8 Januari 2015

'Muslim Barat' dan Tragedi Penembakan di Paris: Terjemahan Wawancara dengan Tariq Ramadan

Pengantar Editor
Hari ini dunia dihentakkan oleh satu tragedi: penembakan kantor kartunis Charlie Hebdo dan beberapa orang lain di  kantornya di Paris, Perancis. Tragedi ini jelas menandai babak baru hubungan antara 'Islam' dan peradaban 'Barat'. Selama ini, hubungan antara 'Muslim' dan Masyarakat Barat yang telah renggang sejak tragedi 9/11 bisa jadi kembali merenggang akibat perbuatan tidak bertanggung jawab ini. Padahal, problem paling mendasar dari penembakan tersebut bukanlah agama, karena Islam sendiri tidak menganjurkan untuk melakukan kekerasan terhadap orang yang tak bersalah kecuali dalam hukum dan otoritas yang sah, melainkan problem-problem yang lebih bersifat 'imanen': ketimpangan sosial dan ekonomi yang terjadi antara 'Eropa' dan 'Dunia Timur', misalnya, yang kemudian berimplikasi pada masalah-masalah keimigrasian di Eropa. 

Dalam bukunya, Western Muslims and The Future of Islam (Oxford University Press, 2004), Tariq Ramadan telah mendorong umat Islam di Eropa agar tidak lagi meliyankan diri, dengan menganggap orang-orang 'Barat' sebagai The Other -dan dengan demikian mengekslusi diri dari pergaulan masyarakat. Tariq berangkat dari konsep islah (perbaikan, reform) yang menurutnya mendasar pada pengenalan diri seorang Muslim, dan inilah tujuan dan tugas-tugas seorang Muslim pada umumnya. Konsep ini juga dikenal dalam tradisi Ikhwan, islah an-nafs, sesuatu yang fondasional dalam proses perubahan sosial yang dicita-citakan oleh Hasan al-Banna. Bagi Tariq, gerakan-gerakan perbaikan memerlukan revolusi intelektual yang menjadikan diri seorang Muslim bisa berbicara sejajar dengan masyarakat Barat, dan di saat yang bersamaan membunuh 'inferiority complex' yang selama ini muncul ketika seorang Muslim berhadapan dengan masyarakat Barat. Menurut Tariq, dengan keterlibatan  di dunia pendidikan, pembangunan sosial, dialog-dialog antar-agama, seorang Muslim akan bisa dengan percaya diri menghilangkan perasaan menjadi The Other di dalam konteks masyarakat di mana ia menjadi minoritas, dan percaya bahwa semua manusia, dari manapun ia berasal adalah sejajar. Dengan cara inilah seorang 'Muslim Barat' tidak lagi menjadi liyan bagi masyarakat Barat di mana ia tinggal.


Persoalannya, terkadang sikap-sikap positif untuk menyejajarkan diri dengan masyarakat Barat ini 'ditantang' dengan banyaknya persoalan: Islamofobia, misalnya, yang berujung pada penggunaan kekerasan. Kita memang harus menentang dan menolak berbagai bentuk kekerasan atas nama agama, yang pada gilirannya justru membuat umat Islam menjadi liyan bagi masyarakat lainnya. Namun, bukan berarti akar-akar persoalannya tidak kita sikapi. Pada konteks inilah gagasan Tariq Ramadan tentang 'dialog Islam dan Barat'; dalam berbagai bentuknya relevan. Bagi Tariq, membangun dialog ini bisa menjadi jihad karena perlu kesungguhan. Tragedi penembakan di Paris hari Rabu silam menjadi sebuah momen penting ketika kesungguhan itu ditantang. Sebagai seorang "Muslim Indonesia", sikap kita bukanlah meletakkan kekecewaan dan rasa frustasi itu dengan mengembangkan sikap fobia pada identitas tertentu, melainkan mengajak dialog. 

Pada kesempatan ini, Editor Jurnal KAMMI Kultural menerjemahkan satu wawancara dengan Professor Tariq Ramadan, Profesor Studi Islam di St. Antony's College, Oxford dan cucu dari Imam Hasan Al-Banna tentang Tragedi Penembakan di Paris tersebut. Wawancara ini dilakukan oleh Amy Goodman dan dimuat di laman Democracy Now. Wawancara tersebut bisa dibaca di http://www.democracynow.org/2015/1/7/leading_muslim_scholar_tariq_ramadan_attack 

Amy Goodman: Majalah Charlie Hebdo telah menerima beberapa ancaman terkait karikaturnya yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW. Pada tahun 2012, kartun-kartun majalah ini (yang sangat menghina Nabi) telah menghasilkan protes di seantero Timur Tengah (dan dunia Muslim pada umumnya, pent.).

Saat ini bersama kita telah hadir Tariq Ramadan, Profesor Studi Islam Kontemporer di Oxford University, Inggris, yang juga telah menulis banyak buku penting tentang Islam di Eropa. 

Bisakah anda memberi tanggapan terhadap insiden penembakan yang terjadi di Paris? Sepertinya ada sekitar 12 orang meninggal dunia, dan 1 lainnya luka parah akibat penembakan kantor majalah dan surat kabar satir ini. Tariq Ramadan? 

Tariq Ramadan: Baik. Pertama, kita harus terlebih dahulu mengutuk apa yang sudah dan sedang terjadi di Paris. Itu bukanlah -seperti yang anda tahu tentang apa yang mereka tulis tentang Nabi Muhammad- 'balas dendam', atau semacamnya. Tidak, ini hanyalah pengkhianatan terhadap prinsip dan ajaran agama kita, dan itu tidak dibenarkan. Saya bersimpati terhadap keluarga-keluarga dan para korban dari aksi itu. Dan apapun yang terjadi dengan, anda tahu, para jurnalis, dan seorang jurnalis yang tertembak -tampaknya (saya tidak tahu apakah sudah terkonfirmasi atau belum) adalah seseorang yang pernah saya debat di TV di Perancis, dan saya tidak setuju dengan pendapatnya, dan dia cukup ofensif ketika dia bicara tentang Islam. Tapi satu hal yang harus saya katakan adalah kita perlu masuk dan terlibat dalam dialog dan diskusi kritis tentang apa yang terjadi di Perancis dan Eropa saat ini. Namun, dengan segala macam ukuran yang ada, kita harus mengutuk apa yang terjadi dan berkata dengan jelas: perbuatan ini (menembak dan membunuh, pent) adalah mengkhianati ajaran agama yang kita pegang teguh. 

Juan Gonzalez: Dan, Tariq, Ramadan, apakah anda bisa menjelaskan, dari berbagai laporan, apakah ada pihak yang bertanggungjawab atas serangan ini? 

Tariq Ramadan: Sejauh ini, satu hal yang kita tahu adalah bahwa mereka bicaran tentang Islam. Mereka bicara tentang Nabi, dan mereka juga bicara tentang pembalasan dendam. Jadi, hal yang mereka sangkut-pautkan adalah apa yang sedang dilakukan oleh majalah atau koran satir itu. Ini satu-satunya hal yang saya dengar sejauh ini. Tapi sekali lagi, ada hubungan yang cukup jelas antara apa yang dilakukan orang-orang yag melakukan itu, ketika mereka meninggalkannya. Dan inilah sebabnya --dan ini cukup jelas-- bahwa Charlie Hebdo, seperti yang anda tahu, terkenal dengan publikasi-publikasinya yang kontroversial dalam 2-3 tahun terakhir ini. Dan hubungannya saya pikir cukup jelas. Inilah sebabnya kita harus perjelas (masalahnya) sejauh itu diperlukan. 

Amy Goodman: Apa yang anda pikir paling penting untuk dipahami saat ini? Maksud saya, terjadi serangkaian serangan terhadap jurnalis dan koran yang berparodi dan mengeluarkan karikatur tentang Nabi Muhammad. Di serangan-serangan terakhir, terlihat bahwa serangan ini adalah yang terbesar yang pernah terjadi--

Tariq Ramadan: Saya pikir, sekali lagi, kita tahu apa yang sedang terjadi --anda tahu, beberapa slogan dan pernyataan yang muncul dari orang-orang seperti Da'ish, atau yang terkenal sebagai IS di Iraq dan Syria, yang menggunakan isu-isu kontroversial di seluruh dunia dan membidik para jurnalis, atau para intelektual, dan pada faktanya mereka mencoba untuk berfokus pada isu-isu sensitif di beberapa negara. Maka, di sinilah kita, para Muslim Barat -Muslim pada umumnya dan juga sebagai Muslim Barat- harus memperjelas fakta bahwa diskusi kritis sekarang menjadi sesuatu yang penting bagi masyarakat Barat, baik di US, Eropa, atau Perancis, dan kita harus terlibat. Kita harus memperjelas bahwa (di sini tidak boleh ada kebingungan) Islamofobia adalah bentuk rasisme. Tetapi tentu saja hanya dengan menjadi warga negara, hanya dalam debat-debat yang kritis, hanya bersama semuya kekuatan dan tren dalam masyarakat kitalah perlawanan terhadap bentuk-bentuk rasisme ini kita lakukan, dan bahwa kita akan melawan dan memperbaiki jiwa dan hati masyarakat kita. Dan tentu saja kita tidak bisa menerima atau mendukung aksi-aksi yang kini menginstrumentalisasikan rasa-rasa frustasi yang kita punya di Barat terhadap, anda tahu, kewarganeegaraan yang setara dan rasisme -atau menggunakan rasa frustasi ini untuk mendukung sesuatu yang sama sekali tidak bisa diterima dan harus dikutuk. Jadi, ada sesuatu yang berbahaya ketika kita melihat beberapa saudara Muslim kita--

Amy Goodman: Tariq Ramadan, kita harus berhenti sampai di sini. Tetapi saya berharap anda bisa bergabung kembali bersama kami besok. Saya perkenalkan, Tariq Ramadan, Profesor Studi Islam di Oxford, Profesor Tamu di Fakultas Studi Islam di Qatar, dan penulis dario berbagai buku penting tentang Islam dan Eropa. Tariq juga dinobatkan oleh majalah Time sebagai salah seorang inovator penting di abad ke-21.


"Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur jadi budaya Arab, bukan untuk 'aku' menjadi 'ana', 'sampeyan' jadi 'antum', dan 'sedulur' menjadi 'akhi'… Kita pertahankan milik kita, kita harus serap ajarannya, bukan budaya Arabnya.
terinspirasi dari Abdurrahman Wahid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar