DISKUSI KAMMI KULTURAL SURABAYA
21 SEPTEMBER 2014
Komisarijat Dharmawangsa 80A
Komisarijat Dharmawangsa 80A
(suasana diskusi KAMMI kultural Surabaya)
Surabaya(21/9). Sulit untuk menemukan
persamaan substantive dari diskusi kultural satu ke diskusi kultural
berikutnya. Kali ini Diskusi cultural dengan tema Politik Ekologi, memaksa
setiap pegiatnya untuk berpikir lebih radikal dan berdiri menjadi oposisi dari
aktor-aktor penyebab kerusakan lingkungan di Indonesia. Setelah moderator
menyampaikan aturan main diskusi dan preface terkait dengan tema politik
ekologi ini, muncul berbagai perspektif dalam mengkaji persoalan yang
substantive terkait dengan lingkungan.
Dengan
semangat UUD 1945 pasal 33, wujud perlawanan terhadap eksploitasi alam, harus massif digalakkan. Sebagai “good
citizenship”semua pihak harus berbenah secara praktis ideologis. Semangat
anti alam dan eksploitatif jelas menciderai semangat kemanusiaan. Pemerintah
sebagai penentu regulasi harus tegas terhadap pelanggaran ekologi. Sebagai
aspek ruang yang perlu dipelihara, fungsi utama pengelolaan Sumber daya alam
adalah kemakmuran kolektif. Melalui
sudut pandang kelembagaan dalam korporasi sendiri sudah mempunyai system yang
mengatur norma etik sebuah korporasi, Rachmat Ari Fattah mengatakan dengan
adanya CSR (Corporate Social Responsibility) tidak sepenuhnya mampu
menyelesaikan dampak negative dari kerusakan lingkungan dan disparitas social
di masyarakat terdampak. CSR hanya upaya ceremonial sebaagai wujud apologi
terhadap perilaku korporasi yang eksploitatif.
Pernyataan ini secara santun tidak diterima
sepenuhnya oleh Heri, sebagai penstudi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, melalui
analisa yang canggih menyatakan bahwa dalam skala makro CSR sebenarnya mampu
menyeimbangkan korporasi yang sudah mempunyai standart Good Corporate Governance, dalam Global Reporting Index, CSR yang abal-abal hanya dimiliki oleh
korporasi yang tidak serius menjadi pelaku bisnis di Negeri ini.
Sebagai aktivis yang focus melihat kondisi
masyarakat terdampak kejahatan korporasi kehadiran Azami membawa angin segar dalam
diskusi dengan menghadirkan cover both
side terhadap situasi di lapangan. Dengan menyoroti kesengsaraan rakyat dan
petani, tragedy penggusuran lahan dan proyek-proyek yang tidak sesuai AMDAL,
praktis kita temukan bahwa hubungan interaksionis antara korporasi-pemerintah
vis a vis Mayarakat kecil (Elite Politic vs Civil Society).
Sebuah wacana yang menjadi awal perdebatan
diskusi cultural ini adalah Korporasi yang Patriarkis, korporasi yang anti alam
ini dalam kajian ekofeminisme menggambarkan bahwa akar dari masalah
pascakolonial ini adalah korporasi hadir sebagai wujud kelembagaan dari
maskulinitas dan kapitalisme global. Rizal Agung Kurnia menambahkan melalui
kajian kesusastraan terkait dengan akar kata dari perdebatan apakah korporasi
ini layak disebut patriarki? Jika dilihat dari berbagai kamus yang mengartikan
bumi sebagai subyek yang selalu dieksploitasi memang mewakili aspek feminitas,
sedangkan korporasi yang cenderung eksploitatif mewakili semangat maskulinitas.
Sebuah quasi oposisi biner.
Bangun
Sosialisme!
Sebagai wujud kapitalisme global, teori yang cukup
memungkinkan untuk melakukan perlawanan terhadap kondisi korporasi kekinian
adalah membangun solideritas yang besar, antara rakyat kecil dalam
memperjuangkan haknya. Konsep ini bisa kita pahami melalui kajian mendalam
sosialisme yang tidak hanya menuntut kesetaraan kelas, namun bagaimana kita
bisa menghadirkan ruang yang terbuka untuk melakukan akses terhadap elite
poltik.
Kali
ini diskusi cultural juga mendapatkan brain storming dari Sekjend Kammi yang memberikan kejutan hadir dalam diskusi KAMMI Kultural, sehingga yang menarik
pada diskusi kali ini adalah keterwakilan kedaerahan sebagai semangat
perjuangan lokalitas yang arif. Solusi terkait dengan penyelamatan lingkungan
ini harus massif dan berkelanjutan, untuk menyambut 27 Oktober, akan ada
kampanye lingkungan, melalui greenpreneur,
advokasi anggaran, dan pembuatan Film Drama-faktual yang sekarang sedang
digarap dan disutradarai oleh Salah satu pegiat Kammi Kultural Surabaya.[]
Terimakasih
kepada:
Moderator : Anis Maryuni Ardi
Support : Kebijakan Publik Kammi
Airlangga
Tim pengkaji : Pusat Studi Viva Intelektual Profetik
Peserta :
- Rachmat Ari Fatah : Pemerhati sosial politik
- Ibnu Tsani Rosyada: PMII Airlangga Rayon Fisip
- Heri Siswanto: Aktivis Mahasiswa gerakan #ayoperbaiki
- Rizal Agung Kurnia : Aktivis Mahasiswa, Sarjana Humaniora
- Najib: Pemerhati social politik
- Rhozi: Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) UnMuh Surabaya
- Muhammad Azami Ramadhan: Pegiat Kammi Kultural Malang, Pegiat Magma
- Musafa Ahmad: Kammi Jatim
- Aqim Askhabi : Menteri Kebijakan Publik BEM UA
- Gading Ekapuja Aurizki : Wakil Presiden BEM UA
- Arya Zapata : Sekretaris Jenderal Kammi
- Maulana Hafidz : Kebijakan Publik Kammi Airlangga
- Novita Kurniawati : Humas Kammi Airlangga
Kajian aktual dan dinamis, yang tentu saja persuasif, semoga saja wacana pergerakan yang ada tidak sekadar lip service..
BalasHapusSemangat selalu, kawan-kawan aktivis.. :))
semoga mas ari :) terima kasih atas kunjunganya.
Hapusdi tunggu tulisan nya mas ari :)