Judul
Buku : Trias
Politica dalam Negara Madinah
Penulis : Dr.
Muhammad Alim,S.H., M.Hum.
Penerbit : Sekretariat
Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Kontitusi, Jakarta
Jumlah
Halaman : xxii + 106
Halaman
Cetakan : Pertama
(September 2008)
Peresensi : Kuncoro Probojati *)
Banyak
kalangan yang menganggap Montesquieu sebagai seseorang yang mengenalkan teori
pemisahan kekuasan pada abad XVII, yaitu menjadi kekuasaan legislatif,
kekuasaan eksekutif, serta kekuasaan yudikatif. Teori ini oleh Immanuel Kant, seorang filsuf politik terkemuka era pertengahan, disebut sebagai trias politica. Muhammad Alim dalam buku ini menyatakan bahwa anggapan ini keliru. Pemisahan kekuasaan telah dikenal jauh lebih lama daripada itu yaitu
pada abad VI bahkan telah mencapai taraf praktik, bukan hanya teori.
Jauh sebelumnya, Khilafah Islam telah mengenalkan pembagian kekuasaan serupa dalam terminologi yang berbeda.
Negara Madinah pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab (634-644) telah melakukan pembagian kekuasaan
secara horizontal. Telah ada lembaga eksekutif yaitu Khalifah dan stafnya; ada
lembaga legislatif yakni yang disebut Majelis
Syura sebagai dewan perwakilan rakyat yang kemudian hari untuk otoritas
menetapkan hukum dilakukan oleh ahl al
hall wa al aqd, bersama-sama dengan khalifah, dan juga sudah ada lembaga
yudikatif yang dilakukan oleh para hakim atau qadi (hlm 73-74).
Informasi diatas menjadi tamparan
keras bagi umat islam, khususnya cendekiawan muslim yang melupakan serta memandang
rendah sumber ilmu dari penerapan-penerapan hukum islam khususnya
sejarah-sejarah tentang keberhasilan penerapan prinsip islam pada masa lalu. Islam, pada dasarnya, punya landasan yang sangat kuat, secara historis maupun filosofis, untuk menyelenggarakan pemerintahan. Konseptualisasi negara Islam sebenarnya sudah dimiliki oleh Islam, kendati disingkirkan oleh wacana-wacana lain yang berkembang tentang "hukum" dan "negara".
Awalnya
buku ini adalah bahan ujian dalam studi mandiri pada Progam Doktor (S3) Ilmu Hukum
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan telah diuji oleh Prof. Dr.
Moh. Mahfud MD, Guru Besar Hukum Tata Negara UII dan Prof. Dr. Ahmad Minhaji,
Guru Besar Sejarah Islam pada Universita Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
dan Penulisnya telah dinyatakan lulus (hlm vii). Artinya buku ini telah teruji
secara akademik.
Buku
yang terbagi atas 4 bab ini terdiri dari bab pertama, yang membahas mengenai
pendahuluan, tinjauan manusia sebagai mahluk sosial, permasalahan yang dikaji,
tujuan penulisan, kerangka teori hingga pendekatan atau pisau analisis yang
digunakan oleh penulis. Pada
bab kedua, dibahas tinjauan Masyarakat, Negara dan Konstitusi, membahas mengenai
masyarakat dan negara dari Aristoteles (284-322 SM) hingga Jean Jacques
Rousseau (1712-1778), negara dan konstitusi serta hubungan antara masyarakat,
negara, dan, konstitusi.
Bab Ketiga membahas pemencaran kekuasaan dalam negara, yang meliputi pemikiran Aristoteles, negara
Madinah, pemisahan kekuasaan menurut John Locke, Montesquieu, serta
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Terakhir, pada bab keempat, disajikan penutup yang berisi
kesimpulan dan saran dari penulis tentang hasil kajiannya.
Keempat Bab ini secara rinci menjelaskan bagaimana Trias Politica, yang selama ini dianggap adalah perwajahan politik Barat (dan karenanya menjadi salah satu pilar penting dalam demokrasi, punya relevansi tertentu dalam Islam. Kerangka historis "Negara Madinah" merefleksikan hal tersebut. Kendati tidak sama seratus persen, nalar pembagian kekuasaan, juga institusionalisasi kekuatan kekuasaan negara, sudah ditemukan dalam sejarah Islam.
Buku ini relevan bagi peminat kajian tata negara dan hukum Islam. Islam memiliki kerangka berpikir ketatanegaraan yang khas, yang pada giliranya, sebetulnya diadopsi oleh konsepsi politik yang lain. Buku ini menggarisbawahi bagaimana perdebatan pemikiran itu secara historis terbangun dan bertemu dengan perspektif Islam tentang tata negara.
Sayangnya
penulis kurang tajam dan komprehensif dalam menggali isu-isu penting ketatanegaraan, terutama dalam konteks Indonesia. Hal ini juga disampaikan oleh Prof. Dr.
Moh. Mahfud MD dalam kata pengantarnya. Kekurangan lain, buku yang tersusun dari hasil pemikiran salah satu hakim Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) ini tidak diperjualbelikan oleh
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, yang menyebabkan
hanya sedikit kalangan yang dapat mengakses buku ini, padahal isi daripada buku
ini dapat menjadi bahan rujukan bagi ilmu pengetahuan, khususnya dalam lingkup
hukum tata negara.
Di akhir buku ini, penulis buku mengajak seluruh umat islam terutama yang dikaruniai ilmu dan
pemahaman agar harus bersama bahu-membahu mengungkapkan kebenaran dan
kesempuranaan ajaran islam sekaligus melaksanakannya dengan tujuan selain
menepis distorsi sejarah menurut versi barat, terutama adalah untuk meninggikan
kalimatullah (hlm 96-97). Saya rasa pesan ini penting bagi rekan-rekan KAMMI di mana pun. Mari kembali membaca dan menggali khasanah keilmuan Islam.
*) Penulis adalah Pegiat KAMMI Kultural Solo, sekarang sedang intern di Mahkamah Konstitusi, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar