24 November 2014

KAMMI sebagai "Gerakan Sipil Keumatan" (Bagian 2)

Muhammad Sadli Umasangaji
Aktivis KAMMI Ternate, Tinggal di Maluku Utara



Istilah ‘ Gerakan Sipil Keummatan’ adalah sebuah frase yang tertuang dalam Rencana Strategis KAMMI Periode 2013-2015 dengan tahapan implementasinya hingga 2024. Padanan frase ini, mungkin memiliki makna yang mirip dengan ‘Masyarakat Sipil’ ataupun ‘Masyarakat Madani’. Tulisan ini akan mengulas relevansi frase ini untuk masa depan gerakan mahasiswa dan, secara lebih luas, Gerakan Islam di Indonesia.




Tantangan Gerakan KAMMI
Bagaimana dengan KAMMI? Sebagai organisasi pengkaderan, KAMMI dituntut untuk mampu mengkader para kadernya dalam mengelaborasi dirinya sebagai bagian gerakan intelektual organik dan gerakan moral. KAMMI harus menyadari posisinya seperti dipahami ‘kalangan Gramscian’ yang menempatkan masyarakat sipil yang menghadapi ideologi negara yang dihuni kalangan intelektual organik. Istilah yang dikemukan Gramsci, intelektual organik adalah intelektual reflektif atas konteks historis dan revolisioner dalam memperjuangkan manifes perenungannya, intelektual-akademisi yang mendedikasikan proses pembelajaran sebagai upaya membuka ruang atas terjadinya gap antara teori dan praktik.

KAMMI sudah mentanfidzkan dirinya sebagai "Gerakan Intelektual Profetik". Oleh sebab itu, KAMMI tidak terjebak pada intelektual tradisional. Intelektual tradisional adalah mereka yang secara terus menerus melakukan hal yang sama dari generasi ke generasi, penyebar ide dan mediator antara massa rakyat dengan kelas atas.

Maka di posisi ini harus dimaknai KAMMI seperti apa yang dituliskan Rijalul Imam (Ketua PP KAMMI Periode 2009-2011), dengan konsep “Medan Kompetisi KAMMI”. Ada tiga hal yang menjadi sasaran perubahan sosial bagi KAMMI sebagai "Gerakan Sipil Keumatan".

Pertama, dirinya sendiri. Konteks ini akan bisa saja berlaku pada kader selama masih berkutat secara aktif di KAMMI ataupun setelah kader yang bersangkutan "purna" dari KAMMI. Akan tetapi, perlu juga penekanan agar perubahan tersebut dapat dilakukan ketika kader tersebut aktif di KAMMI. Dirinya sendiri adalah medan pertarungan pertama. Masa mudanya yang penuh godaan adalah tantangan tersendiri. Kader KAMMI harus bisa melaluinya dengan sukses. Kader KAMMI harus menempatkan masa mudanya dengan masa muda lebih mengedepankan pemikiran peradaban. Kader KAMMI harus belajar menjadi teladan. Kuncinya adalah belajar mempersepsi dirinya sebagai teladan terbaik, menyetting dirinya dengan setting mental pemimpin, dan bergerak dengan perencanaan yang matang dan tertulis.

Kedua, kampus. Kampus adalah medan kompetisi kedua, kampus adalah ruang terbuka dan miniatur negara pertama bagi gerakan mahasiswa untuk berkiprah di publik. Dari kampus, keluar berbagai kebijakan yang sedikit banyak berpengaruh pada kehidupan sivitas akademika. Di kampus juga bermunculan berbagai dialektika pemikiran. Di kampus juga berkembang berbagai aliran dan kelompok. Atas dasar itu kampus menjadi medan kompetisi strategis bagi mahasiswa terkhusus kader KAMMI untuk mengasah bibit kepemimpinannya.

Ketiga, negara. Konteks ini bisa saja berlaku untuk kader yang masih berkutat aktif di KAMMI ataupun setelah keluar dari KAMMI (alumnus KAMMI). Konteks ini pula adalah bagian dari KAMMI sebagai gerakan mahasiswa, gerakan kebangsaan, gerakan keummatan. Sasaran ini penting agar KAMMI dapat berkontribusi aktif dalam perubahan sosial yang lebih luas di masyarakat.

Sebagai gerakan mahasiswa, sejatinya KAMMI adalah organisasi intelektual kritis berbasis mahasiswa dan pemuda. Di bidang intelektual, KAMMI harus memiliki benchmark intelektual dalam dunia pergerakan mahasiswa, agar aksi-aksi KAMMI tidak dinilai reaksioner dan hampa intelektual. Justru kehadiran KAMMI harus merupakan bagian dari kedalaman intelektual kader di berbagai sisinya. Karena itu KAMMI harus lebih banyak menulis gagasan atau beropini yang argumentatif, berani berdebat secara intelektual, dan mendalam dalam berbagai kajian strategis. Sebagai gerakan kebangsaan, KAMMI adalah bagian inheren elemen penting perubahan bangsa karena kelahirannya di Indonesia dan di fase reformasi. Dan sebagai gerakan keummatan, kelahiran KAMMI adalah bagian tak terpisahkan dalam upaya mewujudkan “Sipil Keummatan”.

Dalam konteks negara pula, dapat diselaraskan dengan mihwar gerakan KAMMI, fase-fase KAMMI yang dikonsepkan Rijalul Imam, Fase Ideologisasi (-1998), Fase Resistensi (1998-2004), Fase Reformulasi (2004-2009), Fase Rekonstruksi (2009-2014), Fase Leaderisasi (2014-2019), Fase Internasionalisasi (2019-2024). Akan hal ini penulis memaparkan tentang fase leaderisasi, sebagai fase dimana bagi penulis sebagai batu loncatan kader KAMMI untuk menjadi bagian dari benih-benih terciptanya “Gerakan Sipil Keummatan” yang bisa berkontribusi bagi perbaikan bangsa.

Maka akan hal ini konteks negara cenderung berkutat dengan kader-kader pasca-KAMMI. Menyadari bahwa visi KAMMI adalah wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami.KAMMI sebagai wadah bagian pembentukan kadernya sebagai gerakan intelektual organik dan gerakan moral yang menyadari bahwa hal ini adalah bagian dari terciptanya “Sipil Keummatan”. Jadi setelah "lulus" dari KAMMI pun kader KAMMI yang berkutat sebagai politisi, sebagai birokrat, sebagai pengusaha, sebagai akademisi dan profesi apapun menyadari dirinya sebagai bagian dari visi KAMMI yang menjadi kunci penting untuk mewujudnya Paradigma “Gerakan Sipil Keummatan” di KAMMI.

Gerakan Sipil Keummatan adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan pada nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan, menghormati pluralitas,bersikap terbuka dan demokratis serta bergotong-royong menjaga kedaulatan Negara.

Dalam hal ini, kader KAMMI menginternalisasi nilai dan membangunnya sebagai jembatan antar-generasi, baik kader KAMMI aktif maupun alumni KAMMI, serta menempatkan peradaban itu lahir karena akumulasi dari setiap generasi. Kondisi ini membuat kader KAMMI aktif  sebagai gerakan intelektual organik dan gerakan moral. Sedangkan akumulasi dari kader KAMMI aktif dan kader paska KAMMI (alumni KAMMI) adalah bagian inheren dari umat Islam yang lebih luas, yang terwujud dalam organisasi kepemudaan lain, organisasi masyarakat lain, lembaga swadaya masyarakat lain, partai politik manapun, kalangan masyarakat manapun. Di sinilah KAMMI bisa mewujudkan dirinya sebagai “Gerakan Sipil Keummatan” yang berakar secara organik dari Umat Islam di Indonesia.

Secara historis, kehadiran KAMMI juga bagian dari kehadiran terhadap Masyarakat Sipil atau Sipil Keummatan.KAMMI lahir didasari sebuah keprihatinan yang mendalam terhadap krisis nasional tahun 1998 yang melanda Indonesia.Krisis kepercayaan terutama pada sektor kepemimpinan telah membangkitkan kepekaan para pimpinan aktivis dakwah kampus di seluruh Indonesia yang saat itu berkumpul di UMM - Malang.Adanya tuntutan dari kondisi yang menginginkan sebuah wadah perjuangan dakwah yang mengimplementasikan Al-Qur’an dan Sunnah di dalamnya, pentingnya akan sosok mahasiswa yang berkarakter pemimpin, potensi mahasiswa-mahasiswa unggulan yang sangat perlu diarahkan pola fikirnya dan dibentuk karakternya. Inilah landasan kemunculan KAMMI.

Secara filosofis, konsep Sipil Keummatan terpatri dalam misi KAMMI yang terletak di beberapa bagian berikut. Pertama, pada misi pertama, kedua, dan ketiga KAMMI, membina keIslaman, keimanan, dan ketaqwaan mahasiswa muslim Indonesia. Kedua, pada misi keempat KAMMI, mencerahkan dan meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang rabbani, madani, adil, dan sejahtera. Ketiga, pada misi kelima KAMMI, mengembangkan kerjasama antar elemen bangsa dan negara dengan semangat membawa kebaikan, menyebar manfaat, dan mencegah kemungkaran (amar ma`ruf nahi munkar). 

Konsep itu juga terpatri dalam Paradigma KAMMI, KAMMI sebagai Gerakan Dakwah Tauhid, Gerakan Intelektual Profetik, Gerakan Sosial Independen, dan Gerakan Ekstra Parlementer.

Enam belas tahun sudah KAMMI meleburkan diri sebagai gerakan mahasiswa, kebangsaan, maupun keummatan, pada hakikatnya perjuangan pergerakan KAMMI bersifat terpadu (integral), tidak diartikan secara terpisah.Begitu pula gerakan KAMMI tidak bisa dilihat dari sisi ke-KAMMI-annya saja. KAMMI perlu menempatkan diri sebagai bagian inheren dari arus besar anasir perubahan, baik ia sebagai gerakan mahasiswa, kebangsaan, maupun keummatan. Jadi di sini KAMMI harus menyadari bahwa sejarah gerakannya adalah bagian dari kelanjutan sejarah gerakan mahasiswa, gerakan kebangsaan, dan gerakan keummatan.

Maka langkah praktisnya adalah KAMMI perlu menawarkan gagasan-gagasan segar kepada masyarakat, gagasan-gagasan yang tidak melulu berorientasi politik kepada berbagai kalangan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, dan berbagai lembaga pemerintah melalui silahturahim, dialog, diskusi dan lainnya. Dengan jalan inilah KAMMI bisa memanifestasikan dirinya sebagai "Gerakan Sipil Keumatan".

Gerakan Sipil Keummatan adalah gerakan moral, gerakan sosial, dan gerakan politik. Gerakan Sipil Keummatan agar terwujudnya prinsip-prinsip seperti syura (musyawarah), musawah (kesejajaran), 'adalah (keadilan), amanah (dapat dipercaya), masuliyah (tanggung jawab), dan hurriyah (kebebasan).Dengan demikian, keberadaan sipil keummatan tidak semata sebagai pihak yang berdiri berhadapan dengan negara melainkan juga sebagai penyeimbang dan mitra negara dalam upaya membangun masyarakat, khususnya keinginan memperbaiki kualitas hubungan antara masyarakat dengan institusi sosial-politik dalam negara.

Pada akhirnya, upaya memperkuat masyarakat sipil atau masyarakat madani atau (dalam gagasan KAMMI) Gerakan Sipil Keummatan haruslah bersumber pada kehendak kuat serta niat yang tulus dari masyarakat itu sendiri sambil didukung oleh kebijakan pemerintah yang adil dan tidak diskriminatif, karena kita semua adalah contoh bagi yang lainnya.Mengurus bangsa sebesar Indonesia bukanlah perkara mudah. Diperlukan kebesaran hati dan kedewasaan dari segenap elemen bangsa dan kerjasama dalam satu tujuan, yakni memperkuat negara (dalam arti luas, negara sebagai kekuatan yang mengayomi masyarakat). Kuatnya negara pada gilirannya dibuktikan oleh kuatnya masyarakat sebagai penopang negara itu sendiri.

Sebagai Gerakan Sipil Keumatan, KAMMI kemudian menjadikan dirinya sebagai bagian dari umat Islam Indonesia yang utuh. Pertanyaannya, dengan konsepsi ini, model masyarakat seperti apa yang KAMMI cita-citakan? (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar