Dharma
Setyawan
Alumnus Pascasarjana UGM, Pegiat Diskusi Kamisan Cangkir Lampung
Pegiat Diskusi KAMMI Kultural Lampung
Pohon menjadi cerita
kekuasaan yang menarik. Sebagai upaya pelestarian lingkungan, penanaman pohon
dikonsepsi sebagai upaya pengembalian hak alam. Disisi yang lain pohon adalah
subjek yang menjadi masalah tersendiri dalam beberapa sisi. seperti politik,
agama, dan Lingkungan Hidup. Pohon bukan saja soal lingkungan hidup, tapi
sejarah yang bercecer dengan imajinasi politik. Dalam konflik kekuasaan yang
lain, pohon menjadi imajinasi politik antar bangsa yang saling bergejolak. ‘Pohon’
contohnya menjadi cerita mitologi dan kekuasaan bagi Zionos Yahudi. Kepercayaan mitologi Agama
Yahudi—yang juga dilegitimasi oleh Islam—membawa keyakinan kuat tentang pohon
keselamatan saat perang ‘Armageddon’ dimasa depan. Perang besar terakhir ini
dipercayai oleh kepercayaan Yahudi sebagai perang yang melibatkan seluruh
dunia. ‘Pohon Ghorqod’—pohon yang banyak
ditanam sebagai pohon keselamatan—menjadi kepercayaan untuk kemenangan Zionis
dalam menyelamatkan bangsa Yahudi dari
kepunahan. Keyakinan Zionis terhadap kesaktian pohon itu diamini dengan menanam
pohon tersebut sejak 1984.
Presiden AS Ronald Reagan melakukan pertemuan tahun
1984 dengan pelobi senior Yahudi Tom Dine
dari American Israel Public Affairs
Committee (AIPAC). Reagen berucap,”Anda tahu, saya berpaling kepada
nabi-nabi kuno perjanjian lama dan tanda-tanda yang meramalkan perang
Armageddon”. Reagen sangat mempercayai perang tersebut akan dating dengan
membawa misi suci agama. Penerus Reagen kemudian diketahui George H.W Bush, William J. Clinton dan George W. Bush. Meminjam ungkapan A. Syafii Ma’arif (2013), mitologi agama telah menjadi kekuatan
legitimasi perang untuk memaksa mereka saling berkuah darah. Penajaman
kepercayaan pohon dalam politik kekuaasaan bangsa-bangsa, di kuatkan oleh Islam
dengan sebuah hadist,”tidak akan terjadi
kiamat sehingga kaum Muslimin memerangi kaum Yahudi, lalu membunuh mereka.
Sehingga seorang Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon berkata : “ Hai
Muslim! Hai hamba Allah! Ini Yahudi di belakangku kemarilah, bunuhlan dia!
Kecuali pohon Ghorqod, maka, itu adalah dari pohon-pohonnya orang Yahudi”
(HR Muslim).
Contoh pohon dalam
gejolak kekuasaan yang lain. ‘Pohon Hitler’ atau pohon ‘ek’ begitulah rakyat Polandia
menyebut. Pohon yang menandai sejarah pendudukan Nazi selama Perang Dunia II.
Jerman Nazi menyerbu Polandia pada 1 september 1939, sehingga mengobarkan PD
II. Enam juta orang Polandia meregang nyawa dan sekitar 3 juta orang Yahudi tewas
atas intruksi pembunuhan massal oleh Hitler. ‘Pohon Hitler’ adalah sejarah
reboisasi penuh darah bagi rakyat Polandia. Rakyat mengenang Pohon itu sebagai
sebuah ketakutan yang akut. Tahun 1942 orang Jerman membawa bibit satu pohon
‘ek’ dan menanamnya ke pusat kota. ‘Pohon Hitler’ ditanam untuk menandai hari
kelahiran Hitler dimana bibit pohon berasal dari Baunau am Inn, Austria—tempat
Hitler dilahirkan. Tidak ada yang salah dari pohon ‘ek’ tersebut, tapi rakyat
Polandia terlanjur mengingat sejarah yang pahit melihat pohon ‘ek’ sebagai
symbol kematian.
Pohon juga menjadi
kepercayaan tahayul yang hampir sama disebut Tan Malaka sebagai Logika Mistika.
Kepercayaan orang-orang Jawa terhadap pohon sebagai tempat sakral, tempat yang
harus diberikan sesajen—persembahan dalam bentuk makanan—sampai tempat ritual
di masa lampau. Pohon telah menjadi kutukan bagi kepercayaan Nusantara lama,
saat pohon dibiarkan begitu saja. Dalam tafsir modern tentang kepercayaan ini,
masyarakat Jawa pada dasarnya lebih menghargai kelangsungan alam karena tidak
berani menebang pohon—akibat sakralisme pohon. Namun sjak Belanda hadir di
Indonesia penebangan pohon-pohon di hutan kian marak diiringi revolusi Industri
yang kian pesat.
Pohon dan Komunikasi Politik
Imajinasi manusia
tentang pohon tidak akan pernah selesai sampai di sini. Sejarah bangsa-bangsa
adalah sejarah yang menggambar proses politik yang selalu melibatkan alam
semesta—khususnya pohon. Pohon dalam wacana politik begitu beragam termasuk
pemimpin negara. Soekarno dalam kunjungannya ke Mekkah, merasakan panasnya
kawasan padang Arofah. Sehingga suatu ketika Soekarno menawarkan kepada Raja
Arab Saudi untuk menanam pohon. Pohon ‘Soekarno’ yang kini mereka kenal adalah
sebuah imajinasi Soekarno tentang pohon sebagai narasi persaudaraan politik. Pohon
“mimba, imbo atau imba” didatangkan langsung oleh Soekarno
beserta ahli tanaman ke padang Arofah yang tandus. Di tanah yang gersang itu ada
pipa-pipa yang mengairi pohon agar hidup sebagaimana tumbuh di wilayah
Indonesia yang subur. Kini orang melihat pohon Soekarno itu tumbuh rapid an
subur sebagai penyejuk.
Konon, “revolusi
hijau’ yang dilakukan oleh Fidel Castro di Kuba adalah ide Soekarno. Dengan
bangganya Castro mengaku sebagai murid gerakan revolusi melawan imperialism dan
neo-kolonialisme. Bung Karno berkunjung ke Havana pada tanggal 9 -14 Mei 1960. Bung
Karno memberi saran kepada Castro sebagai perdana Menteri dan Che Guevara sebagai
Gubernur Bank Nasional negara Kuba untuk menanam tembakau dan pohon jarak.
Revolusi Hijau tidak hanya disitu, Kuba adalah negara yang paling siap
membangun infrastruktur kesehatan paling modern. Revolusi Hijau sukses
membangun surplus pertanian juga menjaga kualitas air dan tanah di Kuba.
Walaupun diembargo Amerika sejak tahun 60-an. Kuba tetap kokoh dengan
kemandirian ekonominya.
Pohon dan Imajinasi
Pohon dalam narasi
Soekarno jauh mengalir sebelum idenya ditawarkan ke Mekkah dan Kuba. Sebagai
seorang arsitek, Soekarno juga seorang Jawa. Soekarno melihat pohon sebagai
imajinasi modern. Evolusi ‘Jawa-centrisme’
menarasikan pohon sebagai tempat bernaung untuk berfikir bukan lagi sesuatu
yang harus di sembah layaknya kepercayaan Jawa masa lampau. Saat pembuangan di Ende Flores 1934-1938, Soekarno banyak
merenung dibawah pohon Sukun. Pohon itulah yang mengilhami Soekarno hingga mencetuskan
ide tentang 5 butir Pancasila. “Di pulau
flores yang sepi, dimana aku tidak memiliki kawan, aku telah menghabiskan waktu
berjam-ham lamanya di bawah sebatang pohon di halaman rumahku, merenungkan
ilham yang diturunkan oleh Tuhan, yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Dan
tahukan kamu, kata “Esa’ yang artinya satu merupakan bahasa masyarakat Ende
yang kini melekat dalam sila 1 Pancasila” Ucap Soekarno.
Jauh di bumi Madiba (baca : Nelson Mandela), ‘Baobab’ adalah pohon khas di Afrika yang
tumbuh hingga ukuran sangat besar. Saat Nelson Mandela meninggal, angin duka
menghampiri pohon Baobab untuk
menggambarkan benteng keteduhan bagi rakyat Afrika Selatan. “Baobab besar telah rubuh, tetapi akarnya
akan memelihara tanah untuk selamanya”, begitulah slogan besar Kongres
Nasional Afrika (ANC). Pohon dalam sejarah ikut mewarnai peristiwa politik yang
terjadi. Hitler, Soekarno, Nelson Mandela dan jauh para Nabi memiliki ikatan
sejarah yang kuat dengan pohon. Kita yang hidup dimasa kini harus melihat pohon
sebagai bagian dari nyawa kemanusian kita. Selama kita mau menanam pohon,
selama itu kita ikut menghargai bagian dari keberlangsungan kehidupan.[]
*)sebagaimana tulisan telah dimuat dalam http://lampost.co/berita/pohon-politik-dan-imajinasi- tanggal 25 september 2015 dan di publikasikan ulang via jurnal KAMMI kultural
Tidak ada komentar:
Posting Komentar