Oleh: Robert Edy Sudarwan
Pegiat KAMMI Kultural asal Lampung
Keberadaan
partai politik di era pra kemerdekaan tentunya berbeda dengan keberadaan partai
politik pada saat ini. Jika pada masa
lalu politik digunakan sebagai sebuah jalan dan upaya untuk meraih kemerdekaan,
maka pada saat ini politik lebih kepada mengisi kemerdekaan. Serupa tapi tak sama, itulah klise yang tepat
disematkan pada partai politik era lalu dan saat ini.
Berbicara
ruang politik maka tidak akan terlepas dari ruang kepentingan yang menyelimuti. Dari kepentingan agar sebuah bangsa dapat
menjadi bangsa yang berdaulat dan sejahtera, hingga pada orientasi kepentingan
kelompok dan individu tertentu. Tentu
hal ini bergantung dari bagaimana seseorang memaknai arti dan keberadaan partai
politik tersebut.
Dewasa ini perjuangan partai politik hanya menjadi
perjuangan pragmatis, yang menghantarkan prilaku para elitnya menuju hotel prodeo.
Hal tersebut tidak dapat dipungkiri dengan adanya banyak politisi yang semakin
hari terperangkap pada kasus – kasus korupsi.
Dan ini menjadi sebuah kekhawatiran yang mendalam ketika hal tersebut
menghantarkan masyarakat dalam ruang apatisme politik yang berujung pada
pilihan golput.
Sejalan dengan
kondisi dewasa ini, hendaknya partai politik mulai berbenah untuk meng-upgrade
diri, baik kapasitas maupun kualitas hingga integritasnya. Kualitas tentu akan dilihat dari
torehan-torehan apa yang telah di karyakan dalam sematkan nilai di kehidupan
bermasyarakat. Dan integritas akan dilihat dari konsistensi partai politik di
dalam mempertaruhkan ke-konsistensianya dalam memperjuangkan hak rakyat, serta
kebersihannya di dalam kasus-kasus yang menjerat prilaku elit dalam lubang
korupsi. Terlepas dari hal tersebut,
tentu kita sangat berharap besar kepada partai politik. Karena dalam era saat ini ornamen partai
politik sangat menjanjikan untuk membawa dan merubah sebuah siklus kehidupan
berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Agama dan Partai Politik
Berbicara pada ruang agama tentu akan sangat menarik
jika dikaitkan pada sebuah cita-cita dan mimpi setiap insan yang memeluk agama. Semua agama mengharapkan kehidupan yang baik
untuk sebuah entitas masyarakat. Agama
diharapkan menjadi solusi di dalam pencapaian kehidupan yang adil, makmur dan
sejahtera. Kehadiran agama mestinya
menjadi sebuah undang-undang dalam pribadi pemeluknya guna mencapai kehidupan
yang bermartabat. Jika kehadiranya mampu
menjadikan setiap pribadi pemeluknya menjadi insan-insan yang baik secara
individu dan bermanfaat di masyarakat. Maka hal ini akan melampaui kotak – kotak
politik dan tentu akan lebih memacu sebuah cita-cita besar itu akan tercapai.
Dewasa
ini ornamen kultural dalam beragama pun dirasa tidak mencukupi untuk menjadikan
sebuah cita – cita besar ini tercapai.
Ada upaya pendekatan struktural yang pada akhirnya menjadikan sebuah
agama menjadi salah satu entitas politik pun tidak terelakkan. Keberadaan agama dalam sebuah institusi
politik pun menjadi sesuatu yang penuh kegamangan. Bak telur di ujung tanduk, semua menjadi
serba salah dengan penyematan simbol – simbol agama tersebut.
Agama dalam lobang hitam
Jika berbicara dunia politik maka yang ada dibayangan
kita adalah intrik, taktik dan siasat yang tidak jarang saling menjatuhkan satu
sama lain. Kondisi ini akan menjadi
rumit ketika institusi agama yang semetinya bersih dan bertahta di tempat yang
suci itu menjadi sebuah kendaraan yang juga masuk dan karam dalam lobang hitam.
Jika pada wilayah abu-abu saja sebuah
institusi itu sulit untuk menegaskan siapa dirinya, lantas bagaimana jika
kondisnya lebih terpuruk dari hal tersebut.
Dan yang menjadi masalah adalah ketika agama menjadi sesuatu yang mau
tidak mau tersemat dan masuk ke dalam pilihan yang sulit untuk keluar dari
keterpurukan. Maka yang menjadi sorotan
adalah mayoritas pemeluk agama tersebut tanpa memandang apakah dia terlibat
dalam masalah tersebut atau tidak.
Kenyataan
saat ini sudah semestinya membuat kita menjadi prihatin, akankah nasib bangsa ini menjadi rumit dengan
keberadaan agama yang menjadi sebuah alat legitimasi kepentingan kelompok
tertentu. Dengan dalih ini dan itu agama
menjadi sebuah komoditas yang laris di pasaran. Menjajakan agama bak sesuatu
yang penting untuk di santap oleh semua manusia, namun berdampak pada
konsekwensi politik yang berujung pada penggiringan opini publik akan keberpihakan
konstituen.
Kondisi
ini menjadi semakin mengeruh ketika akhirnya sebuah institusi politik yang
mendedikasikan diri untuk kepentingan agama pun terjebak dan terlarut dalam
sistem politik yang kotor. Alih –alih
berjuang demi agama tetapi ahirnya melebur dan hancur juga dalam pusara politik
yang jorok tersebut. Lantas siapakah
yang akan dirugikan atas hal tersebut?, yang kita semua tahu bahwa kepentingan
politik jangka panjang ini tidak bisa berjalan dengan manufer instan dan
mengedepankan sisi-sisi pragmatis dalam kehidupan beragama.
Manuver
politik yang menggunakan titah Tuhan sebagai tuah sakti, tentu akan menjadi
hambar dan basi ketika kenyataanya berbanding terbalik dengan realitas
nyata. Menjadi sesuatu yang memalukan
ketika pada wilayah abu-abu tersebut wajah partai yang membawa nama agama pun
terjatuh dalam pusara hitam. Maka
ganjaran yang di dapat dari basis konstituen tentu akan berdampak buruk pada
kepercayaan partai politik tersebut.
Kekecewaan yang muncul tentu tidak sedikit berdampak pada pilihan sikap
poltik yang berbelok
Sudah
semestinya agama menempatkan diri pada posisi di atas semua golongan dan
kelompok. Menempatkan diri pada
pembangunan mental spritual masing – masing individu yang terlepas dari
kepentingan apapun. Kemurnian akan
sebuah cita –cita mulia agama tentu jauh melampaui cita-cita partai politik
apapun. Harapannya dengan menempatkan
agama sebagai sebuah induk yang dapat menjadi power dan sumber bagaimana
manusia bersikap, betindak dan berperilaku. Tentunya hal tersebut dapat
mendorong dan menghantarkan bangsa ini menjadi lebih baik. Karena dengan tidak menjadikan agama sebagai
institusi kepartaian, justru agama dapat masuk dengan natural ke dalam
institusi politik apapun dan membentuk ke-arifan manusia-manusia di
dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar