20 September 2014

Upaya Strategis Pembenahan Politik Indonesia melalui KAMMI

Anis Maryuni Ardi
SEKJEN KAMMI Airlangga, Pegiat Diskusi KAMMI Kultural Surabaya, 
aktivis feminis profetik, Penstudi Ilmu Politik Universitas Airlangga


 “Manusia bukan seonggok perut, kami percaya di atas semuanya, kita lapar demi martabat.” (Che Guevara da n Fidel Castro)

Sebagaimana definisi intelektual, Seorang terpelajar mungkin tidak dibesarkan di kampus ternama, mereka lebih banyak dibesarkan dan bergerak di organisasi pergerakan.(Anis M.A.)

Tidak ada gerakan di negara yang tidak terjadi di kampus. Kampus adalah “mini state” melalui pendekatan ilmiah maupun common sense, tentunya elite pergerakan mahasiswa sudah mampu memetakan gerakan mana yang mencerminkan partai apa. Sampai disini penulis ingin mengucapkan selamat kepada pihak yang sudah terjebak dalam “retrospective determinisms” banyak yang mengatakan hubungan KAMMI dengan PKS sudah selesai dibahas sejak 2012, KAMMI sudah “move on” (Arif Susanto, 2014). Disisi lain kalimat tersebut menyimpan paradoksal revolusi, yakni menolak kelompok lain yang tidak sealiran dengan pikirannya melalui cara yang tidak baik. Menolak pluralisme dan memberlakukan monisme (ideologi tunggal) sehingga semua aparatur negara diabdikan penuh untuk memagari kekuasaan tunggal. (miriam budiardjo, 1997). Dari logika kampus adalah mini state gerakan paling relevan untuk dihubungkan pada garis imaginer sistem ideologi adalah antara KAMMI dan PKS. Mulai dari paragraf ini pembaca tidak boleh menafikan realitas jika dan hanya jika kader KAMMI masih bangga dengan kebesaran para alumni KAMMI yang di partai, alumni yang ada di kursi parlemen, merasa puas untuk menjadi bayang-bayang. Tentunya mereka menikmati akan patronase itu, sehingga berakibat akan sifat patuh yang berlebihan dan akhirnya ketergantungan tanpa sebab. (Azami, 2014)

Think without comparative is unthinkable. Transformasi wacana dan konstruksi pemikiran yang solutif adalah bagian yang tak terpisahkan dari kammi kultural. Melalui hubungan sedarah antara KAMMI dan PKS, yang lahir dari rahim yang sama, sebagai anak kandung dakwah, bagaimana jika dua bersaudara bersaing dalam kontestasi politik?

Mendekonstruksi wacana publik, KAMMI adalah partai

Parlementer heavy merupakan implikasi gerakan mahasiswa yang mulai terkikis, idealism menjadi tidak awet hidup. Artinya gerakan ekstraparlementer sudah tidak diminati, indikatornya adalah aksi dan demonstrasi tidak signifikan untuk menjadi kontrol terhadap mekanisme pemerintahan. Secara riset KAMMI telah terbukti bersumbangsih terhadap bursa pemimpin dan elite kampus. Mengapa tidak mencoba menjadi penghilang dahaga yang dibutuhkan oleh rakyat secara konkret, salah satunya adalah merubah kelembagaan kammi dari organisasi mahasiswa menjadi organisasi politik. Cita-cita ini menurut penulis lebih mulia daripada kader yang tidak paham terhadap kredo gerakan menjadi simpatisan salah satu Partai di Indonesia. Walaupun secara sadar kita semua tahu pasca tahun 60an, partai kader dan partai ideologis mulai merubah wajah menjadi partai transaksional (lihat format koalisi partai dan oposisi)



Warga negara yang baik (good citizenship) yang tentu tahu akan hak dan kewajibannya dengan penuh kesadaran (awareness) membangun budaya demokrasi dalam berpartisipasi politik juga merupakan kewajiban yang tidak bisa dihindarkan. Kewajiban memilih yang di dunia dikenal dengan istilah compulsory voting. Inilah yang nanti akan menjadi ruang pertarungan kelembagaan partai politik untuk saling berebut konstituen. Daripada harus mengorbankan idealism demi memilih keterwakilan kita, mengapa kita tidak mencoba masuk dalam kontestasi dan mengambil konstituen mereka? Wacana yang dianggap public sebagai aksioma bahwa KAMMI adalah PKS akan luluh lantah dan berantakan, sebagai upaya dekonstruksi, kita adalah pemenang.

Negara presidensial dengan sistem multipartai

Sistem kepartaian di negara presidensial di negara Amerika Serikat hanya terdapat 2 buah partai politik besar yang terlibat di dalam Pemilihan Umum Federal di seluruh negeri, yakni Partai Republik dan Partai Demokrat. Pada saat pemilihan umum terakhir pada 2010 kemarin Partai Republik berhasil mengungguli Partai Demokrat. Presiden Amerika Serikat saat ini adalah Barrack Hussein Obama yang berhasil memenangkan pemilihan umum Presiden tahun 2008 yang berasal dari Partai Demokrat dengan mengalahkan John McCain dari Partai Republik. Sedangkan Di Indonesia terdapat banyak sekali Partai Politik yang terlibat di arena Pemilihan Umum, pada pemilu terakhir tahun 2009 terdapat 44 Partai Politik dengan rincian 38 Partai Politik Nasional dan 6 Partai Politik regional lokal (khusus Provinsi Aceh). Sampai pada April 2014 secara sah kontestasi peserta pemilu ada lebih dari 10 partai, jumlah yang masih terlalu banyak untuk system pemerintahan Presidensial. di Filipina terdapat beberapa buah Partai Politik yang terlibat di dalam sistem pemilihan umum nasional, yakni Partai Liberal, Lakas Kampi Party (Moslem, Christian Party), National Coalition (NC), Partai Nasionalis (PNP), Partai Demokratik Filipina (PDP-Laban). di Korea Selata terdapat beberapa buah Partai Politik yang ikut berpartisipasi di dalam Pemilu, akan tetapi terdapat 2 buah partai besar yang cukup menghegemoni kerangka politik di Korea Selatan yakni Partai Nasional Baru (GNP) dan Partai Demokrat (SKDP).

KAMMI tentulah gerakan post tarbiayah yang lebih elastis terhadap demokrasi, hanya 7 persen pemilih di Indonesia yang memilih PKS, PKS akan besar jika kadernya melakukan reproduksi besar-besaran, beranak pinak dan menjadi kader biologis. Sehingga ketahanan PKS merupakan ketahanan organik. Sedangkan KAMMI, potensi strategis sebagai partai berbasis kader ini sudah terseleksi secara alamiah dan structural, publik membutuhkan kepemimpinan profetik, bukan kepemimpinan transaksional. Ini adalah seleksi nyata, yang PKS silakan PKS yang KAMMI tetap KAMMI.

Mungkin bukan organisasi pergerakan yang selama ini membesarkan kita, karena di dalamnya ada sebagian oportunis dan pecundang. Namun dengan adanya pemikiran, pertemanan dan pertemuan dengan realitas membuat nyali terpupuk lama, dengan nilai antusias kita organisir para rakyat, buruh, pesakitan dan perjuangan kebebasan kemanusiaan. Dimana orang susah disitulah kita berada. Kredo yang banyak dibunyikan, kobaran radikalisme, membuat idealisme kita awet hidup. Namun proses dissosiatif dan apatisme serta krisis integritas mematahkan pilar-pilar gerakan kita.

Bangkitkan Intelektual Bernyali : IDEALISME KAMMI!!!

Jika kita mendalami ideologi organisasi, Islam menurut KAMMI “ bukan semata-mata sistem keyakinan yang berurusan dengan hal-hal rohani melainkan sistem yang mengorganisasikan kehidupan manusia di muka bumi. Jika kehidupan manusia secara kolektif menciptakan kesejahteraan KAMMI akan membersamainya. KAMMI punya satu cita rasa. “cita rasa keadilan”. Kita akan senantiasa ada untuk Indonesia. Kami adalah intelektual profetik, intelektual yang bernyali.

Seiring perkembangan organisasi, banyak sekali narasi dan gagasan strategis dalam lingkup gerakan, namun bukankah mempertahankan gagasan itu omong kosong ketika mentransformasikan dalam realitas sulit dilaksanakan.?

Sejak Reformasi 1998, para aktivis pergerakan sudah akrab dengan kemampuan berpikir untuk perubahan. Namun yang lebih utama adalah bertindak radikal untuk perubahan. Jauh sebelum reformasi, di area kritis lainnya kita bisa melihat bagaimana seorang Sayyid Qutb, melakukan penyusunan konteks dalam gerakan sosial melalui interpretasi mendalam terhadap Alqur’an. Mengutip buku Maalim Fi Attariq (Petunjuk Jalan)

“... (generasi pertama) membaca alquran bukan untuk sekedar ingin tahu dan sekedar membaca, juga bukan sekedar untuk merasakan dan menikmatinya. Mereka menerima perintah Allah SWT untuk segera diamalkan setelah mendengarkannya. Seperti seorang tentara dalam medan perang menerima perintah harian yang langsung ia kerjakan setelah menerima nya. Maka alquran merasuk dalam diri mereka yang tidak semata berada dalam otak atau kalimat-kalimat yang tersimpan dalam kertas, namun menjadi wujud perubahan dan peristiwa yang merubah perjalanan hidup.”

Ali Syariati juga melihat secara kritis, bagaimana peran presisi seorang intelektual (profetik) dalam konteks yang paling luas bahwasanya:

“..Seorang intelektual harus mengetahui, memahami dan mengenal baik masyarakatnya. Apa yang ia katakan ada sangkut pautnya dengan massa masyarakat. Bila masyarakat dibangunkan secara benar, dia akan dapat melahirkan pahlawan pahlawan yang cukup tangguh untuk memerintah dan membimbing masyarakat. Tanggung jawab pokok cendekiawan adalah menanamkan dalam alam berpikir publik semua konflik, pertentangan dan antagonisme yang ada dalam masyarakat.

Ada kesamaan antara Ali Syariati dan Sayyid Qutb, mereka menempatkan wilayah ideologis dan teknis dalam spektrum yang sama, sehingga mampu menciptakan segala kebangkitan. Namun wilayah praktis pergerakan mahasiswa pada kondisi ini seakan-akan mereka mencari cara menyelamatkan diri, bukan ‘mati’ dalam perjuangan secara terhormat. Bila kita menyadari tanggung jawab kita kepada masyarakat maka pencarian makna egoisme perseorangan menjadi kehilangan makna. Namun pekerjaan rumah yang sampai saat ini belum selesai adalah upaya kesadaran tanggung jawab.
Paradigma KAMMI “Politik Ekstraparlementer juga sedikit demi sedikit mulai mengalami degradasi yang mencolok. Gejala ini juga sempat di alami oleh pergerakan mahasiswa lainnya dalam kronologi waktu yang berbeda, sesuai pendewasaan dan trajektori yang dilalui oleh gerakan sosial yang diusung oleh masing-masing aktor.

Sebuah Apologi


Kader yang usang dalam organisasi kita tidak mempunyai lahan untuk bertumbuh, tidak juga memiliki buah dan akar yang dalam, secara skematis kader-kader gerakan ini memang produktif, namun pengangguran dalam agenda gerakan. Enyah saja, segera akhiri periodisasi yang memuakkan ini, namun kita sadari, mereka yang ingin berkiprah di partai, tergilas oleh politisi culas!, mau dilingkungan LSM sayangnya terkena logika proyek, mau tetap hidup di dalam dunia gerakan didesak oleh kebutuhan konkret. Itu yg membuat militansi tidak berumur panjang. Kompromi dengan kenyataan sosial, sama saja mengikuti alur logika yang kita kutuk selama ini. []


1 komentar: