1 Januari 2015

Islam dan Liberalisme

oleh: Arif Syaifurrisal
Pegiat KAMMI di Surabaya

Saat terjadi gejolak di tubuh Sarikat Islam yang melibatkan golongan kiri, seperti Semaoen dkk (SI-Merah) dengan golongan Islamis Agus Salim dkk (SI-Putih), H.O.S Tjokroaminoto menulis buku berjudul Islam dan Sosialsme. Buku ini ditulis guna menghalau pengaruh kelompok kiri komunis dalam tubuh SI. Dalam buku yang dicetak berulang-ulang hingga dekade 1950an ini, Tjokroaminoto menyampaikan bahwa seorang muslim dengan sendirinya akan menjadi sosialis, tidak perlu ikut ikutan komunisme ala barat, sosialisme ala barat. Maka, Islam sebagai sebuah agama yang syumul, sebagai sebuah way of life yang komperhensif dengan sendirinya bersifat sosialis. Tentu saja, sosialisme yang berada dalam pihakan Islam yang syumul ini sangat berbeda dengan sosialisme yang muncul dan dipraktikkan di Eropa sana.

Jika pada abad ke-20 islam banyak bergesekan dengan ideologi sosialis yang sedang naik daun sebagai ideologi perlawanan terhadap imperialisme dan kapitalisme barat, maka pada abad ke-21 ini Islam banyak bersinggungan dengan liberalisme yang diklaim oleh Francis Fukuyama dalam bukunya, The End of History. sebagai pemenang final dari benturan ideologi di tatanan dunia saat ini. Atau, yang dipercaya sebagai representasi 'Barat' dalam benturan antar peradaban -versi Samuel Huntington- sampai akhir hayat dunia nanti. Maka, pertanyaan yang perlu dimunculkan: apakah Islam yang dipercaya oleh pengikutnya sebagai agama yang syumul, sebagai sebuah way of life yang komperhensif juga bersifat liberal sebagaimana Islam juga bersifat sosialis seperti kata Tjokroaminoto?


Liberalisme Islam
Pemikiran Kuntowijoyo tentang Islam sebagai Ilmu Sosial Profetik memiliki tiga pilar, yakni (1) Humanisasi manusia, mengembalikan manusia pada fitrahnya (memanusiakan manusia). Menghilangkan kebendaan, ketergantungan, kekerasan dan kebencian dari manusia; (2) Liberasi, merupakan bentuk kebebasan yang dapat berarti memerdekaan atau pembebasan dari segala bentuk kekejaman, ketidakadilan, kemiskinan, dan kebodohan. 3. Transendensi, berarti naik ke atas, menembus, melewati, melampaui atau apapun yang berkaitan dengan upaya manusia untuk mencapai derajat yang lebih tinggi, lebih mulia dari apa yang sudah dicapai. Transendensi juga dapat menjadi petunjuk arah sekaligus tempat berpijak humanisasi dan liberasi.

Maka jika hari ini muncul kecaman terhadap kelompok yang disebut-sebut sebagai Islam Liberal, sebenarnya islam sendiri adalah sebuah agama yang liberal. Memerdekaan penganutnya dari ketergantungan terhadap apapun, dari penghambaan terhadap apapun, dari ketaatan terhadap apapun, tidak kepada organisasi, tidak kepda partai, tidak kepada perkumpulan, tidak kepada suatu anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. “laa ilaaha” tidak ada tuhan, begitu dikatakan dalam syahadat, “illallah” selain Allah rabbul 'alamin.

Maka sebenarnya seorang muslim dengan sendirinya menjadi liberal. Merdeka 100% kata tan malaka. Atau dalam bahasa Kredo KAMMI: “kami adalah orang-orang yang berpikir dan berkehendak merdeka". Merdeka dari apapun, bahkan juga merdeka dari Tuhan. Allah tidak pernah memaksakan kehendaaknya pada manusia, tidak pernah menjajah manusia. “Laa ikraha fiddin” tidak ada paksaan dalam agama, sebagaimana tertulis dalam Al-Qur'an. 

Dengan kata lain, kita sendirilah sebagai seorang muslim dengan sadar dan penuh keyakinan menyerahkan diri kepada Allah, menghamba kepada Allah, dan mengikuti tuntunan nabi Muhammad sebagai pembawa Risalah dari Allah. Inilah sesuatu yang kemudian saya sebut sebagai "liberalisme islam". Tentunya liberalisme Islam berbeda dengan liberalisme yang dipelajari kaum muslimin yang belajar di eropa dan amerika, sebagaimana sosialisme islam berbeda dengan sosialisme yang diimpor dari eropa.

Mereka yang Terjajah
Mereka yang teralu khawatir dengan keberadaan orang orang yang berpikir dan berkehendak merdeka sebenarnya adalah orang-orang yang sedang terjajah. Terjajah oleh apa? Sederhananya: terjajah oleh suatu pakem, terjajah oleh suatu statuta, terjajah oleh suatu manhaj, mereka yang sebenarnya tidak abadi dan harus senantiasa berubah mengikuti zaman. Sebab, yang dijamin permanen sampai akhir zaman hanya Al-Quran. Padahal Al-Quran berkali-kali menekankan pada kita pentingnya berpikir, menggunakan akal (afalaa ta'qiluun?). Berpikir dan bertindak merdeka.

Maka hari ini zaman menuntut kepada kaum muslimin yang punya pemikiran liberal dan berpikiran merdeka untuk membebaskan kaum muslimin yang fikirannya terjajah oleh segala macam rantai-rantai pemikiran. Sebagaimana kaum muslimin sosialis di abad 20 membebaskan kaum muslimin yang terjajah oleh kapitalisme dan imperialisme Eropa. Kita hanya bisa melawan arus liberalisme ala barat, membendung arus modernisme dari barat hanya jika kita mampu menjadi muslim yang berfikir dan bertndak merdeka, menjadi muslim yang liberal, merdeka 100%, berpikir dan bertidak merdeka, tidak dijajah suatu apa pun.

Billahi fii sabilil haq. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar