31 Desember 2014

Upaya Transformasi KAMMI

oleh : M. Sadli Umasangaji
(Staf Departemen Kehumasan KAMMI Kota Ternate Periode 2012-2014)


Reideologisasi dan Rekonstruksi
Pada dasarnya bagi saya, KAMMI bukan sebuah gerakan mahasiswa yang original. Dalam artian KAMMI tidak memiliki konsep yang dari awal dirancangnya sendiri, tapi KAMMI adalah gerakan mahasiswa peniru (imitator). Imitasi yang akhirnya berinovasi, itulah yang tepat disematkan pada KAMMI sebagai keorisinalanya. Pada dasarnya semua yang ada di dunia adalah peniru, bukan orisinal atau lebih tepatnya pengembangan karena berbagai inovasi dimulai dari sebuah peniruan (imitasi). Imitasi adalah meniru dengan membuat seperti yang sudah ada. Sedangkan inovasi adalah pembaruan ataupun penemuan dari sekumpulan hal yang sudah ada, tetapi memiliki nilai tambah. Imitasi dibagi dalam tiga bagian, yaitu imitasi inferior, imitasi mirip, dan imitasi superior (Sidik dalam Trim, 2011). Imitasi inferior artinya produk yang dihasilkan jauh mutunya dibandingkan produk yang ditiru. Imitasi mirip artinya produk yang dihasilkan sama mutunya atau minimal mendekati mutu produk yang ditiru. Dan imitasi superior artinya pada tingkatan ini imitator membuat produk lebih bagus daripada produk yang ditiru.
            
KAMMI merupakan bagian dari gerakan dakwah ideologis yang mengglobal yang mempunyai kekhasan. Ini sebuah keniscayaan yang seharusnya dieksplor lebih jauh oleh KAMMI. Maka pada tataran ini adalah ranah re-ideologisasi. Pendalaman pemahaman sebagai Gerakan Tarbiyah dan penguatan pemahaman sebagai bagian dari pengembangan Ikhwanul Muslimin. Tapi dalam hal ini bukan membuat KAMMI terjebak pada gerakan politik praktis, namun lebih pada pendalaman pemikiran harakah Islam.  

Disini KAMMI akan menempatkan dirinya sebagai basis gerakan massa politis (ekstra parlementer) atau sebagai mesin ideologis atau peleburan keduanya, gerakan massa yang berideologi. Penempatan KAMMI sebenarnya (atau butuh sebuah kesadaran) adalah sebuah cover dari harakah Islam tertentu dalam gerakan ideologi yang lebih besar, sehingga posisinya sebagai klien secara fisiologis dari gerakan ideologi itu sendiri. Maka bila ditempatkan sebagai mesin ideologis minimal KAMMI harus menjadi imitasi mirip sedangkan dalam tindakannya ia harus menjadi imitasi superior. 

Dalam ranah ini, maka dibutuhkan rekonstruksi melalui fase-fase. Ikhwanul Muslimin misalkan, memiliki fase-fase yang terdiri dari fase pengenalan, fase pembentukan, dan fase pelaksanaan. sejatinya KAMMI harus memiliki fase, yakni fase Konseptual, Transisi, Substansi, dan Transformasi.



Fase Konseptual adalah fase memperkuat ranah ideologis melalui penguatan sistem administrasi organisasi dan konsepsi-konsepsi organisasi terutama pada kaderisasi. Sejauh ini konsep-konsep organisasi yang terlembagakan cenderung berubah setiap pergantian kepengurusan (baik tingkat pusat hingga komisariat), budaya ini seharusnya diubah menjadi organisasi yang bersifat keberlanjutan. Hampir yang tidak berubah adalah konsepsi “Muslim Negarawan”. Tapi inipun multitafsir sebagai output pengkaderan KAMMI atau sebagai sosok solusi kepemimpinan yang ditawarkan KAMMI untuk Indonesia. Begitu pula tidak adanya patron yang ditawarkan KAMMI secara rill sebagai prototype. Walaupun memiliki kriteria diantaranya memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan. Maka langkah konseptual adalah melembagakan secara kontinyu konsep-konsep dan membakukan sebagai panduan organisasi, misalkan dibukukan dan seterusnya.

Fase Transisi adalah fase try and error dari Fase Konseptual. Fase percobaan dari konsep-konsep yang telah dibangun. Maka pada fase ini terjadi proses perbaikan dan penyempurnaan yang disesuaikan dengan realitas.

Fase Substansi adalah fase yang mengokohkan dari fase transisi. Mengokohkan segala konsep yang telah diperbaiki dan disempurnakan untuk melangkah kepada fase selanjutnya. Fase Transformasi yang merupakan fase penerapan atau pelaksanaan berbagai konsep-konsep organisasi. Maka kini dalam fase transformasi KAMMI memiliki dua konsepsi yang harus direalisasi yaitu Muslim Negarawan dan Sipil Keummatan sehingga membutuhkan tafsiran yang dikonsepkan secara jelas dan dibakukan.

Sama halnya dengan perkataan Hasan Al-Banna bahwa seringkali ketiga fase (Ikhwanul Muslimin, fase pengenalan, fase pembentukan, dan fase pelaksanaan) ini berjalan secara bersamaan karena melihat kesatuan dakwah dan kuatnya keterkaitan antara ketiga fase tersebut. Maka fase-fase KAMMI dapat dilalui secara bertahap tapi dapat pula dijalani secara bersamaan. Dan dapat pula dilakukan reformulasi sehingga sifatnya dinamis tapi tetap mengakar.

Transformasi Praktis
Dalam transformasi praktis ini, saya membayangkannya terpatri dalam Paradigma Gerakan KAMMI yang dapat diejawantahkan melalui program kerja. Pertama, Gerakan Dakwah Tauhid, dalam GBHO KAMMI didefinisikan dalam beberapa pengertian, Gerakan Da’wah Tauhid adalah gerakan pembebasan manusia dari berbagai bentuk penghambaan terhadap materi, nalar, sesama manusia dan lainnya, serta mengembalikan pada tempat yang sesungguhnya: Allah SWT. Gerakan Da’wah Tauhid merupakan gerakan yang menyerukan deklarasi tata peradaban kemanusiaan yang berdasar pada nilai-nilai universal wahyu ketuhanan (Ilahiyyah) yang mewujudkan Islam sebagai rahmat semesta (rahmatan lil ‘alamin). Gerakan Da’wah Tauhid adalah gerakan perjuangan berkelanjutan untuk menegakkan nilai kebaikan universal dan meruntuhkan tirani kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar).

Langkah praktisnya tentu melalui perekrutan, penguatan pengevalusian (pengkaderan, Madrasah KAMMI-khos), penyebaran gagasan dakwah. Disini KAMMI menguatkan dirinya sebagai mesin ideologis untuk kadernya dan generasi muda Muslim. Ini dapat dilakukan melalui daurah marhalah KAMMI, MK-Khos, kajian tematik, dan kajian-kajian terbuka lainnya. Disini pula KAMMI harus mendeklarasikan diri sebagai perbaikan gerakan moralitas. Gerakan moralitas ini bukan gerakan pressure group terhadap moral pemerintah, tapi gerakan pengkaderan yang bersifat dalam waktu yang lama. Sehingga pada hakikatnya KAMMI berperan dalam membentuk generasi muda Muslim dalam membentuk identitas dirinya. Ustad Hilmi Aminudin menyampaikan beberapa kriteria yang setidaknya baiknya dimiliki oleh individu-individu (pemuda) ataupun kelompok (organisasi kepemudaan) ataupun paling tidak ada proses pengkaderan yang secara sadar membentuk individu-individu ini sebagai identitas dirinya, diantaranya, pertama, paling teguh sikapnya, kedua, paling lapang dadanya, ketiga, paling dalam pikirannya, keempat, paling luas pandangannya, kelima, paling giat kerjanya, keenam, paling kokoh tatanannya, ketujuh, paling banyak memberi manfaat. KAMMI dapat meneguhkan diri sebagai iron stock moralitas kepemimpinan, dimana fokus pengkaderannya secara otomatis adalah generasi muda Muslim dengan pembentukan identitas diri. Sekaligus sebagai pembentukan karakter Muslim Negarawan dan langkah awal Gerakan Sipil Keummatan.

Kedua, Gerakan Intelektual Profetik, dalam GBHO KAMMI didefinisikan Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal. Gerakan Intelektual Profetik merupakan gerakan yang mengembalikan secara tulus dialektika wacana pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal. Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik. Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan pemikiran yang menjangkau realitas rakyat dan terlibat dalam penyelesaian masalah rakyat.

Langkah praktisnya adalah penguatan budaya membaca dan tradisi menulis di kalangan kader. Sembari dalam tradisi menulisnya dan berwacana membawa misi-misi Islami. Semakin banyak kader yang bergulat dalam merespon isu melalui gerakan opini di media, berbagi gagasan dengan tokoh-tokoh (melalui silahturahim tokoh), mulai menerbitkan gagasan dan buku dalam berbagai hal apapun. Maka pada ranah ini adalah ranah pergulatan ide Muslim Negarawan dan wacana ide Gerakan Sipil Keummatan.

Ketiga, Gerakan Sosial Independen, dalam GBHO KAMMI didefinisikan Gerakan Sosial Independen adalah gerakan kritis yang menyerang sistem peradaban materialistik dan menyerukan peradaban manusia berbasis tauhid. Gerakan Sosial Independen merupakan gerakan kultural yang berdasarkan kesadaran dan kesukarelaan yang berakar pada nurani kerakyatan. Gerakan Sosial Independen merupakan gerakan pembebasan yang tidak memiliki ketergantungan pada hegemoni kekuasaan politik-ekonomi yang membatasi. Gerakan Sosial Independen bertujuan menegakkan nilai sosial politik yang tidak bergantung dengan institusi manapun, termasuk negara, partai maupun lembaga donor.

Langkah praktisnya adalah penguatan pemahaman pentingnya berkontribusi pada masyarakat (melalui ijtimaiyah). Setelah itu kader turut berkontribusi melalui gerakan sosial kemasyarakatan serta membangun mitra dengan berbagai lembaga-lembaga sosial. Penguatan ke ranah-ranah pemberdayaan masyarakat. Sebagai bentuk aplikasi Muslim Negarawan dan Sipil Keummatan.

Keempat, Gerakan Politik Ekstraparlementer, dalam GBHO KAMMI, Gerakan Politik Ekstraparlementer adalah gerakan perjuangan melawan tirani dan menegakkan demokrasi yang egaliter. Gerakan Politik Ekstraparlementer adalah gerakan sosial kultural dan struktural yang berorientasi pada penguatan rakyat secara sistematis dengan melakukan pemberdayaan institusi-institusi sosial/rakyat dalam mengontrol proses demokrasi formal. Gerakan Ekstraparlementer berarti tidak menginduk pada institusi parlemen maupun pembentuk parlemen (partai politik dan senator). Independensi sikap politik bulat utuh tanpa intervensi partai apapun. Gerakan Ekstraparlementer bergerak di luar parlemen dan partai politik, sebagai representasi rakyat secara independen.

Langkah praktisnya, parlemen jalanan. Aksi-aksi sebagai bentuk pressure group. Aksi sebagai langkah awal. Setelah itu ada langkah-langkah lain yang perlu direncanakan seperti advokasi, pembentukan opini publik melalui gagasan, bersilahturahim dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, menjadi mitra legislatif sehingga dapat bekerjasama dalam penawaran bentuk regulasi.

Menurut Edo Segara, Modifikasi Strategi KAMMI, meliputi, Pertama, gerakan moral force ke political force. KAMMI tidak hanya menjadi pengkritik moral pemerintah ketika sistem politik tidak pro rakyat tapi KAMMI mulai melakukan langkah pro aktif dan turut andil dalam kerja-kerja politik dengan berbagai unsur lain dalam menghadirkan perubahan.

Kedua, pressure groups ke interest groups. KAMMI sudah bukan masanya lagi sekedar menempatkan dirinya sebagai pressure groups yang membelenggu KAMMI dalam ranah jalanan dan mengerdilkan daya intelektualitas dan sikap kritis KAMMI. Konsep pressure group akan menempatkan KAMMI sebagai pihak luar yang tidak banyak memiliki jangkauan atas proses perubahan yang disuarakan. Maka tanpa meninggalkan peran pressure groups-nya, KAMMI harus mulai meningkatkan intensitas peranannya sebagai interest groups. Konsep interest groups akan membawa KAMMI untuk mengkonsep, merekayasa, mengawal dan mengontrol proses perubahan. Perjuangan KAMMI akan menjadi pergerakan yang sangat variatif—di mana pressure groups hanya akan menjadi salah satu cara perjuangan KAMMI. Perubahan yang dihasilkan lebih signifikan dan berjangka waktu lama. Maka dengan sendirinya rumusan perjuangan bersifat lebih kompleks. KAMMI harus mampu menerjemahkan rumusan ideologis kedalam tataran praktis, dari hal yang normatif kepada hal yang faktual, dari tataran strategis sampai hal yang konseptual. KAMMI belajar untuk menempatkan dirinya sebagai mitra pemerintah dan legislatif dalam penguatan data-data advokasinya.

Ketiga, aksi individual ke aksi jaringan. Pada awal kelahirannya, KAMMI telah mampu membangun jaringan yang cukup mapan dan solid dengan berbagai elemen pergerakan. Salah satu faktor kuncinya adalah kesamaan isu dan agenda, namun kini hal itu sudah berubah. Maka sangat sulit membangun sinergi yang konstruktif dengan elemen gerakan yang lain. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar karena gerakan ekstra kampus memiliki corak ideologi yang beragam. Hasilnya KAMMI lebih sering tampil sendirian. Meskipun demikian hal ini membuat publik menilai KAMMI sebagai salah satu gerakan mahasiswa yang konsisten terhadap pergerakannya. Sudah saatnya KAMMI memperkuat aliansi-aliansi dan front-front baik yang seideologis atau yang memiliki kesamaan isu.
           
Dan output lainnya dari gerakan politik ekstraparlementer, melalui mesin ideologis yang terbentuk melalui pengkaderan maka membangun mitra dengan partai politik se-ideologi. Dan kalaupun ada kader yang berpotensi dan berkeinginan maka terlibat dalam partai politik (paska KAMMI). Sebagaimana penjelasan GBHO mengenai Posisi KAMMI, salah satunya KAMMI dan Partai Politik, maka KAMMI menyadari potensi politik KAMMI sebagai gerakan mahasiswa. Ekspresi gerakan KAMMI adalah ekspresi moral yang berdimensi politik, dan ekspresi politik yang berdasar pada prinsip moral dan intelektual. Sebagai gerakan politik yang berbasis moral, KAMMI tidaklah berpolitik pragmatis yang berorientasi kekuasaan baik bagi gerakan maupun kadernya, tetapi konsistensi KAMMI terhadap prinsip tersebut tidak akan menyebabkan KAMMI berjauhan dan antipati dengan Partai Politik yang bekerja dalam ranah politik praktis. Dalam bingkai independensinya, KAMMI akan siap bekerja sama dengan mereka yang menurut KAMMI masih mengedepankan intelektualitas, nurani, dan kepeduliannya pada rakyat dalam berpolitik.

Imajinasi tentang Output
Pada dasarnya bagi saya, konsepsi Muslim Negarawan adalah kader yang bila ditakdirkan sebagai pemimpin maka ia siap sebagai pemimpin tapi di satu sisi ia juga siap sebagai rakyat. Jadi apapun kader KAMMI baik birokrat (PNS), politisi, akademisi, ilmuwan, pengusaha, tenaga medis, guru, teknokrat, kepala daerah dan profesi apapun, penjual tempe sekalipun, ia tetap memiliki karakter Muslim Negarawan, yakni memiliki basis ideologi Islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa, serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.

Dengan langkah-langkah sesuai dengan Unsur-Unsur Perjuangan KAMMI, pertama, bina al-qo’idah al-ijtima’iyah (membangun basis sosial), yaitu membangun lapisan masyarakat yang simpati dan mendukung perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat umum, mahasiswa, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan lain sebagainya. Kedua, bina al-qo’idah al-harokiyah (membangun basis operasional), yaitu membangun lapisan kader KAMMI yang bergerak di tengah-tengah masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas da’wah yang telah digariskan KAMMI. Ketiga, bina al-qo’idah al- fikriyah (membangun basis konsep), yaitu membangun kader pemimpin yang mampu menjadi teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya, yang menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada bidangnya, dan memelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia. Keempat, bina’ al-qo’idah al-siyasiyah (membangun basis kebijakan), yaitu membangun kader ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang.
           
Sehingga unsur-unsur perjuangan ini, KAMMI dapat mencapai Gerakan Sipil Keummatan dengan Karakter Muslim Negarawan yang terpatri dalam individu-individu kader-kader KAMMI dalam setiap generasi.
           
Seperti yang digambarkan Hasan Al-Banna dalam aktivis Ikhwanul Muslimin, mungkin masyarakat melihat seorang aktivis muslim tengah berdoa di mihrab dengan khusyu’, merendahkan diri, dan menangis. Tidak seberapa lama aktivis tersebut menjadi pemberi nasihat dan guru yang mengetuk telinga dengan nasihat-nasihat yang mengesankan. Tidak seberapa lama ia terlihat sebagai seorang olahragawan tulen yang melempar bola, melatih diri, dan berenang. Tidak seberapa lama ia telah berada di tempat usaha atau pekerjaannya untuk melakukan aktivitas ekonominya dengan penuh amanah dan ikhlas.

Penerapan nilai-nilai ke-Islaman sebagai langkah dari pengkaderan ideologis KAMMI yang terpatri bukan hanya dalam pemikiran dan akhlak tapi terpatri pula dalam tindakan-tindakan pekerjaan, sehingga terjadi perpaduan nilai-nilai ke-islaman dalam pemikiran, akhlak, dan pekerjaan.
           
Menurut Nurcholish Madjid, hal itu berarti bahwa keagamaan harus relevan dengan kehidupan nyata. Dalam hubungannya dengan hal ini, kita sering lupa bahwa dunia ini sebenarnya berkembang. Sedangkan dalam setiap perkembangan, tentu berarti terdapat perubahan. Maka, keagamaan harus mampu menampung perubahan masyarakat (sosial change).
           
Maka seperti konsepsi Ikhwanul Muslimin, kita akan membina diri, sehingga setiap kita menjadi seorang muslim sejati. Kita akan membina rumah tangga, sehingga menjadi rumah tangga muslim. Kita akan membina bangsa kita, sehingga menjadi bangsa yang muslim. Kita akan berada di tengah-tengah bangsa Muslim ini dan akan berjalan dengan langkah pasti menuju akhir perjalanan, tujuan yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kita, bukan tujuan yang kita tetapkan untuk diri kita. Dan, dengan izin dan pertolongan Allah, kita akan sampai ke tujuan. Karena Allah SWT, tidak menghendaki, kecuali menyempurnakan cahaya-Nya.

Harus ada kerja sama yang sempurna antara bangsa-bangsa Muslim, menyangkut masalah wawasan, sosial, dan ekonomi. Setelah itu membentuk perseketuan dan koalisi serta menyelenggarakan berbagai pertemuan dan muktamar di antara negara-negara tersebut. Setelah itu membentuk Perseketuan bangsa-bangsa Muslim. Jika hal itu bisa diwujudkan dengan sempurna, akan dihasilkan sebuah kesepakatan untuk mengangkat imam yang satu, dimana ia merupakan penengah, pemersatu, penenteram hati, dan naungan Allah di muka bumi. Wallahu’alam.



Referensi:
Garis-Garis Besar Haluan Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Hasil-Hasil Muktamar Kedelapan di Tanggerang Selatan.

Al-Banna, Hasan. 2012. Majmu’atur Rasail Jilid I (Cetakan Kesepuluh). Penerbit Al-I’tishom. Jakarta.

Madjid, Nurcholis. 2013. Islam, Kemodernan, dan KeIndonesiaan (Edisi Baru, Edisi Kedua). Penerbit Mizan. Bandung.

Trim, Bambang. 2011. The Art Of Stimulating Idea. Penerbit Metagraf. Solo.

Segara, Edo. 2013. Modifikasi Strategi Gerakan KAMMI di Era Demokratisasi. http://kammikultural.wordpress.com/2013/02/26/modifikasi-strategi-gerakan-kammi-di-era-demokratisasi/

Rahman, Ardhi. 2013. Strategi Kebudayaan KAMMI: Risalah Rekonstruksi Ideologi Gerakan KAMMI. http://kammikultural.wordpress.com/2013/02/21/ibhar-vol-1-strategi-kebudayaan-kammi-risalah-rekonstruksi-ideologi-gerakan-kammi/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar