Adhe Nuansa Wibisono, S.IP[1]
Kajian Terorisme dan Keamanan Internasional FISIP UI
Anggota Biasa KAMMI
Penilaian dengan Hati
Apa
yang membuat arahan kerja-kerja organisasi dapat menjadi terukur dan
terarah? Pikiran kita kemudian beralih kepada visi, sebuah organisasi
dibentuk atau didirikan dengan sebuah visi besar yang menyertainya. Jika
kita berbicara sebuah visi gerakan lalu bagaimana caranya kita dapat
mewujudkan visi gerakan itu menjadi sesuatu yang dapat diterapkan,
kemudian dapat diukur secara rigid dan mendetail? Pada mulanya penulis
melihat adanya suatu kegamangan yang terlihat pada organisasi KAMMI,
tepatnya pada level struktur kepengurusan Pusat. Ketika itu pada bulan
maret 2011, di kota Banda Aceh, penulis dan kawan-kawan dari KAMMI
Daerah Sleman dan KAMMI Wilayah Yogyakarta menghadiri Muktamar VII
KAMMI.
Saat itu proses muktamar mulai memasuki masa-masa
penilaian Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Pusat (LPJ PP) KAMMI.
Keanehan mulai dirasakan ketika para muktamirin harus memberikan
penilaian kepada kinerja kepengurusan Pusat kala itu, satu pertanyaan
kemudian mengemuka, “bagaimana mekanisme melakukan penilaian LPJ PP
KAMMI?”. Terjadi keriuhan diantara muktamirin menanggapi pertanyaan
tersebut, muncul banyak opsi untuk melakukan penilain terhadap LPJ
tersebut. Sampai-sampai ada guyonan, “sebaiknya kita melakukan penilaian
dengan hati saja, jadi antum menolak atau menerima LPJ tersebut
berdasarkan penilaian subyektif delegasi daerah”.
Sebenarnya
penyebabnya sederhana saja, penulis melihat mengapa para muktamirin
mengalami kebingungan dalam melakukan penilaian LPJ, dikarenakan tidak
adanya suatu mekanisme penilaian yang baku yang ditetapkan dalam sebuah
indikator-indikator keberhasilan yang parameter penilaiannya bersifat
kuantitatif, dengan angka-angka yang bisa diukur. Problem ini pun
disadari juga oleh delegasi daerah dan wilayah KAMMI Yogyakarta yang
kemudian memberikan usulan bahwa LPJ ini harus dinilai dengan sebuah
indikator kuantitatif yang terukur dan kemudian diberikan persentase
keberhasilan. Akhirnya usulan itupun diterima oleh para muktamirin dan
menjadi alat ukur yang digunakan dalam proses penilaian LPJ tersebut.
Pada
saat itu Pengurus Pusat KAMMI Periode 2009-2011 telah melakukan suatu
perumusan Panduan Kerja Nasional (PKN) yang telah mencakup beberapa
bidang bahasan seperti : Organisasi, Kaderisasi, Jaringan Gerakan,
Sosial Politik dan Administrasi Keuangan. Pembahasan yang cukup detail
juga terdapat dalam poin, “Terbinanya kader baru sejumlah 10.000 AB 1,
5000 AB 2, 2000 AB 3”, “terciptanya 10 KAMMI Wilayah, 50 KAMMI Daerah,
275 Komisariat”[2], “Terbentuknya Tim Pengkader di semua level”, dan
“Terbitnya buku manhaj kaderisasi”.[3] Walaupun masih banyak ditemui
beberapa poin yang sifatnya cukup normatif dan agak kesulitan jika kita
akan melakukan suatu pengukuran yang sifatnya kuantitatif, seperti
terdapat dalam poin, “Terlibat aktif dalam interaksi antar gerakan
mahasiswa”, “Membangun tradisi intelektual dengan menumbuhkan tradisi
membaca, menulis, dan diskusi di kalangan kader”, dan “Memulai
impelementasi distribusi fungsi struktural dengan rapi”.[4]