8 Oktober 2014

Menuntut Hikmat-Kebijaksanaan sebagai uraian Uji Materi RUU Pilkada

Anis Maryuni Ardi
SEKJEN KAMMI Airlangga, Pegiat Diskusi Kultural Surabaya,
Penstudi Ilmu Politik Universitas Airlangga 

Diatas junjungan bangsa Indonesia, Demokrasi Pancasila merupakan entitas politik yang disepakati bersama. Nilai konsensual ini setidaknya mengandung semangat religiusitas, hikmat kebijaksanaan, permusyawaratan, dan kesejahteraan. Dengan keputusan yang telah final di tataran DPR untuk  menentukan mekanisme pemilihan kepala daerah (Bupati,Walikota,Gubernur) tidak langsung. Hal ini bertentangan dengan pasal 1 ayat (2), 28 D ayat (3) serta pasal 28 I ayat (4) dan (5) mengenai kedaulatan. syarat pengajuan uji materi (yudicial review) Undang-Undang ke MK mengacu pada Undang-Undang no 24 tahun 2003 tentang makamah konstitusi uu no 8 tahun 2011 tentang perubahan uu no 24 tahun 2003. Pengajuan uji materi ke MK dilakukan oleh pemohon ketika merasakan hak dan/atau kewenangan konstitusional dirugikan atas berlakunya Undang-Undang serta melanggar ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Pertanyaannya siapa yang lebih berdaulat? Partai politik atau rakyat? Ketua Dewan Perwakilan Daerah yang tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan pun demikian dengan Presiden SBY dengan posisi sebagai kepala pemerintahan tidak mempunyai legal standing untuk melakukan intervensi terhadap keputusan rapat paripurna DPR-RI.

Memahami penalaran yang beredar di sanubari elite partai politik dimanapun mereka berada, memang politik tidak bisa dilepaskan dari kepentingan. Namun alangkah beradabnya jika meletakkan kepentingan politik atas dasar semangat etis deliberasi, argumentasi kebajikan bersama (common good). Melalui etis deliberatif inilah sebuah sintesis politik bisa diwujudkan dalam mekanisme yang memungkinkan terciptanya hikmat-kebijaksanaan. Hikmat kebijaksanaan bukan semata-mata membuka seluruh arogansi golongan untuk saling berkamuflase memenangkan hati rakyat melalui kontestasi pemilihan umum. Berlainan dengan itu, hikmat-kebijaksanaan menggugah daya rasionalitas yang terselubung, menciptakan kearifan konsensual politik yang sudah terpecah belah. Dengan tidak adanya hikmat-kebijaksanaan terbukti sintesis bersama yang terbaik tidak muncul.


Mayoritas negara demokrasi didunia memang mempunyai sistem pemilihan kepada daerah yang berbeda-beda. Walaupun secara global memiliki kecenderungan untuk mengarah pada pemilu langsung. Sedangkan diEropa dengan sistem bukan multipartai seperti Indonesia yang menggunakan pemilihan umum tak langsung sebagai kewenangan partai pemenang untuk mengatur pemerintahan. Sedangkan Negara kita, dengan sistem pemerintahan presidensial dan sistem multipartai ini, sulit untuk menentukan sintesis terbaik karena terbentur pada partai-partai yang tidak memiliki kejelasan apakah kemenangan merupakan otoritas dari kepentingan mayoritas, serta interaksi legislatif memberikan input yang positif untuk menciptakan hikmat-kebijaksanaan. Secara faktual kecenderungan global yang lebih memilih penyelenggaraan pemilu secara langsung diluar negara negara komunis seperti Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Filipina mengadakan pemilihan kepala daerah secara langsung, dengan tujuan menciptakan partisipasi dan edukasi politik.

Menyerahkan kedaulatan rakyat ditangan DPR dalam konteks sosiokultural diluar identitas kepartaian perlu ditelaah dengan baik, implikasi dan kontraindikasinya. Apakah DPR terdiri dari orang-orang yang standart moral dan akuntabilitas publiknya bisa diandalkan, jika kita yakin mayoritas mereka memiliki kapasitas sebagai artikulator publik yang canggih bisa saja melakukan kompromi untuk menerima pilkada tak langsung, namun keyakinan ini masih saja terbentur dengan realitas bahwa mereka merupakan produk dari cost politik yang sangat tinggi.

Jangan sampai kita terjebak pada manipulasi tirani, oligarki penguasa maupun kapitalisasi pemodal, rakyat masih mampu menciptakan stimulus untuk memunculkan pemimpin alternatif. Kita semua paham diatas kemelut dinegeri ini, sama sama mengetahui bahwa kemunculan masalah tanpa diimbangi berusaha memperjuangkannya adalah sikap pengecut yang kita kutuk selama ini.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar