2 Maret 2013

Berpikir Adil, bukan Kerdil!

Oleh: Ali Akbar Hasibuan *)

Pegiat Forum Diskusi KAMMI Kultural

Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalgi dalam perbuatan” (Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia).

aliakbarSUDAH 15 tahun organisasi mahasiswa bernama KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) ikut andil dalam sejarah perjalanan republik Indonesia, organisasi yang lahir dari pertemuan FSLDK ini, secara perlahan sudah berani menunjukkan eksistensinya dijagat kemahasiswaan. Terlihat dari mengguritanya organisasi ini lahir diberbagai kampus, baik yang negeri maupun swasta.

Pertumbuhan secara masif ini memang harus diapresiasi, apa lagi dengan adanya beberapa tokoh yang sudah ‘mencuat’ kepublik, yang lahir dari rahim KAMMI, seperti Fahri Hamzah (Anggota DPR RI, ketua KAMMI 1998 ), Andi Rahmat (Anggota DPR RI, ketua KAMMI 2000), padahal untuk ukuran sebuah organisasi KAMMI terbilang masih ‘remaja’, baru menginjak masa akil baligh.


Berbeda dengan organisasi seperti HMI, PMII, GMKI, PMKRI yang telah lebih dahulu memproklamirkan diri sebagai sebuah organisasi mahasiswa. Tapi pertumbuhan ini, seharusnya menjadi bahan bacaan bagi orang-orang yang berada distruktur KAMMI, untuk memperbaiki pemikiran para kader, sehingga kader menjadi orang yang berpengaruh di komunitasnya (Non-KAMMI). Menurut saya ada beberapa yang harus dikritisi atau diperbaiki pada pemikiran ‘segelintir’ kader KAMMI.

Pertama dakwah, dalam paradigma gerakan KAMMI telah ditulis dengan jelas bahwa KAMMI, salah-satunya merupakan organisasi dakwah ketauhidan (baca: Pradigma), bagi saya dakwah bukan hanya dilakukan secara struktur, seperti dengan kajian-kajian, MK Khos, MK Klasikal dan lainnya, tapi seharusnya para kader sudah berani terjun langsung kedunia orang-orang hedon, saya menyebutnya dengan ’Dakwah kultural’, dimana orang lain tidak mengetahui bahwa nilai-nilai Islam telah sampai kepadanya melalui kita dengan tidak membawa-bawa nama KAMMI. Ini bisa dilakukan apabila kader sudah berani melepaskan dapur KAMMI-nya dengan bergabung dengan teman-taman gerakan lainnya, tentunya secara kultural bukan secara struktur.

Jujur adanya saya tidak pernah melihat kader KAMMI (khususnya UIN SUKA) berada ditempat yang biasanya dipenuhi oleh mahasiswa (tempat nongkrong di kampus), padahal tempat-tempat seperti ini merupakan tempat yang strategis untuk digaraf sebagai pembuktian bahwa, organisasi KAMMI bukan kumpulan orang-orang eksklusif.

Kedua kesakralan terhadap seseorang, gerakan KAMMI merupakan gerakan tarbiyah, dengan meng-induk kepada Ikhwanul Muslimin, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana yang mengadopsi tarbiyah sebagai gerakan bukan hanya KAMMI? masih banyak yang lainnya. Tentulah ada beberapa kesamaan dari segi kegiatan maupun pemikiran. Tapi yang menjadi salah bagi saya adalah apabila kader KAMMI sudah menyakralkan seseorang karena alasan ‘kakak seperguruan’ dengan simbol tarbiyah. Sehingga yang terjadi adalah, kita tidak bisa melihat kesalahan yang dilakukan seseorang karena akibat dari penyakralan tersebut. Seperti kasus yang menjerat Lutfi Hasan Ishaq (kasus impor sapi). Seolah beberapa kader KAMMI menempatkan LHI sebagai orang yang tidak akan pernah salah, yang tidak akan pernah tergoda dengan uang. Apalagi kita di’buali’ dengan kata konspirasi yang tidak bisa dibuktikan atau belum bisa dibuktikan. Penempatan PKS sebagai organisasi langit yang lepas dari kesalahan dan kekurangan, bagi saya adalah sebuah pembodohan pemikiran, padahal jamak kita ketahui bahwa PKS adalah organisasi bumi yang mungkin orang-orangya hendak mencapai syurga.

Ketiga bukan yang paling benar, Ikwanul Muslimin bukanlah satu-satunya gerakan Islam lintas negara yang sekarang sudah mendunia, tapi banyak lagi gerakann-gerakan lainnya seperti Hizbut Tahrir, Jama’ah islamiyah, Majelis Tabligh dan banyak lainnya. Dengan keberagaman jama’ah ini yang tujuannya sama-sama Islam, menandakan bahwa kebenaran dan cita mulia bukan hanya ada pada Ikhwan sebagai induk KAMMI. Difasei ini seharusnya kader sudah selesai, sehingga dengan mudah untuk berinteraksi dengan orang-orang lain diluar jama’ah Tarbiyah.

KAMMI dan Romantisme Ikhwan

Kemunduran umat islam saat ini, bukanlah semata-mata karena pembakaran buku-buku di Baghdad oleh tentara Mongol, sehingga umat Islam tidak memiliki panduan untuk pembelajaran. Padahal kalau kita berbicara keilmuan tempat transit ilmu yang disebut dengan Baitul Hikmah telah ada didua kota besar, yakni Damaskus (translete dari Latin ke Arab) dan di Andalusia (translete dari Arab ke Erofa). Salah seorang pemikir barat mengatakan, bahwa kemunduran umat Islam sekarang ini ialah karena faktor romantisme masa lalu, yaitu membangga-banggakan masa lalu yang telah berhasil menguasai sepertiga dunia. Sehingga yang terjadi adalah kemalasan untuk bergerak dan berjuang karena masa kejayaan seperti itu telah pernah dicicipi.

Jika sebagian umat Islam terlena dengan kejayaan masa lalu, tidak semestinya para kader KAMMI amini dengan melakukan perbuatan yang sama. Seharusnya realita seperti ini menjadi semangat para kader untuk sebuah kemenangan, karena kader KAMMI dan para penerus KAMMI menjadi perebut kemenangan yang hanya akan KAMMI persembahkan untuk Islam (Kredo kelima).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar