Muhammad Sadli Umasangaji
Aktivis KAMMI Ternate, Tinggal di Maluku Utara
Istilah ‘ Gerakan Sipil Keummatan’ adalah sebuah frase yang tertuang dalam Rencana Strategis KAMMI Periode 2013-2015 dengan tahapan implementasinya hingga 2024. Padanan frase ini, mungkin memiliki makna yang mirip dengan ‘Masyarakat Sipil’ ataupun ‘Masyarakat Madani’. Tulisan ini akan mengulas relevansi frase ini untuk masa depan gerakan mahasiswa dan, secara lebih luas, Gerakan Islam di Indonesia.
Tantangan Gerakan KAMMI
Bagaimana dengan KAMMI? Sebagai organisasi
pengkaderan, KAMMI dituntut untuk mampu mengkader para kadernya dalam
mengelaborasi dirinya sebagai bagian gerakan intelektual organik dan gerakan
moral. KAMMI harus menyadari posisinya seperti dipahami ‘kalangan Gramscian’
yang menempatkan masyarakat sipil yang menghadapi ideologi negara yang dihuni
kalangan intelektual organik. Istilah yang dikemukan Gramsci, intelektual
organik adalah intelektual reflektif atas konteks historis dan revolisioner
dalam memperjuangkan manifes perenungannya, intelektual-akademisi yang
mendedikasikan proses pembelajaran sebagai upaya membuka ruang atas terjadinya
gap antara teori dan praktik.
KAMMI sudah mentanfidzkan dirinya sebagai "Gerakan Intelektual Profetik". Oleh sebab itu, KAMMI tidak terjebak pada intelektual
tradisional. Intelektual tradisional adalah mereka yang secara terus menerus
melakukan hal yang sama dari generasi ke generasi, penyebar ide dan mediator
antara massa rakyat dengan kelas atas.
Maka di posisi ini harus dimaknai
KAMMI seperti apa yang dituliskan Rijalul Imam (Ketua PP KAMMI Periode
2009-2011), dengan konsep “Medan Kompetisi KAMMI”. Ada tiga hal yang menjadi sasaran perubahan sosial bagi KAMMI sebagai "Gerakan Sipil Keumatan".
Pertama, dirinya sendiri.
Konteks ini akan bisa saja berlaku pada kader selama masih berkutat secara
aktif di KAMMI ataupun setelah kader yang bersangkutan "purna" dari KAMMI. Akan tetapi, perlu juga penekanan agar perubahan tersebut dapat dilakukan ketika kader tersebut aktif di KAMMI. Dirinya sendiri adalah medan pertarungan pertama. Masa
mudanya yang penuh godaan adalah tantangan tersendiri. Kader KAMMI harus bisa
melaluinya dengan sukses. Kader KAMMI harus menempatkan masa mudanya dengan
masa muda lebih mengedepankan pemikiran peradaban. Kader KAMMI harus belajar
menjadi teladan. Kuncinya adalah belajar mempersepsi dirinya sebagai teladan
terbaik, menyetting dirinya dengan setting mental pemimpin, dan bergerak dengan
perencanaan yang matang dan tertulis.
Kedua, kampus. Kampus adalah medan
kompetisi kedua, kampus adalah ruang terbuka dan miniatur negara pertama bagi
gerakan mahasiswa untuk berkiprah di publik. Dari kampus, keluar berbagai
kebijakan yang sedikit banyak berpengaruh pada kehidupan sivitas akademika. Di
kampus juga bermunculan berbagai dialektika pemikiran. Di kampus juga
berkembang berbagai aliran dan kelompok. Atas dasar itu kampus menjadi medan
kompetisi strategis bagi mahasiswa terkhusus kader
KAMMI untuk mengasah bibit kepemimpinannya.
Ketiga, negara. Konteks ini bisa
saja berlaku untuk kader yang masih berkutat aktif di KAMMI ataupun setelah keluar dari KAMMI
(alumnus KAMMI). Konteks ini pula adalah bagian dari KAMMI sebagai gerakan
mahasiswa, gerakan kebangsaan, gerakan keummatan. Sasaran ini penting agar KAMMI dapat berkontribusi aktif dalam perubahan sosial yang lebih luas di masyarakat.
Sebagai gerakan mahasiswa, sejatinya KAMMI
adalah organisasi intelektual kritis berbasis mahasiswa dan pemuda. Di bidang
intelektual, KAMMI harus memiliki benchmark intelektual dalam dunia pergerakan
mahasiswa, agar aksi-aksi KAMMI tidak dinilai reaksioner dan hampa intelektual.
Justru kehadiran KAMMI harus merupakan bagian dari kedalaman intelektual kader
di berbagai sisinya. Karena itu KAMMI harus lebih banyak menulis gagasan atau
beropini yang argumentatif, berani berdebat secara intelektual, dan mendalam
dalam berbagai kajian strategis. Sebagai gerakan kebangsaan, KAMMI adalah bagian
inheren elemen penting perubahan bangsa karena kelahirannya di Indonesia dan di
fase reformasi. Dan sebagai gerakan keummatan, kelahiran KAMMI adalah bagian
tak terpisahkan dalam upaya mewujudkan “Sipil Keummatan”.
Dalam konteks negara pula, dapat diselaraskan
dengan mihwar gerakan KAMMI, fase-fase KAMMI yang dikonsepkan Rijalul Imam, Fase Ideologisasi (…-1998), Fase Resistensi (1998-2004), Fase Reformulasi (2004-2009), Fase Rekonstruksi (2009-2014), Fase Leaderisasi (2014-2019), Fase Internasionalisasi (2019-2024). Akan hal ini penulis memaparkan tentang fase leaderisasi, sebagai fase
dimana bagi penulis sebagai batu loncatan kader KAMMI untuk menjadi bagian dari
benih-benih terciptanya “Gerakan Sipil Keummatan” yang bisa berkontribusi bagi perbaikan bangsa.
Maka akan hal ini konteks negara cenderung
berkutat dengan kader-kader pasca-KAMMI. Menyadari bahwa visi KAMMI adalah wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader
pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami.KAMMI sebagai
wadah bagian pembentukan kadernya sebagai gerakan intelektual organik dan
gerakan moral yang menyadari bahwa hal ini adalah bagian dari terciptanya
“Sipil Keummatan”. Jadi setelah "lulus" dari KAMMI pun kader KAMMI yang berkutat sebagai
politisi, sebagai birokrat, sebagai pengusaha, sebagai akademisi dan profesi
apapun menyadari dirinya sebagai bagian dari visi KAMMI yang menjadi kunci penting untuk mewujudnya Paradigma “Gerakan Sipil Keummatan” di KAMMI.
Gerakan Sipil Keummatan adalah masyarakat berperadaban tinggi dan maju yang berbasiskan
pada nilai-nilai, norma, hukum, moral yang ditopang oleh keimanan, menghormati
pluralitas,bersikap terbuka dan demokratis serta bergotong-royong menjaga
kedaulatan Negara.
Dalam hal ini, kader KAMMI menginternalisasi nilai dan membangunnya sebagai jembatan antar-generasi, baik kader KAMMI aktif maupun alumni KAMMI, serta menempatkan
peradaban itu lahir karena akumulasi dari setiap generasi. Kondisi ini membuat
kader KAMMI aktif sebagai gerakan intelektual organik dan gerakan
moral. Sedangkan akumulasi dari kader KAMMI aktif dan kader paska KAMMI (alumni
KAMMI) adalah bagian inheren dari umat Islam yang lebih luas, yang terwujud dalam organisasi kepemudaan lain,
organisasi masyarakat lain, lembaga swadaya masyarakat lain, partai politik
manapun, kalangan masyarakat manapun. Di sinilah KAMMI bisa mewujudkan dirinya sebagai “Gerakan Sipil
Keummatan” yang berakar secara organik dari Umat Islam di Indonesia.
Secara historis, kehadiran KAMMI juga
bagian dari kehadiran terhadap Masyarakat Sipil atau Sipil Keummatan.KAMMI lahir didasari sebuah
keprihatinan yang mendalam terhadap krisis nasional tahun 1998 yang melanda
Indonesia.Krisis kepercayaan terutama pada sektor kepemimpinan telah
membangkitkan kepekaan para pimpinan aktivis dakwah kampus di seluruh Indonesia
yang saat itu berkumpul di UMM - Malang.Adanya
tuntutan dari kondisi yang menginginkan sebuah wadah perjuangan dakwah yang
mengimplementasikan Al-Qur’an dan Sunnah di dalamnya, pentingnya akan sosok
mahasiswa yang berkarakter pemimpin, potensi mahasiswa-mahasiswa unggulan yang
sangat perlu diarahkan pola fikirnya dan dibentuk karakternya. Inilah landasan
kemunculan KAMMI.
Secara filosofis, konsep Sipil Keummatan terpatri dalam
misi KAMMI yang terletak di beberapa bagian berikut. Pertama, pada misi pertama, kedua, dan ketiga KAMMI, membina
keIslaman, keimanan, dan ketaqwaan mahasiswa muslim Indonesia. Kedua, pada misi
keempat KAMMI, mencerahkan dan meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat yang rabbani, madani, adil, dan sejahtera. Ketiga, pada misi
kelima KAMMI, mengembangkan kerjasama antar elemen bangsa dan negara dengan
semangat membawa kebaikan, menyebar manfaat, dan mencegah kemungkaran (amar
ma`ruf nahi munkar).
Konsep itu juga terpatri dalam Paradigma KAMMI, KAMMI sebagai Gerakan Dakwah
Tauhid, Gerakan Intelektual Profetik, Gerakan Sosial Independen, dan Gerakan
Ekstra Parlementer.
Enam
belas tahun sudah KAMMI meleburkan diri sebagai gerakan mahasiswa, kebangsaan, maupun keummatan, pada hakikatnya perjuangan
pergerakan KAMMI bersifat terpadu (integral), tidak diartikan secara terpisah.Begitu pula gerakan KAMMI tidak bisa dilihat dari sisi ke-KAMMI-annya saja. KAMMI perlu
menempatkan diri sebagai bagian inheren dari arus besar anasir perubahan, baik
ia sebagai gerakan mahasiswa, kebangsaan, maupun keummatan. Jadi di sini KAMMI
harus menyadari bahwa sejarah gerakannya adalah bagian dari kelanjutan sejarah
gerakan mahasiswa, gerakan kebangsaan, dan gerakan keummatan.
Maka langkah praktisnya adalah KAMMI perlu
menawarkan gagasan-gagasan segar kepada masyarakat, gagasan-gagasan yang tidak melulu berorientasi politik kepada berbagai kalangan masyarakat,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan,
dan berbagai lembaga pemerintah melalui silahturahim, dialog, diskusi dan
lainnya. Dengan jalan inilah KAMMI bisa memanifestasikan dirinya sebagai "Gerakan Sipil Keumatan".
Gerakan Sipil Keummatan adalah gerakan moral, gerakan
sosial, dan gerakan politik. Gerakan Sipil Keummatan agar terwujudnya prinsip-prinsip
seperti syura (musyawarah), musawah (kesejajaran), 'adalah (keadilan), amanah (dapat dipercaya), masuliyah (tanggung jawab), dan hurriyah (kebebasan).Dengan demikian, keberadaan sipil keummatan
tidak semata sebagai pihak yang berdiri berhadapan dengan negara melainkan juga
sebagai penyeimbang dan mitra negara dalam upaya membangun masyarakat,
khususnya keinginan memperbaiki kualitas hubungan antara masyarakat dengan
institusi sosial-politik dalam negara.
Pada akhirnya, upaya memperkuat masyarakat sipil atau
masyarakat madani atau (dalam gagasan KAMMI) Gerakan Sipil Keummatan haruslah bersumber
pada kehendak kuat serta niat yang tulus dari masyarakat itu sendiri sambil
didukung oleh kebijakan pemerintah yang adil dan tidak diskriminatif, karena kita
semua adalah contoh bagi yang lainnya.Mengurus bangsa sebesar Indonesia
bukanlah perkara mudah. Diperlukan kebesaran hati dan kedewasaan dari segenap
elemen bangsa dan kerjasama dalam satu tujuan, yakni memperkuat negara (dalam arti luas, negara sebagai kekuatan yang mengayomi masyarakat). Kuatnya
negara pada gilirannya dibuktikan oleh kuatnya masyarakat sebagai penopang
negara itu sendiri.
Sebagai Gerakan Sipil Keumatan, KAMMI kemudian menjadikan dirinya sebagai bagian dari umat Islam Indonesia yang utuh. Pertanyaannya, dengan konsepsi ini, model masyarakat seperti apa yang KAMMI cita-citakan? (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar