22 Maret 2013

Dari Aksi Ke Aksi

Oleh: Arif Susanto[2]

TAK perlu memungkiri bahwa KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dilahirkan sebagai front Aksi pada 29 Maret 1998 lalu. KAMMI yang dideklarasikan di Malang menjelma menjadi armada aksi yang mampu menghadirkan gelombang massa dan gelombang opini hingga Reformasi bergulir di tahun 1998. Aksi-aksi yang digelar oleh KAMMI mampu mendorong reformasi dan memberikan warna dalam dinamika pergerakan mahasiswa Indonesia hingga 2004. Selama rentang waktu itu, KAMMI bergeliat dari satu aksi ke aksi lain.

Namun kini terjadi kegamangan ihwal aksi-aksi yang dilakukan oleh KAMMI. Perubahan sistem pendidikan di Perguruan Tinggi juga mengubah pembacaan mahasiswa terhadap aksi demonstrasi. Seolah aib, Aksi jalanan dianggap kurang intelektual karena aspirasi dan suara bisa disampaikan dalam bentuk lain, semisal tulisan, diskusi, hearing, dan lain-lain. KAMMI-pun mulai merambah aktivitas keilmuan dengan membuat lokus-lokus keilmuan di kampus-kampus.


Euphoria trend keilmuan ini ternyata membuat KAMMI gagap menarik benang merah yang menghubungkan aktivitas dan budaya keilmuan dengan kehendak kelahiran KAMMI yakni sebagai front Aksi. Sebagian menganggap bahwa aksi adalah masa lalu KAMMI dan kini adalah era keilmuan dimana KAMMI cuku aksi sekedarnya saja. Maka lahirlah generasi KAMMI yang antipati terhadap aksi-aksi jalanan.

Soal Keberpihakan

Keberpihakan sejatinya menjadi kata kunci yang menjadi ruh atas segala aktivitas KAMMI. Visi KAMMI menghendaki KAMMI menjalankan tiga kerja besar; membangun sistem KAMMI yang sutainable sebagai organisasi permanen, mencetak dan membentuk kader-kader sehingga siap menjadi Pemimpin Tanggun, dan memperjuangkan terwujudnya Indonesia yang Islami. Lantas dimanakan letak aksi demonstrasi maupun aktvitas keilmuan dalam pencapaian Visi KAMMI di atas?

Sebuah visi dan gagasan membutuhkan metodologi dan kerja nyata agar kehendaknya terwujud. Aksi demonstrasi adalah salah satu metode yang menjadi arus besar sejak kelahiran KAMMI, dan metode-metode lain juga telah dikembangkan dalam ikhtiar mencapai visi ini. Identitas ke-mahasiswa-an menjadi satu pertimbangan besar dalam perilaku KAMMI. Mahasiswa memiliki kehendak sebagai insan ilmiah & intelektual, sekaligus kelas menengah yang energik. Karenanya, menjadi sarat mutlak bagi KAMMI dan kadernya untuk membingkai aktivitasnya dengan tradisi keilmuan yang kuat, dan tentu dengan fundamen keagamaan yang juga memadai.

Bingkai ini tentu tidak cukup mengingat Ilmu dan pengetahuan sejatinya tidak lahir dari ruang yang bebas nilai dan bebas kepentingan. Maka menjadi penting bobot keberpihakan menjadi tarikan yang mengarahkan kemana orientasi segala aktivitas keilmuan yang kita lakukan. Bagi KAMMI, keberpihakan KAMMI mestinya diletakkan pada tiga hal: Kejayaan Islam, Pembelaan terhadap Kaum lemah dan Kejayaan Indonesia. Ketiga hal ini bermuara pada Pembelaan pada Kaum Lemah karena disinilah tolak ukur sederhana dalam menilai kesuksesan sebuah bangsa, kemashlahatan Islam, juga harga keikhlasan.

Tradisi Keilmuan yang Berpihak

Maka menjadi satu indikator sederhana bagi KAMMI dan Kader KAMMI dalam menjalankan segala metode yang dipilih dalam aktivitas ber-KAMMI: apakah ia membela kaum lemah atau tidak?. Pada Bab berikutnya, basis keilmuan mesti menjadi salah satu prasyarat dalam upaya pembelaan kaum lemah mengingat pembelaan membutuhkan argument yang lebih kuat dari argument atas penindasan yang terjadi. Bila di atas serangkaian argumentasi dan riset Ilmiah sebuah kebijakan bisa lahir untuk keuntungan penguasa dan kroninya, maka dibutuhkan argument yang lebih ilmiah dan kokoh agar kebijakan itu bisa lebih bermanfaat untuk kaum lemah.

Kerja keras kita di ruang akademik, intelektual, ilmiah atau apapun, sejatinya adalah untuk menopang bangunan argument dan strategi yang memadai dan lebih canggih untuk mendorong perjuangan melahirkan sistem dan kebijakan yang berpihak pada kaum lemah. Dan pilihan Aksi Demonstrasi menjadi penekan dan sounding agar suara dan kehendak itu lebih segera terwujud.

Koneksi dan Harmoni atas dua hal ini (keilmuan yang menopang gerakan aksi) adalah kunci atas keberhasilan gerakan mahasiswa saat ini. Pengkajian yang mendalam atas suatu problematika social dan metodologi mengatasinya, adalah fondasi atas pilihan gerakan yang akan dilakukan oleh KAMMI. Kedewasaan dan kematangan dalam mengkaji metodologi menyelesaikan sebuah problematika social, akan melahir beragam pilihan aksi yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan trend zaman yang berkembang. Ini soal metode yang paling efektif dan ampuh.

Era informasi yang menjadi trend zaman kita saat ini, menjadi pembacaan penting agar KAMMI memahami realitas zaman dan masyarakat. Dunia yang datar membuat dikotomi antar sector kehidupan semakin tipis. Demikian pula jarak dan waktu. Pengetahuan tidak lagi bisa dimonopoli satu pihak, semua semakin mudah mengakses pengetahuan apapun. Informasi bergerak sangat cepat dan menjadikan setiap individu mampu memberikan determinasi atas perubahan yang terjadi. Konsekuensinya, peran struktur kelembagaan mesti terorientasi pada akomodasi atas peran setiap individu.

Bila kita membaca bagaimana formasi kelembagaan KAMMI terbentuk, maka pertimbangan politis-sosiologis nampak sangat dominan dalam pembentukan formasi kelembagaan yang ada. Hierarki organisasi menempatkan struktur kekuasaan yang sangat besar di pusat dan semakin kecil di komisariat. Hal ini berdampak hingga ruang pengetahuan kader-kader di bawah.

Kondisi zaman yang berubah, telah membalik pembacaan ini. Komisariat mesti dipandang sebagai ujung tombak karya besar KAMMI, selain setiap individu kader yang mesti mendapat ruang untuk berkembang dan memberikan kontribusi besar sesuai munyulnya. Kedepan, suara-suara KAMMI mestinya lahir dari setiap kader-kader KAMMI, dari komisariat-komisariat. Suara itu tidak lagi dominasi struktur/pengurus yang levelnya tinggi.

Komisariat mesti mampu mengembangkan kompetensi keilmuan yang dimilikinya. Pengembangan atas kompetensi keilmuan ini akan mampu menjadi sarana mengasah kemampuan dan kematangan kader dalam lingkup sector kehidupan yang digelutinya. Namun tidak cukup sampai disitu, sebagai bentuk keberpihakan, basis keilmuan itu mesti disandarkan atas keberpihakan dan pembelaan terhadap nilai kebenaran dan pembelaan kaum lemah. Sudah barang tentu,  dibutuhkan upaya untuk menghubungkan antara problem social yang ada, dengan kajian keilmuan spesifik sebagai solusi problem yang ada, serta yang tak kalah penting adalah menghubungkan dengan pemangku kebijakan sehingga solusi yang ditawarkan segera terwujud.

Proses pembelaan atas suatu problem social dengan basis pengetahuan/kompetensi yang kuat, disertai proses advokasi kebijakan yang cerdas, tentu akan melahirkan aksi gerakan yang elegan dan positif. Hal ini juga berdampak pada kematangan actor-aktornya karena mampu mengolah basis keilmuannya menjadi senjata ampuh membela kaum lemah. Dan Ilmu yang terbaik adalah ilmu yang bermanfaat untuk kemashlahatan ummat.

Narasi yang Kokoh

Sekilas, kita akan membaca terjadinya ‘pasar bebas’ atas keluasan ruang individu & komisariat di KAMMI. Pun peran struktur elit KAMMI yang lebih dominan sebagai fasilitator, bukan pemain utama yang senantiasa mendapat panggung. Yang dibutuhkan dari perkembangan ini adalah pembangunan fikroh dan narasi yang kokoh di seluruh kader-kader KAMMI. Kekokohan fikroh akan menentukan seberapa kuat dan imun kader KAMMI dalam menghadapi dinamika, tarikan, kompleksitas masalah, persilangan ideology, dan beragam hal lain sebagai dampak dunia yang semakin datar. Kader  KAMMI mesti dibentuk imunitas dan karakter khas-nya, bukan homogenisasi yang malah membuat kader tidak siap menghadapi keberagaman zaman.

Selain imunitas, Narasi yang dibangun oleh KAMMI mesti jelas dan visioner. Narasi inilah yang akan menjadi arahan bagi setiap individu dan komisariat untuk memilih metodologi yang tepat sesuai kedekatan masalah yang dihadapi. Setiap bentuk masalah dapat dihadapi dan dijawab dengan metode yang sangat beragam, sejauh memiliki keselarasan dengan Narasi yang dibangun. Ketika narasi ini gagal dibangun, maka yang terjadi adalah kegamangan dalam bertindak. Ini akan mematikan gerakan KAMMI, dan sangat mungkin menimbulkan gerakan kader/komisariat yang centang perenang. Meski niat dari gerakan yang centang perenang ini positif, kekosongan narasi membuat ia sangat mungkin ditafsirkan sebagai hal negatif (makar, pemecah belah dll)

Ikhtitam

Kita perlu memahami bahwa sejatinya KAMMI adalah gerakan Aksi. Dinamika dan perubahan zaman menghendaki perubahan atas konsep dan metode aksi yang digunakan. Pada awal reformasi masyarakat dan pemangku kebijakan membuthkan aksi segera sebagai jawaban atas tekanan berkepanjangan. Aksi cepat dan segera adalah desakan momentum. Bukan tanpa kajian, tapi masyarakat dan zaman telah memiliki narasi yang kuat atas masalah yang ada. Namun zaman kita saat ini menghadapi masalah yang jauh lebih kompleks. Suatu problem dikelilingi banyak anasir masalah yang saling berkaitan. Sebab atas masalah yang ada juga bersandar pada dalil dan pembenaran yang sangat akademis dan Ilmiah. Tidak sekedar butuh menekan, tapi mesti didukung segudang argument ilmiah dan cerdas. Strategi cerdas dan variatif juga wajib digunakan sebagai sarana perjuangan.

Aksi kita sama dengan aksi kita di masa lampau sebagai ikhtiar pengabdian dan perbaikan pada bangsa dan agama. Perbedaaan terletak pada bobot dan strategi yang digunakan. Dakwah dan perjuangan yang disandarkan atas pembacaan dan pemahaman yang terang dan tepat tentang kondisi zaman dan masyarakat yang ada. KAMMI bukanlah gerakan teks, KAMMI gerakan nyata dengan segala strategi sebagai bentuk pengabdian kita pada agama & bangsa, juga sebagai jalan perjuangan memperbaiki Bangsa Indonesia yang kita Cintai.







[1] Catatan reflektif Sarasehan Inteligensia KAMMI




[2] Penggiat KAMMI Kultural, saat ini domisili di Surakata


Tidak ada komentar:

Posting Komentar