31 Mei 2013

Pancasila dan Pemuda Indonesia

Prayogo Kurnia
Pegiat Kultural KAMMI UNS

Pemuda merupakan seorang anak manusia dimana ia memiliki semangat tinggi untuk mencari jati dirinya. Beberapa orang mengatakan bahwa usia muda adalah dimana seorang manusia sedang labil dan memiliki rasa ingin tau tinggi untuk mecoba sesuatu baru. Kondisi psikis pemuda mempengaruhi arah masa depan dari pemuda itu nantinya. 

Usia muda hanya sekali saja, dimana kita masih bisa melakukan apapun sesuai kesenangangan kita tanpa ada kendala fisik dalam hal ini tenaga yang masih fit. Tak kelak maka dulu Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno mengucapkan “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut gunung Semeru, berikan aku 10 pemuda revolusioner akan kuguncangkan dunia”. Ini dikatakannya mengingat bahwa kelompok pemuda dapat dijadikansosok andalan oleh suatu bangsa.

Terkadang kita memandang sebelah mata oleh apa yang dilakukan oleh pemuda. Dengan anggapan belum memiliki pengalaman hidup dan masih sedikitnya ilmu yang dimiliki pemuda, banyak penilaian bahwa pemuda masih belum bisa melakukan apapun apalagi membuat sebuah perubahan. Tapi pemuda tidaklah harus terima begitu saja dengan alasan – alasan tersebut. Bangsa ini pernah mencatatkan sejarah di dunia pergerakan kemerdekaan dimana banyak sejarah yang dimotori oleh pemuda Indonesia.

Masih ingatkah dengan tanggal 28 Oktober 1928? Ada apa dengan tanggal itu? Harusnya kita sebagai pemuda tidak akan pernah melupakan hari itu. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tonggak sejarah para pemuda Indonesia. Para pemuda seluruh Indonesia memproklamirkan sumpahnya untuk bersatu demi berjuang merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan para penjajah. Kala itu berbagai pemuda mengikrarkan untuk berbangsa, bertanah air dan berbahasa satu yaitu bangsa, tanah air dan bahasa Indonesia.

Tidak berhenti disana, rupanya pemuda Indonesia di masa penjajahan masih mengukirkan sejarahnya. Sebelum proklamasi kemerdekaan berlangsung, sempat terjadi perdebatan antara golongan muda dan golongan tua. Sebenarnya semua rakyat Indonesia memiliki keinginan sama yaitu kemerdekaan dan bebas dari segala penjajahan oleh bangsa lain. Namun rupanya perbedaan usia juga menimbulkan perbedaan pendangan tentang arah bangsa ini.Golongan muda yang notabennya masih berusia muda menginginkan proklamasi dilaksanakan secepat mungkin, tetapi berbeda dengan golongan tua. Golongan tua ingin pelaksanaan proklamasi kemerdekaan dengan penuh persiapan dan pertimbangan. Akhirnya terjadilah peristiwa Rangasdengklok, peristiwa dimana Soekarno dan Hatta diculik untuk didesak mempercepat proklamasi kemerdekaan oleh Sukarni, Wikana dan Chaerul Saleh.Akhirnya proklamasi kemerdekaan dapat terealisasi pada tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah negeri ini merdeka dari penjajah, ternyata banyak mahasiswa menilai bahwa negeri ini masih terjajah. Seperti kita ketahui bahwa mahasiswa juga merupakan bagian dari anak muda.Di era orde baru mahasiswa menilai bahwa kemerdekaan berdemokrasi masih terjajah oleh penguasa. Merasakan hal yang sama seperti masa penjajahan, mahasiswa tidak diam. Puncaknya adalah ketika bulan Mei tahun 1998. Para pemuda dengan jaket almamaternya yang berwarna – warni bersatu. Mereka aksi dan menuntut untuk dijatuhkannya rezim orde baru. Perjuangan mereka tidaklah sia – sia, dan akhirnya perjuangan itu berujung pada pengunduran diri Soeharto tanggal 21 Mei 1998.

Setelah kita merefleksikan sejenak berbagai kisah yang telah diukir oleh pemuda Indonesia, patutnya kita bangga sebagai anak muda Indonesia. Pada tahun 2035Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, untuk mempersiapkan itu pemerintah saat ini menyiapkan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Pertanyaannya, pemuda macam apakah yang dibutuhkan oleh Indonesia ?Salah satu pendiri bangsa Indonesia, Soekarno pertama kali mencetuskan Pancasila sebagai idiologi bangsa.

Keyakinan Soekarno untuk menjadikan Pancasila sebagai idiologi bangsa sampai saat ini masih diakui yang paling cocok untuk Indonesia. Sebagai contoh, dalam sila pertama Pancasila, menandakan bahwa rakyat Indonesia menganut sistem Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan konsep Ketuhanan berarti setiap warga negara wajib beragama. Dengan kepercayaan dan keyakinan beragama, ada hubungan antara manusia dan Tuhan. Pada kesehariannya agama mengajarkan tentang perintah dan larangannya. Ketika seorang anak muda memiliki kekuatan spiritual dengan Tuhannya, maka kecil kemungkinan anak muda itu melakukan tindakan tercela karena mereka akan sadar bahwa dimanapun dan kapanpun anak muda itu merasa terawasi oleh sang pencipta. De Baets (1863-1931) seorang ahli hukum asal Belgia menyatakan bahwa faktor agama (iman) dapat mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat. Dengan adanya landasan masyarakat yang berketuhanan dan beragama, kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas begitu saja dengan kegiatan spiritualnya, sehingga budaya sekulerisme dari barat dapat tereliminasi dengan sendirinya oleh Pancasila.

Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Keadilan tidak harus dicapai dengan satu pandangan hukum saja, melainkan juga bisa dilaksanakan di lingkungan sekitar dimana kita hidup, misalnya saja bila masyarakat menyadari pentingnya menjaga fasilitas umum, maka setiap orang akan merasa adil sama – sama membayar pajak untuk membangun fasilitas umum. Adanya sila ini menunjukan bahwa dengan sifat dasar gotong royong masyarakat Indonesia maka budaya saling menghormati untuk menciptakan masyarakat beradab budaya Indonesia dengan mudah bisa menjadi realisasi kebiasaan sehari - hari. Akibatnya, apabila Indonesia sudah menjadi bangsa beradab, Indonesia sudah memiliki identitas sendiri dan tidak mudah untuk dipengaruhi budaya asing.

Sila ketiga, persatuan Indonesia. Indonesia terdiri atas berbagai jenis masyarakat. Banyaknya jenis masyarakat Indonesia menjadikan bangsa ini sebagai bangsa majemuk dan menghargai pluralisme. Indonesia membutuhkan persatuan yang kokoh agar dapat tetap menjaga keutuhan NKRI. Sebagai contoh, kemerdekaan Indonesia dapat direbut dengan persatuan dari rakyat Indonesia saat itu. Saat ini tugas kita sebagai pemuda dan penerima warisan kemerdekaan itu untuk mempertahankan keutuhan bangsa ini, termasuk dari masuknya budaya – budaya asing.

Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sila keempat ini menunjukan bagaimana masyarakat memiliki sikap bagaimana ketika berkumpul dan mencari sebuah solusi dimana sebenarnya masyarakat Indonesia masih menjunjung permusyawaratan untuk mencapai sebuah kebijaksanaan.Sebenarnya keinginan untuk adanya kebijaksanaan sudah tercantum pada sila ini, jadi apabila terdapat ketidaksesuaian dengan sila keempat ini kita harus mengevaluasi diri kita agar dapat sila keempat ini dapat terwujud.

Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bilamana suatu negara masyaratnya sudah merasa adil maka dengan mudah sebenarnya pemimpin negara tersebut dapat mengatur masyarakatnya. Ketika masyarakatnya dapat diatur maka bukan hal tidak mungkin saat ada kebijakan mewajibkan masyarakatnya untuk memelihara dan mengembangkan nilai – nilai budaya nasional, masyarakat itu akan dengan senang hati melaksanakannya.

Nilai – nilai yang terkandung oleh sila – sila Pancasila mengajarkan bagaimana menjadi warga negara yang baik. Konsep bertuhan, perikemanusiaan, persatuan dan keadilan pada Pancasila sesuai dengan kehidupan bangsa. Niscaya jika semua pemuda di Indonesia memiliki jiwa nilai – nilai yang terkandung dalam Pancasilamaka budaya asing tidak dapat ditelan saja oleh penerus bangsa sehingga menggerus budaya nasional kita sendiri. Sebenarnya konsep Pancasila yang dicetuskan oleh Soekarno ini merupakan budaya bangsa Indonesia sendiri, yaitu gotong royong. Gotong royong berarti mengerjakan bersama – sama. Dengan gotong royong, segala permasalahan di negara ini dapat terselesaikan, termasuk memfilter budaya asing masuk ke Indonesia.

*Juara II Lomba Essay "Pancasila Sebagai Filter Budaya Asing Dalam Era Globalisasi" yang diadakan HMP PKN Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar