SEKJEN KAMMI Airlangga, Pegiat Diskusi KAMMI Kultural Surabaya,
aktivis feminis profetik, Penstudi Ilmu Politik Universitas Airlangga
“Manusia bukan
seonggok perut, kami percaya di atas semuanya, kita lapar demi martabat.” (Che
Guevara da n Fidel Castro)
Sebagaimana definisi intelektual, Seorang terpelajar mungkin
tidak dibesarkan di kampus ternama, mereka lebih banyak dibesarkan dan bergerak
di organisasi pergerakan.(Anis M.A.)
Tidak ada gerakan di negara yang tidak terjadi di kampus.
Kampus adalah “mini state” melalui
pendekatan ilmiah maupun common sense, tentunya elite pergerakan mahasiswa
sudah mampu memetakan gerakan mana yang mencerminkan partai apa. Sampai disini
penulis ingin mengucapkan selamat kepada pihak yang sudah terjebak dalam “retrospective determinisms” banyak yang
mengatakan hubungan KAMMI dengan PKS sudah selesai dibahas sejak 2012, KAMMI
sudah “move on” (Arif Susanto, 2014).
Disisi lain kalimat tersebut menyimpan paradoksal revolusi, yakni menolak
kelompok lain yang tidak sealiran dengan pikirannya melalui cara yang tidak
baik. Menolak pluralisme dan memberlakukan monisme (ideologi tunggal) sehingga
semua aparatur negara diabdikan penuh untuk memagari kekuasaan tunggal. (miriam
budiardjo, 1997). Dari logika kampus adalah mini
state gerakan paling relevan untuk dihubungkan pada garis imaginer sistem
ideologi adalah antara KAMMI dan PKS. Mulai dari paragraf ini pembaca tidak
boleh menafikan realitas jika dan hanya jika kader KAMMI masih bangga dengan
kebesaran para alumni KAMMI yang di partai, alumni yang ada di kursi parlemen,
merasa puas untuk menjadi bayang-bayang. Tentunya mereka menikmati akan patronase itu, sehingga berakibat
akan sifat patuh yang berlebihan dan akhirnya ketergantungan tanpa sebab. (Azami,
2014)
Think without comparative
is unthinkable. Transformasi wacana dan
konstruksi pemikiran yang solutif adalah bagian yang tak terpisahkan dari kammi
kultural. Melalui hubungan sedarah antara KAMMI dan PKS, yang lahir dari rahim
yang sama, sebagai anak kandung dakwah, bagaimana jika dua bersaudara bersaing
dalam kontestasi politik?
Mendekonstruksi wacana publik, KAMMI adalah partai
Parlementer heavy merupakan implikasi gerakan mahasiswa yang mulai terkikis,
idealism menjadi tidak awet hidup. Artinya gerakan ekstraparlementer sudah
tidak diminati, indikatornya adalah aksi dan demonstrasi tidak signifikan untuk
menjadi kontrol terhadap mekanisme pemerintahan. Secara riset KAMMI telah
terbukti bersumbangsih terhadap bursa pemimpin dan elite kampus. Mengapa tidak
mencoba menjadi penghilang dahaga yang dibutuhkan oleh rakyat secara konkret,
salah satunya adalah merubah kelembagaan kammi dari organisasi mahasiswa
menjadi organisasi politik. Cita-cita ini menurut penulis lebih mulia daripada
kader yang tidak paham terhadap kredo gerakan menjadi simpatisan salah satu
Partai di Indonesia. Walaupun secara sadar kita semua tahu pasca tahun 60an,
partai kader dan partai ideologis mulai merubah wajah menjadi partai
transaksional (lihat format koalisi partai dan oposisi)
Warga negara yang baik (good
citizenship) yang tentu tahu akan hak dan kewajibannya dengan penuh
kesadaran (awareness) membangun budaya demokrasi dalam berpartisipasi
politik juga merupakan kewajiban yang tidak bisa dihindarkan. Kewajiban memilih yang di dunia dikenal dengan
istilah compulsory voting.
Inilah yang nanti akan menjadi ruang pertarungan kelembagaan partai politik
untuk saling berebut konstituen. Daripada harus mengorbankan idealism demi
memilih keterwakilan kita, mengapa kita tidak mencoba masuk dalam kontestasi
dan mengambil konstituen mereka? Wacana yang dianggap public sebagai aksioma
bahwa KAMMI adalah PKS akan luluh lantah dan berantakan, sebagai upaya
dekonstruksi, kita adalah pemenang.
Negara presidensial dengan
sistem multipartai
Sistem kepartaian di negara
presidensial di
negara Amerika Serikat hanya terdapat 2 buah partai politik besar yang terlibat
di dalam Pemilihan Umum Federal di seluruh negeri, yakni Partai Republik dan
Partai Demokrat. Pada saat pemilihan umum terakhir pada 2010 kemarin Partai
Republik berhasil mengungguli Partai Demokrat. Presiden Amerika Serikat saat ini
adalah Barrack Hussein Obama yang berhasil memenangkan pemilihan umum Presiden
tahun 2008 yang berasal dari Partai Demokrat dengan mengalahkan John McCain
dari Partai Republik. Sedangkan Di Indonesia terdapat banyak sekali Partai
Politik yang terlibat di arena Pemilihan Umum, pada pemilu terakhir tahun 2009
terdapat 44 Partai Politik dengan rincian 38 Partai Politik Nasional dan 6
Partai Politik regional lokal (khusus Provinsi Aceh). Sampai pada April 2014
secara sah kontestasi peserta pemilu ada lebih dari 10 partai, jumlah yang
masih terlalu banyak untuk system pemerintahan Presidensial. di Filipina
terdapat beberapa buah Partai Politik yang terlibat di dalam sistem pemilihan
umum nasional, yakni Partai Liberal, Lakas Kampi Party (Moslem, Christian Party),
National Coalition (NC), Partai Nasionalis (PNP), Partai Demokratik Filipina
(PDP-Laban). di Korea Selata terdapat beberapa buah Partai Politik yang ikut
berpartisipasi di dalam Pemilu, akan tetapi terdapat 2 buah partai besar yang
cukup menghegemoni kerangka politik di Korea Selatan yakni Partai Nasional Baru
(GNP) dan Partai Demokrat (SKDP).
KAMMI
tentulah gerakan post tarbiayah yang lebih elastis terhadap demokrasi, hanya 7
persen pemilih di Indonesia yang memilih PKS, PKS akan besar jika kadernya melakukan
reproduksi besar-besaran, beranak pinak dan menjadi kader biologis. Sehingga
ketahanan PKS merupakan ketahanan organik. Sedangkan KAMMI, potensi strategis
sebagai partai berbasis kader ini sudah terseleksi secara alamiah dan
structural, publik membutuhkan kepemimpinan profetik, bukan kepemimpinan
transaksional. Ini adalah seleksi nyata, yang PKS silakan PKS yang KAMMI tetap
KAMMI.
Mungkin bukan organisasi pergerakan yang selama ini
membesarkan kita, karena di dalamnya ada sebagian oportunis dan pecundang.
Namun dengan adanya pemikiran, pertemanan dan pertemuan dengan realitas membuat
nyali terpupuk lama, dengan nilai antusias kita organisir para rakyat, buruh,
pesakitan dan perjuangan kebebasan kemanusiaan. Dimana orang susah disitulah
kita berada. Kredo yang banyak dibunyikan, kobaran radikalisme, membuat
idealisme kita awet hidup. Namun proses dissosiatif dan apatisme serta krisis
integritas mematahkan pilar-pilar gerakan kita.
Bangkitkan Intelektual Bernyali : IDEALISME KAMMI!!!
Jika kita mendalami ideologi organisasi, Islam menurut KAMMI
“ bukan semata-mata sistem keyakinan yang berurusan dengan hal-hal rohani
melainkan sistem yang mengorganisasikan kehidupan manusia di muka bumi. Jika
kehidupan manusia secara kolektif menciptakan kesejahteraan KAMMI akan
membersamainya. KAMMI punya satu cita rasa. “cita rasa keadilan”. Kita akan
senantiasa ada untuk Indonesia. Kami adalah intelektual profetik, intelektual
yang bernyali.
Seiring perkembangan organisasi, banyak sekali narasi dan
gagasan strategis dalam lingkup gerakan, namun bukankah mempertahankan gagasan
itu omong kosong ketika mentransformasikan dalam realitas sulit dilaksanakan.?
Sejak Reformasi 1998, para aktivis pergerakan sudah akrab
dengan kemampuan berpikir untuk perubahan. Namun yang lebih utama adalah
bertindak radikal untuk perubahan. Jauh sebelum reformasi, di area kritis
lainnya kita bisa melihat bagaimana seorang Sayyid Qutb, melakukan penyusunan
konteks dalam gerakan sosial melalui interpretasi mendalam terhadap Alqur’an.
Mengutip buku Maalim Fi Attariq (Petunjuk Jalan)
“... (generasi pertama) membaca alquran bukan untuk sekedar
ingin tahu dan sekedar membaca, juga bukan sekedar untuk merasakan dan
menikmatinya. Mereka menerima perintah Allah SWT untuk segera diamalkan setelah
mendengarkannya. Seperti seorang tentara dalam medan perang menerima perintah
harian yang langsung ia kerjakan setelah menerima nya. Maka alquran merasuk
dalam diri mereka yang tidak semata berada dalam otak atau kalimat-kalimat yang
tersimpan dalam kertas, namun menjadi wujud perubahan dan peristiwa yang
merubah perjalanan hidup.”
Ali Syariati juga melihat secara
kritis, bagaimana peran presisi seorang intelektual (profetik) dalam konteks
yang paling luas bahwasanya:
“..Seorang intelektual harus mengetahui, memahami dan
mengenal baik masyarakatnya. Apa yang ia katakan ada sangkut pautnya dengan
massa masyarakat. Bila masyarakat dibangunkan secara benar, dia akan dapat
melahirkan pahlawan pahlawan yang cukup tangguh untuk memerintah dan membimbing
masyarakat. Tanggung jawab pokok cendekiawan adalah menanamkan dalam alam
berpikir publik semua konflik, pertentangan dan antagonisme yang ada dalam
masyarakat.
Ada
kesamaan antara Ali Syariati dan Sayyid Qutb, mereka menempatkan wilayah
ideologis dan teknis dalam spektrum yang sama, sehingga mampu menciptakan
segala kebangkitan. Namun wilayah praktis pergerakan mahasiswa pada kondisi ini
seakan-akan mereka mencari cara menyelamatkan diri, bukan ‘mati’ dalam
perjuangan secara terhormat. Bila kita menyadari tanggung jawab kita kepada
masyarakat maka pencarian makna egoisme perseorangan menjadi kehilangan makna.
Namun pekerjaan rumah yang sampai saat ini belum selesai adalah upaya kesadaran
tanggung jawab.
Paradigma
KAMMI “Politik Ekstraparlementer juga sedikit demi sedikit mulai mengalami
degradasi yang mencolok. Gejala ini juga sempat di alami oleh pergerakan
mahasiswa lainnya dalam kronologi waktu yang berbeda, sesuai pendewasaan dan
trajektori yang dilalui oleh gerakan sosial yang diusung oleh masing-masing
aktor.
Sebuah Apologi
Kader yang usang dalam organisasi kita tidak mempunyai lahan
untuk bertumbuh, tidak juga memiliki buah dan akar yang dalam, secara skematis
kader-kader gerakan ini memang produktif, namun pengangguran dalam agenda
gerakan. Enyah saja, segera akhiri periodisasi yang memuakkan ini, namun kita
sadari, mereka yang ingin berkiprah di partai, tergilas oleh politisi culas!,
mau dilingkungan LSM sayangnya terkena logika proyek, mau tetap hidup di dalam
dunia gerakan didesak oleh kebutuhan konkret. Itu yg membuat militansi tidak
berumur panjang. Kompromi dengan kenyataan sosial, sama saja mengikuti alur
logika yang kita kutuk selama ini. []
Shiip . . .
BalasHapus