20 Maret 2013

Manifesto "KAMMI untuk Indonesia" Siap Dideklarasikan di Malang (Cerita dari Sarasehan Jakarta-7)

Gambar

JAKARTA (17/3)-Di sudut ruangan aula LDK As-Salam STEKPI, Jakarta, belasan aktivis,  tampak serius berdiskusi. Ada yang mendokumentasikan hasilnya di laptop. Ada yang memaparkan gagasannya, sambil kadang-kadang menuliskan di papan tulis yang tersedia. Yang lain mendengarkan seksama.

Begitulah potret salah satu forum di Sarasehan Inteligensia KAMMI II di Jakarta. Pertemuan ini ternyata tidak hanya mendengarkan paparan-paparan dari narasumber dan alumni. Peserta sarasehan juga membahas beberapa hal penting terkait rumusan tentang apa yang akan dilakukan oleh KAMMI di masa depan.

Pembahasan tersebut dimulai sejak Ahad (17/3) selepas shalat subuh. Difasilitasi oleh Arif Susanto (Pegiat Forum Kultural dari Solo), peserta membahas beberapa hal penting terkait masa depan KAMMI dan kontribusi apa yang bisa diberikan oleh Forum Kultural.



Salah satu pembahasan penting di sana adalah perumusan Manifesto Gerakan "KAMMI untuk Indonesia".

Setelah Forum dibagi menjadi dua Komisi, yaitu Komisi I yang membahas agenda strategis dan gagasan Forum Kultural, serta Komisi II yang membahas Manifesto "KAMMI untuk Indonesia". Komisi I difasilitasi oleh Dharma Setyawan (Lampung), sementara Komisi II difasilitasi oleh Fadhil Muhalela (PP KAMMI) dan Ahmad RIzky MU (Yogyakarta).

Pembahasan Manifesto berjalan cukup alot. Beragam gagasan muncul. "Mengacu pada 'manifesto Komunis' yang dibuat Marx dan Engels, misalnya, setidaknya Manifesto ini mencerminkan 'siapa kita, bagaimana posisi kita menghadapi permasalahan nasional, dan apa yang akan kita lakukan", papar Umar.

Arif, peserta lainnya, berpendapat berbeda. "Manifesto ini mesti mencerminkan bagaimana KAMMI memandang wacana keindonesiaan", tukasnya. Emas, seorang peserta akhwat, berpendapat bahwa Manifesto ini mesti mencerminkan akar KAMMI. Dan lain sebagainya.

Akhirnya, disepakati bahwa Manifesto akan membahas wacana keindonesiaan seperti apa yang akan ditawarkan KAMMI. "Makalah ini akan memuat statement keindonesiaan, masalah-masalah apa yang dihadapi bangsa, bagaimana sikap KAMMI, dan apa yang akan KAMMI tawarkan", ungkap Umar dan Fadhil yang memfasilitasi forum.

Manifesto ini keluar dari dikotomi struktural-kultural. "Kita tidak lagi mempersoalkan apakah Manifesto ini milik struktural atau kultural. Siapapun yang melaksanakan Manifesto ini, sadar atau tidak, kader KAMMI atau bukan, dialah KAMMI", tukas seorang peserta forum.

"Bahkan kalau ada pengurus KAMMI yang ingin mengklaim atau melaksanakan ini, tidak jadi masalah. Yang penting, dilaksanakan dan diintegrasikan dalam sendi kehidupan kita", tambah peserta lain. Ini menandakan, Manifesto ini adalah tekstualisasi dari gagasan dan idealisme yang dibawa oleh Forum Kultural.

Gagasan keindonesiaan menjadi tema sentral manifesto. Ketika dibawa ke forum bersama, Manifesto ini disepakati akan dideklarasikan di Malang, akhir bulan ini. "Kita akan mengambil momentum Milad KAMMI untuk menyampaikan Manifesto ini pada publik", jelas fasilitator Forum.

Dengan adanya Manifesto, diharapkan KAMMi semakin meng-Indonesia. "Kita mesti sampaikan bahwa KAMMI hadir dan ada untuk Indonesia",tambah fasilitator.

Perwakilan dari Malang yang hadir di Sarasehan ini menyanggupi. "Kami siap memfasilitasi Deklarasi dan forum refleksi sederhana ini di kota kelahiran KAMMI", tukas seorang peserta dari Malang.

Manifesto "KAMMI untuk Indonesia" ini menjadi sebuah produk konkret dari Sarasehan Inteligensia KAMMI di Jakarta. Semoga Manifesto ini menjadi awal kebangkitan KAMMI yang berpijak dari tanah air Indonesia! [umar]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar