26 September 2014

POLITIK EKOLOGI; MEMBONGKAR KORPORASI EKSPLOITATIF, SEBUAH PERDEBATAN TEORITIK

DISKUSI KAMMI KULTURAL SURABAYA
21 SEPTEMBER 2014
Komisarijat Dharmawangsa 80A 

(suasana diskusi KAMMI kultural Surabaya) 

Surabaya(21/9). Sulit untuk menemukan persamaan substantive dari diskusi kultural satu ke diskusi kultural berikutnya. Kali ini Diskusi cultural dengan tema Politik Ekologi, memaksa setiap pegiatnya untuk berpikir lebih radikal dan berdiri menjadi oposisi dari aktor-aktor penyebab kerusakan lingkungan di Indonesia. Setelah moderator menyampaikan aturan main diskusi dan preface terkait dengan tema politik ekologi ini, muncul berbagai perspektif dalam mengkaji persoalan yang substantive terkait dengan lingkungan. 

Dengan semangat UUD 1945 pasal 33, wujud perlawanan terhadap eksploitasi alam, harus massif digalakkan. Sebagai “good citizenship”semua pihak harus berbenah secara praktis ideologis. Semangat anti alam dan eksploitatif jelas menciderai semangat kemanusiaan. Pemerintah sebagai penentu regulasi harus tegas terhadap pelanggaran ekologi. Sebagai aspek ruang yang perlu dipelihara, fungsi utama pengelolaan Sumber daya alam adalah kemakmuran kolektif. Melalui sudut pandang kelembagaan dalam korporasi sendiri sudah mempunyai system yang mengatur norma etik sebuah korporasi, Rachmat Ari Fattah mengatakan dengan adanya CSR (Corporate Social Responsibility) tidak sepenuhnya mampu menyelesaikan dampak negative dari kerusakan lingkungan dan disparitas social di masyarakat terdampak. CSR hanya upaya ceremonial sebaagai wujud apologi terhadap perilaku korporasi yang eksploitatif.

Pernyataan ini secara santun tidak diterima sepenuhnya oleh Heri, sebagai penstudi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, melalui analisa yang canggih menyatakan bahwa dalam skala makro CSR sebenarnya mampu menyeimbangkan korporasi yang sudah mempunyai standart Good Corporate Governance, dalam Global Reporting Index, CSR yang abal-abal hanya dimiliki oleh korporasi yang tidak serius menjadi pelaku bisnis di Negeri ini.



Sebagai aktivis yang focus melihat kondisi masyarakat terdampak kejahatan korporasi kehadiran Azami membawa angin segar dalam diskusi dengan menghadirkan cover both side terhadap situasi di lapangan. Dengan menyoroti kesengsaraan rakyat dan petani, tragedy penggusuran lahan dan proyek-proyek yang tidak sesuai AMDAL, praktis kita temukan bahwa hubungan interaksionis antara korporasi-pemerintah vis a vis Mayarakat kecil (Elite Politic vs Civil Society).

Sebuah wacana yang menjadi awal perdebatan diskusi cultural ini adalah Korporasi yang Patriarkis, korporasi yang anti alam ini dalam kajian ekofeminisme menggambarkan bahwa akar dari masalah pascakolonial ini adalah korporasi hadir sebagai wujud kelembagaan dari maskulinitas dan kapitalisme global. Rizal Agung Kurnia menambahkan melalui kajian kesusastraan terkait dengan akar kata dari perdebatan apakah korporasi ini layak disebut patriarki? Jika dilihat dari berbagai kamus yang mengartikan bumi sebagai subyek yang selalu dieksploitasi memang mewakili aspek feminitas, sedangkan korporasi yang cenderung eksploitatif mewakili semangat maskulinitas. Sebuah quasi oposisi biner.

Bangun Sosialisme!

Sebagai wujud kapitalisme global, teori yang cukup memungkinkan untuk melakukan perlawanan terhadap kondisi korporasi kekinian adalah membangun solideritas yang besar, antara rakyat kecil dalam memperjuangkan haknya. Konsep ini bisa kita pahami melalui kajian mendalam sosialisme yang tidak hanya menuntut kesetaraan kelas, namun bagaimana kita bisa menghadirkan ruang yang terbuka untuk melakukan akses terhadap elite poltik.
            
Kali ini diskusi cultural juga mendapatkan brain storming dari Sekjend Kammi yang memberikan kejutan hadir dalam diskusi KAMMI Kultural, sehingga yang menarik pada diskusi kali ini adalah keterwakilan kedaerahan sebagai semangat perjuangan lokalitas yang arif. Solusi terkait dengan penyelamatan lingkungan ini harus massif dan berkelanjutan, untuk menyambut 27 Oktober, akan ada kampanye lingkungan, melalui greenpreneur, advokasi anggaran, dan pembuatan Film Drama-faktual yang sekarang sedang digarap dan disutradarai oleh Salah satu pegiat Kammi Kultural Surabaya.[]






Terimakasih kepada:

Moderator                 : Anis Maryuni Ardi
Support                      : Kebijakan Publik Kammi Airlangga
Tim pengkaji              : Pusat Studi Viva Intelektual Profetik

Peserta :
  1. Rachmat Ari Fatah : Pemerhati sosial politik
  2. Ibnu Tsani Rosyada: PMII Airlangga Rayon Fisip
  3. Heri Siswanto: Aktivis Mahasiswa gerakan #ayoperbaiki
  4. Rizal Agung Kurnia : Aktivis Mahasiswa, Sarjana Humaniora
  5. Najib: Pemerhati social politik
  6. Rhozi: Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) UnMuh Surabaya
  7. Muhammad Azami Ramadhan: Pegiat Kammi Kultural Malang, Pegiat Magma
  8. Musafa Ahmad: Kammi Jatim
  9. Aqim Askhabi : Menteri Kebijakan Publik BEM UA
  10. Gading Ekapuja Aurizki : Wakil Presiden BEM UA
  11. Arya Zapata : Sekretaris Jenderal Kammi 
  12. Maulana Hafidz : Kebijakan Publik Kammi Airlangga
  13. Novita Kurniawati : Humas Kammi Airlangga

2 komentar:

  1. Kajian aktual dan dinamis, yang tentu saja persuasif, semoga saja wacana pergerakan yang ada tidak sekadar lip service..
    Semangat selalu, kawan-kawan aktivis.. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga mas ari :) terima kasih atas kunjunganya.
      di tunggu tulisan nya mas ari :)

      Hapus