25 Februari 2013

Sarasehan Nasional Intelegensia KAMMI: Sebuah Komentar





oleh: Adhe Nuansa Wibisono, SIP *)

Pegiat Komunitas KAMMI Kultural di Jakarta





GambarAkhir Desember 2013, beberapa orang aktivis KAMMI berkumpul di Angkringan Pancoran, Jakarta Selatan. Acara kumpul-kumpul yang berawal dari chat via grup facebook ini kemudian melahirkan sebuah acara yang sempat menghangatkan dinamika gerakan KAMMI di tingkat nasional: sarasehan nasional Intelegensia KAMMI.

Saya hadir saat itu, sebagai salah satu penggagas. Awal mula diadakan sarasehan karena kami merasa ada sesuatu yang belum tuntas dalam pembahasan ideologi KAMMI. Banyak aktivis KAMMI di berbagai daerah yang tidak memahami ideologi secara utuh dan terkadang melihat KAMMI secara bias dan tidak jernih. Terutama, dalam pandangannya mengenai hubungan antara KAMMI dengan PKS.


Melalui acara sarasehan ini, kami berharap adanya pandangan yang jernih dan utuh mengenai independensi KAMMI sebagai gerakan mahasiswa. Tak ada alasan khusus mengenai pemilihan waktu. Karena kebetulan bertepatan dengan momentum liburan dan semua menyepakati, dipakailah hari sabtu-ahad, 22-23 Februari 2013.

Di sisi lain, forum ini juga menjadi momentum awal pemaknan kembali ideologi bagi gerakan KAMMI, di mana kami berharap setelah adanya sarasehan yang juga bisa dimaknai sebagai gerakan refleksi maka akan ada perbaikan bagi gerakan KAMMI ke depannya.




Penggagas acara sarasehan ini adalah beberapa orang yang berdiskusi di grup facebook Pengurus KAMMI Se-Indonesia mengenai stagnasi ideologi yang terjadi di dalam tubuh gerakan. Para penggagas menyepakati perlunya revitalisasi pemikiran dalam KAMMI itu sendiri.

Beberapa orang yang sangat aktif mengawal pembicaraan ini adalah Syamsudin Kadir (Staf Kaderisasi PP KAMMI), Arif Susanto (Ex-Humas KAMMI Sleman), Okta Undang Suhara (Staf Kebijakan Publik PP KAMMI), Andriyana (Sekjend PP KAMMI) dan saya sendiri. Dari pembicaraan itu, muncullah gagasan untuk membuat semacam 'manifesto' sebagai tonggak munculnya forum sarasehan, yang kemudian kami beri nama 'Manifesto Pancoran'.




Sebenarnya, nama Manifesto Pancoran itu hanyalah sebutan informal. Kami hanya menyepakati bahwa pertemuan di Angkringan Pancoran ini adalah awal kelahiran dari gerakan intelektual dalam tubuh KAMMI, sehingga dipilihlah kata Manifesto Pancoran sebagai bentuk awal kelahiran dari gerakan intelektual ini.

Isi Manifestonya bahkan belum dituliskan secara detail karena dalam pertemuan di Pancoran itu kami hanya mencoba merumuskan bagaimana langkah persiapan menuju Sarasehan di Yogya. Kami hanya mencoba mempertemukan orang-orang KAMMI yang selama ini berdiskusi melalui media sosial.

Bisa dikatakan, sarasehan ini adalah sebuah gerakan yang lahir dari dunia maya kemudian berwujud pada suatu gerakan di dunia nyata. Manifesto Pancoran adalah sebuah awalan kelahiran gerakan intelektual ini.




Pada awalnya, kami mencoba menawarkan hal ini kepada pengurus pusat KAMMI sebagai pihak struktural yang memiliki otoritas puncak dalam organisasi. Kami mencoba untuk menghubungi kaderisasi PP KAMMI dan Ketua Umum PP KAMMI dan menyarankan pentingnya pembahasan mengenai ideologi KAMMI, bahwa pembahasan mengenai hal tersebut sudah mengalami distorsi pemahaman di tingkatan para kader baik di level daerah maupun komisariat.

Akan tetapi, apa boleh dikata, ide dan usulan beberapa kawan ketika itu, yakni tentang perumusan buku "Manifesto Politik KAMMI" yang memuat sejarah gerakan, tafsir ideologi dan pembahasan filosofi gerakan tidak mendapatkan tanggapan positif dari fungsionaris PP KAMMI lainnya. Sehingga ketika saya berdiskusi dengan beberapa kawan di facebook dan menemukan keresahan yang sama lahirlah gerakan intelektual ini melalui format kultural dan informal.

Kami memandang bahwa gerakan kultural tidak sama sekali anti-struktural. Namun, kami bergerak tanpa harus terbebani oleh fungsi-fungsi struktural dan jabatan dalam organisasi KAMMI. Melalui gerakan kultural inilah lahirnya Manifesto Pancoran, Sarasehan Intelegensia Jogja, dan rencana penulisan buku tafsir ideologi KAMMI (walaupun belum selesai dilakukan karena kesibukan kami sendiri) akhirnya dapat direalisasikan.




Bagi kami, gerakan ini adalah bentuk kepedulian dan kecintaan kami kepada KAMMI. Melalui gerakan ini, kami ingin mengadakan diskusi-diskusi ideologi seperti ini di berbagai daerah. Sehingga, gerakan penyadaran ini dapat menyebar dampaknya kepada teman-teman KAMMI di seluruh Indonesia, tidak hanya di Jogja atau Jakarta saja tetapi juga menyebar ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.

Untuk mempermudah penyebaran ide ini, kami sebenarnya telah merencanakan untuk menulis sebuah buku dari hasil sarasehan dan diskusi yang telah dilakukan. Buku itu adalah bentuk penafsiran ulang mengenai bangunan ideologi, filosofi dan sejarah gerakan KAMMI yang kemudian telah melalui tahapan rekonstruksi dan reintreperetasi yang didapatkan melalui proses diskusi yang cukup mendalam di sarasehan.

Sayangnya, karena kesibukan kami, buku ini masih belum diselesaikan. Semoga setelah Sarasehan ke-2 di Jakarta, kami bisa menyempurnakan gagasannya.

Untuk gerakan yang lebih besar, kami mencoba untuk mencanangkan ide gerakan “1000 tulisan untuk KAMMI”, di mana kami ingin kembali menyemarakkan semangat menulis diantara kader-kader KAMMI se-Indonesia. Dengan ini, kami berharap budaya intelektual yang kritis dan konstruktif kembali muncul dalam tubuh gerakan KAMMI.




Penyegaran intelektual seperti ini diperlukan untuk menjauhkan KAMMI dari kekhawatiran jatuhnya KAMMI kepada pragmatisme gerakan. Ketika gerakan ini tidak mampu melakukan konseptualisasi dan ideologisasi secara konsisten, yang akan muncul adalah pragmatisme dan terseretnya gerakan ini kepada arah politik praktis.

Saya melihat adanya fenomena-fenomena pragmatisme yang mulai muncul di berbagai daerah, seperti adanya praktek aksi demonstrasi bayaran atau aktivis gerakan mahasiswa terlibat dalam proses politik praktis. Hal ini, disadari atau tidak, ikut menyeret organisasi mahasiswa yang seharusnya independen.

Banyak pula bentuk patronase kepada partai politik yang cukup mengemuka di beberapa daerah, di mana aktivis KAMMI malah dijadikan sebagai alat untuk memenangkan calon kepala daerah dari partai politik tertentu. Mungkin belum hilang dari ingatan kita, tragedi pemakzulan (MLB) yang dilakukan oleh sekelompok oknum dalam tubuh KAMMI  atas instruksi dari petinggi partai politik tertentu.

Kondisi-kondisi seperti inilah yang akan terjadi jika kita tidak segera melakukan revitalisasi pemikiran dan ideologi dalam tubuh gerakan KAMMI.




Konstitusi KAMMI atau yang biasa kita kenal dengan AD/ART KAMMI setiap muktamar mengalami revisi dan perubahan. Setiap perubahan yang terjadi pada konstitusi KAMMI melalui muktamar itu adalah proses yang legal dan otoritatif dalam rangka upaya evaluasi dan perbaikan organisasi ini secara berkala.

Jadi, dengan ada atau tidaknya Sarasehan ini, perubahan berkala yang terjadi pada konstitusi KAMMI memang akan dilakukan setiap muktamar. Yang perlu dinantikan adalah lahirnya rekomendasi-rekomendasi yang kembali menegaskan masalah independensi gerakan KAMMI dalam forum muktamar. Hal-hal yang melanggar prinsip independensi gerakan perlu kembali  dievaluasi dan direvisi, sehingga nalar konstitusi KAMMI akan selaras dan sejalan dengan semangat independensi gerakan yang selama ini coba dibangun.




Kami menyimpan sebuah harapan kecil: semoga KAMMI tidak kembali dikooptasi oleh kekuatan politik praktis atau partai politik tertentu. Sarasehan KAMMI di Yogyakarta kemarin memiliki mimpi agar para aktivis KAMMI dapat mencintai KAMMI secara utuh, jujur, sungguh-sungguh. Jangan sampai, ada aktivis KAMMI yang berpikir bahwa gerakan ini hanya tempat untuk mencari tangga politik yang lebih tinggi, agar ia bisa masuk ke partai politik.

Tentu saja, kita menunggu generasi aktivis KAMMI yang mencintai KAMMI secara jujur dengan cara pandang anak KAMMI, bukan sebagai kader partai politik yang dititipkan ke KAMMI. Ketika ia memimpin KAMMI, membuat kebijakan di KAMMI, dan bergiat menggerakkan KAMMI, ia tidak berpikir dengan cara pandang kepentingan partai politik.

Ia harus berpikir dengan cara pandang yang murni mahasiswa. Bacaannya adalah bacaan yang lahir dari kepentingan KAMMI sebagai gerakan mahasiswa, dan, tentu saja, bukan bacaan yang lain.




'Ala kulli haal, kami berharap tradisi pemakzulan di KAMMI yang dilakukan oleh anak-anak KAMMI yang memihak kepada kekuatan politik praktis di luar KAMMI tidak lagi terulang. Biarkan semua dinamika yang terjadi di dalam tubuh KAMMI terjadi secara alamiah dan natural.



Dengan sarasehan ini, saya berharap akan lahir generasi KAMMI yang baru, generasi KAMMI yang mencintai KAMMI sepenuhnya dengan nilai-nilai independensi gerakan yang tetap dijaga sekuat-kuatnya. Semoga!

*) Ketua KAMMI UGM 2009-2010, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar