan dan mengoreksi kepemimpinan yang terbukti korup dan gagal” lebih mengena dalam menggugah semangat juang agar lebih militan dan radikal. Pelbagai cara yang mahasiswa gunakan untuk mendukung dalam melawan kekuasaan, seperti; petisi, unjuk rasa, boikot atau pemogokan, hingga mogok makan. Dalam konteks perjuangan memakai senjata-senjata yang demikian itu, perjuangan gerakan mahasiswa—jika dibandingkan dengan intelektual profesional—lebih punya keahlian dan efektif, jaringan komunikasi antar mahasiswa lebih aktif (teori snow bowling).
Alasan utama menempatkan mahasiswa beserta gerakannya, lantaran kepeloporannya sebagai “pembela rakyat” serta keperduliannya yang tinggi terhadap masalah bangsa dan negaranya yang dilakukan dengan jujur dan tegas. Walaupun memang tak bisa dipungkiri, faktor pemihakan terhadap ideologi tertentu turut pula mewarnai aktivitas politik mahasiswa yang telah memberikan konstribusinya yang tak kalah besar dari kekuatan politik lainnya.
[IBHAR VOL. 1] Tantangan Masa Depan dan Budaya KAMMI: Pengantar tentang Pijakan Fundamentalisme-Rasional
Oleh: Yusuf Maulana*)
Apa yang membedakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dengan gerakan-gerakan mahasiswa lainnya, baik yang bercorak nasionalis ataupun islamis?
Bila ditanyakan ke masyarakat, jawaban atas pertanyaan di atas barangkali akan lebih banyak memunculkan hal-hal yang lebih tampak dalam diri aktivis KAMMI—cara berbusana, bergaul, atau selera konsumsi makanan dan hiburannya. Bagi masyarakat yang sering menyimak media massa, KAMMI dilekatkan dengan demonstrasi. Jawaban dari kalangan aktivis, baik yang berasal dari mahasiswa, partai ataupun lembaga swadaya masyarakat (LSM), KAMMI adalah wakil gerakan Islam puritan; perpanjangan politik sebuah partai; masif dalam berdemonstrasi; kurang menguasai dunia intelektual.
[IBHAR VOL. 1] Dr. Tariq Ramadan: Menyatukan Identitas Barat dan Islam
Diolah oleh: Tim Redaksi |
Saat datang ke Jakarta pada tahun 2003, lelaki ini bercerita tentang masa kecilnya. “Kehidupan kami sangat sulit di pengasingan. Ayah saya meninggalkan Mesir karena tekanan Gamal Abdul Nasser—presiden Mesir ketika itu—pada tahun 1954 menuju Damaskus, lalu ke Lebanon, kemudian ke Eropa. Tadinya ayah memilih London, tapi kemudian akhirnya tiba di Swiss (1958) di mana masyarakat Muslimnya masih sangat sedikit.
Saya merasakan langsung betapa berat tantangan yang dihadapi iman ayah saya di lingkungan Barat. Alhamdulillah, tiga tahun setelah bermukim di Swiss berdirilah Islamic Center dibantu pemerintah Arab Saudi. Waktu itu ayah berhubungan baik dengan Mohammad Natsir.
[IBHAR VOL. 1] Profil Intelektual Profetik: Elaborasi Filosofis-Quranik Paradigma Gerakan KAMMI
Oleh: Rijalul Imam*)
Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” [QS. al-An’am: 44]
Tulisan ini mencoba mengelaborasi sedikit profil intelektual profetik. Dimungkinkan ada padanan kata intelektual profetik yang dimaksud KAMMI dengan apa yang sudah digariskan al-Qur’an. Biasanya istilah intelektual disamakan dengan istilah pemikir (thinker) atau ilmuwan (scientic) padahal ada perbedaan mendasar antara intelektual dengan pemikir dan ilmuwan.
[IBHAR VOL. 1] Mengapa KAMMI Harus Lahir ?
“Semua ideologi yang berorientasi pada strategi revolusi, menganggap pemuda sebagai tenaga paling revolusioner yang telah dan terjadi di seantero dunia ini”
[Fathi Yakan]
TUJUH tahun yang lalu, tepatnya tanggal 29 Maret 1998, dibacakanlah Deklarasi Malang sebagai proklamasi kelahiran sebuah organ gerakan mahasiswa muslim yang baru, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Pembacaan dilakukan oleh Fahri Hamzah, yang kemudian didaulat menjadi ketua pertama dengan didampingi Haryo Setyoko sebagai sekretaris umum. Peristiwa bersejarah itu kemudian diabadikan sebagai hari milad KAMMI.
KAMMI muncul sebagai salah satu kekuatan alternatif mahasiswa yang berbasis mahasiswa muslim dengan mengambil momentum pada pelaksanaan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) X se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang. Acara ini dihadiri oleh 59 LDK yang berafiliasi dari 63 kampus (PTN-PTS) di seluruh Indonesia. Jumlah peserta keseluruhan kurang lebih 200 orang yang notabenenya para aktivis dakwah kampus.
[IBHAR VOL.1] Iftitah
Bismillah. Kata itu memang mengandung sebuah kekuatan spiritual yang mampu mencipta sebuah ledakan besar. Kata itu juga menjadi sebuah deklarasi penyandaran total sisi kelemahan manusia pada kemahakuasaan Tuhan, sebuah pernyataan pasrah sekaligus penuh optimisme. Tuhan memerintahkan saat menurunkan ayat pertama Quran: Iqra, bismi Rabbikalladzi khalaq! Dengan asma Rabb, maka manusia tahu hakikat kemanusiaannya.
Dengan menyebut kata itu pula, kami (berani untuk) mencoba melangkahkan kaki saat akan menerbitkan (semacam) jurnal ilmiah ini. Kami yakin bahwa, perjalanan sejauh apapun selalu harus dimulai dengan sebuah langkah mantap. Jurnal ini semoga bisa menjadi sebuah langkah awal membangun dialektika intelektual dalam tubuh gerakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia yang disinyalir memiliki kelemahan dalam hal konsepsi intelektual. Sekaligus melanjutkan—dan menajamkan—salah satu Paradigma Gerakan KAMMI, yaitu Intelektual Profetik.
20 Februari 2013
Undangan Seri Diskusi Ideologi #2
Mari Berdiskusi!
Forum Diskusi KAMMI Kultural kembali hadir dengan:
"Seri Diskusi Ideologi KAMMI #2"
Membedah Prinsip Gerakan KAMMI
bersama Zulfikhar (Ketua KAMMI UMY 2011-2012)
Tempat: sekretariat KAMMI Komisariat UII (Jl. Kaliurang Km. 12 Candi Karang, Sariharjo, Sleman Sabtu, 23 Februari 2013 pukul 15.30-selesai
Karena solusi Islam adalah tawaran perjuangan KAMMI....
SEGERA HADIR: Penerbitan Ulang Jurnal IBHAR KAMMI DIY
"An idea is like a virus, resilient, highly contagious...." (Inception, 2010).
Sebagai sebuah gerakan yang telah men-tanfidz-kan dirinya sebagai "Gerakan Intelektual Profetik", KAMMI mesti memiliki karya. Sederhana, namun mencerminkan "isi kepala" para penggiatnya. Karya dalam bentuk tulisan menjadi pilihan yang sangat strategis untuk diambil, karena membawakan ide, gagasan, serta pemikiran dan 'menyimpannya' secara lebih awet. Sejarah selalu mencatat apa yang tertulis. Maka, mendokumentasikan hasil-hasil tulisan atau diskusi menjadi sangat penting.
Beberapa gerakan mahasiswa terkenal dengan publikasi media pemikirannya. Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) sempat terkenal dengan Majalah "Mahasiswa Indonesia"; PMII Sleman sampai sekarang dikenal sebagai produsen wacana kritis dengan penerbitan Jurnal "Tradem" (Transformasi Demokratik) yang diolah sejak tahun 2001. Muhammadiyah punya "Suara Muhammadiyah", sementara PKI dulu dikenal dengan terbitan "Harian Rakjat".
Bagaimana dengan KAMMI? Pada tahun 2004-2006, KAMMI DIY pernah menerbitkan seri Jurnal IBHAR yang memuat analisis dan refleksi pemikiran kader-kader KAMMI. Ibhar dalam Bahasa Arab berarti "Navigasi". Sesuai harapan para pengelolanya, Jurnal ini bisa menjadi navigasi dialektika kader-kader KAMMI dan menuntun arah gerakan KAMMI dalam menyelami realitas sosial politik yang ada.
Muslim Negarawan Dalam Gugatan
"...what could be closer to the Islamic teaching that man is created to seek perfection and final spiritual beatitude through intellectual and spiritual growth" (Syed Hossein Nasr)
Iftitah
Demokrasi era kontemporer memunculkan makna yang begitu panjang tentang sejarah peradaban manusia modern. Munculnya Islam dan Demokrasi menuntut Islam sebagai peradaban tandingan bagi Barat untuk lebih progresif memenangkan pertarungannya dalam memberi perbaikan bagi kehidupan manusia. Pada dasarnya Barat adalah bentuk peradaban manusia yang lebih bermuara pada antroposentrisme[2] (nilai-nilai yang hanya berdasar pada kebenaran manusia). Otoritas agama Kristen dan Yahudi di Barat sudah tidak genuine (murni) lagi untuk dijadikan platform gerakan perlawanan karena fakta yang terjadi, dua agama samawi tersebut telah tunduk pada Kapitalisme Globlal. Maka Islam seharusnya tidak perlu menjadi “Post-Islamisme”, sebagaimana paham-paham lain cenderung melakukan bentuk “post” [3]sebagai bagian perbaikan dalam bentuk kesalahan dan kecacatan gerakan. Islam adalah tata nilai yang sempurna yang berdasar pada nalar wahyu dan manusia dihadirkan untuk memimpin bumi dengan ajaran-ajaran Islam (konteks substansi bukan simbol).
19 Februari 2013
Dan Revolusi Diukir dari Kata-Kata...
oleh: Wurianto Saksomo, SH*
Beberapa gerakan mahasiswa anti kemapanan yang menyuarakan tuntutan di hadapan penguasa seringkali membawa korban, dan korban paling besar seringkali dialami oleh mahasiswa itu sendiri. Bentrokan dan perlawanan secara fisik menghiasai aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mereka. Pukulan, tendangan, lemparan bom molotov, pembakaran ban bekas, perusakan pagar kantor, adalah bentuk-bentuk resistensi untuk menghadapi tindakan represif aparat keamanan yang dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah, bukan lagi alat negara.
Peristiwa di lapangan Tiananmen, Cina yang dipelopori oleh para mahasiswa diakhiri dengan penumpasan berdarah. Oleh penguasa komunis aksi mahasiswa dalam peristiwa ini dinamakan sebagai pemberontakan kontra-revolusioner. Sampai sekarang tidak diketahui angka pasti korban yang jatuh dalam peristiwa tersebut. Sementara beberapa yang lain mengasingkan diri dan melarikan diri ke luar negeri menghindari kejaran brutalnya aparat di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping. Beberapa yang lain terpaksa menginap di balik jeruji besi termasuk Wang Dan, seorang mahasiswa Muslim, yang akhirnya dibebaskan.