15 Mei 2013

Senayan, dan Asa Sederhana pada Kawan Lama

Oleh : Yusuf Maulana

Kawan, namamu tertera di antara ribuan politisi yang bakal bertarung di Senayan tahun depan. Aku yakin itu namamu karena kiprahmu memang selama ini di sana. Kau bahkan mencari sesuap nasi juga di antaranya dari sana. Kalau kemudian engkau diamanahi menjadi ‘pendakwah’ di parlemen bila kelak terpilih, logis saja. Terlebih lagi kau sudah kenyang asam garam mendampingi para senior di panggung nasional.

Kawan, hadirnya namamu di selebaran KPU bedalah ketika engkau ada di papan nama DPM di kampus kita dulu. Dulu kau musti masuk karena tiada pesaing untuk menghadang.  Tapi kini, kau harus berjuang ekstrakeras hingga peluang terakhir. Boleh jadi kau menang; boleh pula kau terbuang. Bukan saja terhempas oleh kawan di luar partai, namun juga teman seiring separtai. Kau tentu ingat, kawan, tiada kawan abadi, yang ada kepentingan abadi!

Kau bukan pertama kali seorang kawan lama di organisasi anak-anak muda di jalanan yang kemudian tercebur di pusara para sesepuh. Kau pasti paham apa itu ketaatan, dan kau pun memilih ke sana. Ketaatanmulah yang kemudian melempangkanmu menemukan jalan kini yang kadang berbeda denan sebagian kawan lama kita. Apa boleh buat, selagi muda kita memang bisa bersatu, saat periuk beterbaran masanya kita berhamburan. Di sinilah akhirnya kadang meradang untuk saling serang. Bukan saja antara kau dengan kawan kita yang ada di seberang kubu, tapi juga kau dengan kawan yang sekadar ada di luar kandang.

Ada atau tidak adanya kau di daftar, bagiku, setabal pengisi rutinitas pesta lima tahunan. Memang penting bagi kawan-kawanmu yang masih percaya kehadiran politisi muda bisa berikan asa baru dalam mengubah tatanan. Bagiku, semua itu omong kosong. Kalau tidak terseret, syukur tidak tenggelam. Sukar untuk menyeret orang agar ikut jalur idealisme kita selagi masih di jalanan. Mungkin, katamu, dunia kini berbeda; dunia jalanan itu absurd dan penuh omong kosong. Adapun kini, dunia dengan kursi sebagai simbol, idealisme itu dipertaruhkan dengan kenyataan.

Justru karena aku takut kau akan mengulang lagu lama kawan-kawan kita yang pupus sebelum kepalan tangan teracung, maka aku mawas. Mawas agar aku yang mengenalmu secara bersahaja juga ingin menempatkanmu dengan apa adanya.  Perubahan memang tidak mustahil kaulakukan. Seorang diri tanpa atau dengan cinta, kerja, dan harmoni, dengungan guru utamamu. Perubahan itu bahkan mungkin hadir dengan kau seorang bertandang di kandang lawan.

Tapi kawan, untuk itu apakah kau bersiap? Bersedia untuk mengikuti prasyarat yang ada agar engkau menjadi petarung yang siap memengaruhi orang ketimbang kau dipengaruhi?

Maka, aku tak muluk memintamu mengingat apa itu jati diri organisasi kita. Takperlu mencapmu dengan ini dan itu lewat uji tes apakah engkau masih ingat tafsir gerakan kita. Juga tidak memadai bila kau kami ukur dengan kefasihanmu dalam bicara kredo gerakan. Semua omong kosong itu biarlah kauletakkan di sakumu. Kau cukup hafalkan saja apa yang diamanahi partaimu. Cukup itu saja. Selagi itu bersesuaian dengan nuranimu, jalankan! Bila tidak, katakan tidak!

Karena kita anak-anak yang pernah dibesarkan di jalanan; karena kita pernah menghirup liarnya udara pantai, jangan pernah ragu untuk menjadi pelafal amin pada satu kata: kebenaran. Dan katakan tidak untuk pelafal amin pada membeo dan taklid kekuasaan. []

1 komentar: