18 Maret 2013

Badaruddin: KAMMI Harus Bergerak Beyond Politics (Cerita dari Sarasehan Jakarta-3)

IMG_3224

JAKARTA (16/3)-Sudah menjelang pukul 10 siang ketika Sarasehan Inteligensia KAMMI Jakarta mendapatkan tamu istimewa. Tiga orang senior gerakan KAMMI hadir untuk berbagi pengalaman dan memberi pemaparan di Forum Sarasehan Inteligensia KAMMI II, Stekpi (17/3).

Tiga senior yang hadir antara lain Haryo Setyoko (Deklarator dan Sekjen Pertama KAMMI), Badaruddin (Ketua KAMMI Pusat 2001-2002), dan Fikri Azis (Sekjen PP KAMMI 2008-2009). Ketiga aktivis KAMMI yang turut membidani dan membesarkan KAMMI di masing-masing masanya itu memberikan banyak pemaparan kepada aktivis-aktivis KAMMI Kultural yang sedang berkumpul dan bersarasehan.

Peserta tampak serius menyimak pemaparan mereka, diselingi sedikit canda tawa. Ketiga pembicara memaparkan bagaimana KAMMI bergerak dalam menghadapi momentum Pemilu 2014.

Hadir sebagai pembicara pertama, deklarator dan Sekjen Pertama KAMMI, Haryo Setyoko. Ia menuturkan, ini merupakan kali pertama mengisi diskusi di KAMMI setelah lebih 12 tahun. “Saya terakhir mengisi di Bandung, tahun 2000, setelah Muktamar Yogyakarta”, kata alumnus Fisipol UGM ini.

Menurut Haryo, saat ini demokratisasi tengah menapaki fase ‘pelembagaan’ (institusionalisasi). Mahasiswa perlu berperan untuk mengkritisi dan mengawal itu. “Jangan sampai, pelembagaan demokrasi Indonesia rusak baik oleh korupsi atau hegemoni politik tertentu yang melemahkan lembaga demokrasi kita”, ungkap Haryo yang menyelesaikan pascasarjananya di NUS ini.

Menurutnya, KAMMI harus punya dua hal. “Leadership dan Entrepreneurship. Keduanya tak boleh dipisahkan. Kedua hal ini akan menopang fungsi gerakan ke depan”, kata Haryo. Ia juga menyatakan, tidak ada masalah KAMMI bergerak secara independen  “Asalkan ada pembangunan konsensus yang cantik di dalam, tidak ada masalah dengan independensi politik KAMMI. Ini perlu kedewasaan”, tambahnya.

Setelah Haryo, giliran Fikri Azis yang berbicara. Mantan Sekjen KAMMI Pusat yang kini menjadi Staf DPP PKS ini mengungkap, ada dua pilihan yang perlu dipertimbangkan oleh KAMMI saat ini. “Pertama, menjadi lembaga independen total tapi harus siap dengan risiko-risiko gerakannya. Kedua, sekalian saja menjadi underbouw partai”, kata Fikri.

Ia menyatakan, untuk mengawal Pemilu 2014, KAMMI mau tidak mau harus benar-benar menjadi entitas politik. “Untuk bergerak, perlu membangun komunikasi dengan semua pihak agar kita tahu semua informasi yang ada. Dan tentu saja, harus ada skenario yang dibuat. Tahun 2009 lalu, skenario belum selesai, sudah datang polisi mau membubarkan (MLB, red)”, tukas Ketua KAMMI Jakarta 2006-2008 ini.

Sementara itu, Badaruddin mengungkapkan, KAMMI harus bergerak beyond politics. “Ada banyak ranah yang belum dimasuki oleh KAMMI, bisnis, ekonomi, industry, pendidikan, budaya, dsb. Di banyak kampus, gerakan-gerakan yang mengambil tema populer seperti Young-On-Top atau AIESEC justru lebih diminati dibanding KAMMI”, kata Badar, panggilan akrabnya. “Harus ada upaya menyesuaikan perkembangan zaman dari gerakan-gerakan selama ini”, tambahnya.

Badar yang kini menjadi dosen Ilmu Politik di Universitas Bakrie ini menambahkan, beyond politics  bukan berarti anti-politik, melainkan bentuk ekspansi gerakan KAMMI. “Sudah saatnya yang dilakukan oleh KAMMI melampaui aksi-aksi politik praktis. KAMMI sudah sering MLB. Apa yang ingin dilakukan ke depan? Tentu saja, banyak pilihan gerak yang bisa diambil. Forum Kultural KAMMI bisa mencoba lakukan itu”, kata Badar.

Haryo, Fikri dan Badar mengapresiasi Sarasehan Inteligensia KAMMI yang digagas oleh Forum KAMMI Kultural ini. “Karena kita sedang berada di forum Kultural, kita pakai logika Kultural saja dalam forum”, komentar Haryo Setyoko. “Forum diskusi seperti ini perlu dirutinkan di KAMMI”, tambah Badaruddin. Fikri juga menyatakan hal serupa, "Kalau perlu menghadirkan pengurus pusat", komentarnya.

Sarasehan yang diselenggarakan selama tiga hari di Aula Masjid As-Salam, Kampus STEKPI, Jakarta ini ditutup Ahad sore (17/3). Sarasehan ini membahas agenda-agenda Forum Kultural KAMMI di berbagai daerah, Manifesto KAMMI untuk Indonesia, dan rencana deklarasi Manifesto yang menurut jadwal akan digelar akhir bulan ini.

Peserta tampak serius mengikuti Sarasehan, walau beberapa kali tertidur karena perjalanan yang panjang. Dharma, peserta dari Yogyakarta, bahkan sempat mengalami sakit dalam perjalanan. Namun, Sarasehan ini memuaskan dahaga intelektualnya. “Dalam bahasa Jawa, kulo pejah gesang nderek Kultural”, tambah mahasiswa pascasarjana UGM ini.

Semoga Sarasehan ini benar-benar membuat kita semakin mencintai KAMMI dengan sederhana… [maru]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar