18 Maret 2013

Rijalul Imam: Jangan Pernah Menutup Pintu Ijtihad (Cerita dari Sarasehan Jakarta-4)

Gambar

JAKARTA (16/3)—Pagi itu, Kampus STEKPI ramai dipenuhi oleh mahasiswa dan mahasiswi yang kuliah. Tetapi, di Aula Sekretariat LDK As-Salam, STEKPI, puluhan aktivis mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia berkumpul untuk mengikuti Sarasehan Inteligensia KAMMI II.

Kali ini, yang menjadi pemantik diskusi adalah Rijalul Imam, MSi, mantan Ketua Umum PP KAMMI yang telah menulis berbagai buku pergerakan. Beliau hadir untuk memberi pemaparan mengenai ‘mihwar gerakan KAMMI’, narasi yang beliau susun sebagai agenda strategis gerakan KAMMI.

Hari itu, pak Rijal datang terlambat. “Beliau ternyata menunggu di Riyadusshalihin, Tebet. HP dan BB-nya tertinggal. Untunglah, beliau mengirim email dan bisa dijemput”, kata Dian, seorang panitia kegiatan dari KAMMI Jakarta.

Untuk menunggu kedatangan beliau, Dharma Setyawan memfasilitasi brainstorming soal mihwar gerakan KAMMI. Forum akhirnya mendiskusikan ketaatan dalam perspektif gerakan. “Apakah saat ini ‘ketaatan’ pada struktur (jamaah) masih relevan saat ini?”, Tanya seorang peserta. Berbagai argument diajukan dan didiskusikan.

Sekitar pukul 11 siang, Pak Rijal sampai. Uniknya, beliau membuka sesi dengan pertanyaan. “Saya mengasumsikan antum semua sudah membaca mihwar gerakan ini. Silakan jika ada yang ingin ditanyakan”, kata pak Rijal. Peserta pun bertanya mengenai mihwar gerakan ini.

“Saya ingin membuka dengan menjelaskan siapa saya dan mengapa saya punya ijtihad semacam mihwar gerakan ini”, papar Rijal.Menurut beliau, gagasan ini sudah muncul sejak masih aktif mengelola KAMMI Komisariat IAIN Sunan Kalijaga. “Dulu, atas supervisi dari Pak Yusuf Maulana (pendiri KAMMI IAIN, red), saya membentuk kelompok diskusi yang diberi nama “Gardan” (Lembaga Rekayasa PEradaban”. Aktivitasnya cukup sederhana: membaca, hadir, dan berbicara. Alhamdulillah, aktivis-aktivis Gardan mampu menjadi kader KAMMI yang vocal dan punya kapasitas dalam berbagai forum Daurah yang dilaksanakan”, jelas Alumni IAIN Sunan Kalijaga ini.

“Setelah dari IAIN dan menjadi Ketua KAMMI Daerah Yogyakarta pada tahun 2002, saya mulai berpikir, mau dibawa ke mana KAMMI. Banyak daerah, bahkan KAMMI Pusat, waktu itu tidak punya narasi semacam itu. Kita menggagas konsep ke-instruktur-an dsb. Akh Ardhi Rahman sempat menggagas konsep Kaderisasi Intelektual Profetik. Kita bahas itu di Gunung Kidul. Tetapi, ternyata hanya bisa diterapkan di Yogya. Pusat saja responsnya tidak jelas”, cerita Pak Rijal.

Akhirnya, ketika lokakarya Kaderisasi, muncullah konsep Muslim Negarawan. “Konsep ini diusul oleh tim yang beranggotakan Kang Amin Fahrudin, Asep Teguh Firmansyah (Ketua KAMMI Semarang, saya, Akh Budiana, dan beberapa tokoh gerakan KAMMI yang lain”, papar penulis buku “Menyiapkan Momentum” ini.

Konsep Muslim Negarawan menjadi titik sentral dari Mihwar Gerakan KAMMI. “Di Al-Qur’an banyak cerita soal pemimpin yang tangguh. Konsep ini jadi landasan Muslim Negarawan yang dituangkan dalam kerangka kaderisasi”, papar pak Rijal. Konsep Mihwar Gerakan ini merupakan hasil pemikiran –konseptualisasi— dari prinsip gerakan KAMMI. “Saya memulai dengan ‘ideologisasi’. Lalu, dengan basis ideologi tersebut, muncullah ‘resistensi’ atau perlawanan. Titik ketegangan dari perlawanan melahirkan ‘solusi/formulasi’, yang kemudian disusul oleh rekonstruksi. Kemudian, ada leaderisasi dan internasionalisasi”, jelas pak Rijal.

Menurutnya, saat ini kader KAMMI harus berani kritis dan ber-ijtihad. Mihwar Gerakan KAMMI adalah bentuk Ijtihad. Kita tidak boleh memulai dari nol. Kita memulai dari titik di mana pendahulu kita berhenti. kekuatan seorang muttaqiinbertumpu pada kekuatan an-nazhariyat, yang dalam bahasa Arab berarti kekuatan penalaran; teoritisasi. Penalaran itu bertumpu pada bagaimana KAMMI bisa menatap masa lalu untuk menata masa depannya", jelas Rijal yang sekarang menjadi anggota MPP KAMMI ini.

Rijal mengungkap, penting bagi kader KAMMI untuk terus berijtihad. “Jangan sekali-kali menutup pintu ijtihad. Beranilah berpikir dan memimpin. Saya mengapresiasi Forum Kultural KAMMI yang telah menginisiasi itu”, kata Pak Rijal berkomentar soal Forum Kultural KAMMI.

Sesi yang berjalan selama kurang lebih 3 jam ini mendapatkan sambutan hangat dari peserta. “Saya menemukan sesuatu yang hilang dari KAMMI selama ini”, komentar Wibisono, Pengurus Pusat KAMMI yang hadir di sarasehan.

Semoga, kehadiran pak Rijal ini mampu membuat kita semakin membuka pintu-pintu Ijtihad di antara pengurus maupun kader KAMMI, bukan sekadar menuduh sebuah forum sebagai ‘makar’ – padahal forum itu hanya ingin menyegarkan wacana di KAMMI dan mencintai KAMMI dengan sederhana.[maru]

Isi lengkap pemaparan Rijalul Imam bisa diakses di: http://kammikultural.wordpress.com/2013/03/16/mihwar-gerakan-kammi-sebuah-penjelasan-makalah-sarasehan-jakarta-1/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar